Oleh Tabrani Yunis
Pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) dan Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) PGRI ke 74 pada tanggal 25 November 2019 lalu, ada yang menarik kita simak, yakni Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim.
Pidato singkat yang katanya tidak seperti biasanya yang penuh dengan ucapan yang inspiratif dan retorika. Beliau katanya ingin berbicara apa adanya.  Menurut beliau bahwa  tugas guru yang termulia dan tersulit yang selama ini telah membungkam daya kreativitas guru karena banyaknya aturan dan pembatasan serta kesibukan menyiapkan bahan administrasi mengajar tanpa manfaat yang jelas dan membuat banyak guru merasa frustasi dengan tugas-tugas administrasi tersebut.
Pada intinya, Mendikbud Nadiem Makarim bukan hanya akan memberikan, tetapi juga akan berjuang memerdekakan guru untuk melakukan perubahan sekecil apa pun. Sungguh sangat menarik dan penuh tantangan bagi para guru.
Dikatakan penuh tantangan, karena selama ini para guru di tanah air sudah terbiasa dalam pola dan budaya lama, terkungkung dan matinya kreativitas. Sehingga untuk mengubah perilaku dan mindset yang lama ke dunia yang baru, akan banyak menghadapi kendala. Sebagaimana biasanya, untuk mengubah tradisi dan mindset itu membutuhkan waktu dan usaha atau kerja keras untuk mengubahnya.
Namun demikian, tidak selayaknya kita merasa pesimis menghadapi perubahan itu. Semua harus optimis. Bila tidak, kita terutama para guru, akan sangat malu karena dianggap tidak mampu menerima peluang dan tantangan yang diberikan oleh Mendikbud, Nadiem Makarim saat ini.
Kita tentu sangat setuju dengan niat dan usaha Mendikbud untuk memerdekakan guru dan peserta didik dalam belajar, karena dengan kemerdekaan itu, guru dan peserta didik akan bisa medapatkan kembali kebebasan untuk belajar dan berkarya dengan lebih nyata.
Maka, sekali lagi, sambutlah niat baik Nadiem Makarim ini dengan suka cita dan tindakan nyata. Guru - guru tidak boleh berlama-lama merespon niat baik sang Menteri ini.
Apalagi sudah dikatakan bahwa perubahan itu tidak mungkin dimulai dan sukses dari atas, tetapi harus dimulai dari guru dengan perubahan-perubahan kecil. Ya, tentu perubahan yang harus dimulai dari hal-hal kecil. Yang penting guru mau melakukan perubahan sekecil apapun.
Nah, ketika saat ini para guru diberikan kemerdekaan dalam berfikir dan bertindak, dalam konteks pembelajaran di sekolah, kiranya muncul pertanyaan di balik itu. Pertanyaannya adalah kemerdekaan seperti apa yang selama ini menjadi idaman para guru?
Apakah kemerdekaan yang hakiki, yang memberikan kebebasan berfikir dan bertindak serta bebas dari rasa takut kepada atasan dalam mengekspresikan pikiran atau pendapat? Apakah kebebasan tersebut, akan terbebas dari tekanan-tekanan dari atasan atas kepentingan politik pendidikan?
Tentu akan banyak pertanyaan yang mengikutinya, namun demikian selayaknya pula hal ini tidak dijadikan sebagai hal yang membatasi dan membuat upaya untuk mewujudkan kemerdakaan guru dalam melakukan pembelajaran jadi terhambat.
Ada baiknya, para guru tidak menunda-nunda peluang ini, tetapi mulailah sekarang mewujudkannya dalam berbagai hal.
Salah satu hal yang cukup penting bagi guru saat ini adalah mewujudkan kebebasan guru dalam berekspresi secara tertulis. Maksudnya, para guru yang selama ini banyak merasa takut mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan kepala Dinas pendidikan, kepala sekolah dan atasan para guru lainnya, seperti pengawas sekolah, sehingga tidak berani menulis.
Ya, banyak guru yang memiliki kemampuan menulis, tetapi tidak mau menulis tulisan-tulisan kritis, karena takut mendapat sangsi dari atasan. Sehingga daya kritis dan kemampuan menulis dipendamkan dan hingga mati begitu saja.
Jadi, Â ini saatnya, terutama para guru yang selama ini tergolong dalam kategori guru yang kritis, kreatuf dan produktif menulis, sudah saatnya untuk memulai aktivitas menulis, bukan hanya menulis buku-buku pelajaran atau menulis deskripsi PTK, tetapi juga tulisan-tulisan berupa kritikan terhadap kebijakan pemerintah yang dikirimkan ke media cetak atau media online yang menjadi konsumsi publik.
Para guru bisa menuliskan tulisan-tulisan berupa artikel, opini dan kritik-kritik dunia pendidikan di media massa, sehingga bisa mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, terkait guru dan dunia pendidikan.Â
Ketika banyak guru yang mulai menggeluti dunia menulis, sesungguhnya para guru yang menulis itu adalah guru yang merdeka. Guru yang berani menyampaikan kritik terhadap kebijakan atau kesalahan atasan, lewat tulisan-tulisan kritis dan selalu produktif dalam memberikan pendapat serta solusi terhadap persoalan dunia pendidikan.Â
Bukan hanya itu, biasanya bila guru mau dan bisa menulis dengan baik, serta dikenal sebagai guru yang penulis, akan banyak manfaat yang bukan hanya diperoleh oleh guru yang penulis tersebut, tetapi juga bagi peserta didik yang sedang didorong untuk menulis. Mereka akan menjadikan guru yang penulis sebagai model atau panutan.Â
Selain itu, ketika guru tersebut memiliki kemerdekaan dalam menulis, banyak menulis, maka sang guru yang mengajak dan memotivasi para peserta didik menulis, akan lebih mudah dan bahkan dipandang sebagai guru yang konsisten.
Artinya, seorang guru akan dianggap layak memotivasi peserta didik menulis, ketika dirinya juga menulis. Â Alangkah kurang elok, bila guru hanya bisa menganjurkan anak-anak menulis, sementara guru sendiri tidak mau dan bisa menulis. Bagaimana sang guru bisa memotivasi dan memberikan contoh baik dan kongktiy kepada peserta didik?
Oleh sebab itu, seorang guru idealnya tidak hanya bisa menganjurkan anak-anak untuk menulis, tetapi lebih dari itu, guru harus juga aktif menulis, baik untuk konsumsi di sekolah, maupun konsumsi masyarakat atau publik.
Dengan demikian, guru bukan saja, sebagai motivator, bukan saja sebagai penganjur, tetapi juga sebagai model  yang perlu ditiru oleh peserta didik dalam menikmati kebebasan belajar yang salah satunya adalah kebebasan menulis. Percaya atau tidak, setuju atau tidak, guru yang penulis itu adalah Guru yang merdeka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H