Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Freelance Motivator

14 November 2019   00:39 Diperbarui: 14 November 2019   00:41 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika sedang meneguk sajian kopi sanger, sejenis produk andalan kopi Arabicca Gayo, di sebuah warung kopi di kawasan kuliner di wilayah Pango Raya, kota Banda Aceh malam ini,  tak jauh dari POTRET Gallery, tiba-tiba dua orang sahabat yang masih usia muda datang. Aku menyapa dan mengajak duduk bersamaku. 

Aku bertanya dan menawarkan minum kopi, tetapi mereka berkata, kami barusan saja ngopi di sebelah. Ya, sudah. Mereka duduk berhadapan denganku dan mulai saling bertanya. 

Pertanyaanku yang pertama adalah tentang aktivitas apa yang sedang digeluti mereka. Mereka serentak menjawab, biasa bang. Masih mutar sana, mutar sini. Artinya masih belum mendapat pekerjaan tetap. Mereka sudah lebih setahun mendapat gelar sarjana. Namun, pekerjaan masih sulit didapat, karena alasan yang bermacam ragam.

Usai mendapatkan jawaban tentang aktivitas mereka terkini, diskusi pun mulai berlanjut. Kebetulan, saat ini pemerintah sedang membuka lowongan pekerjaan secara nasional. 

Konon, ada total ada 197.111 formasi dengan pembagian: 37.854 formasi pada 68 kementerian/lembaga dan 159.257 formasi pada 462 pemerintah daerah. 

Lalu, aku bertanya pada mereka, apakah anda berdua ada ikut mendaftar untuk bersaing merebutkan sejumlah lowongan kerja yang kini dibuka oleh Pemerintah itu?

Ya, ikut bang. Jawab mereka. Aku ikut memilih formasi yang disediakan di Kemenag, tutur yang satu, lulusan S1 Bahasa Inggris itu. Begitu pula teman yang satu lagi, dari jurusan berbeda, tetapi lulusan FKIP dan merupakan calon guru. Tentulah ia akan memilih formasi guru yang tersedia saat ini. Semoga saja, kalian bisa lulus dan nanti bisa bekerja sebagai PNS. 

Insya Allah Bang. Tapi tampaknya berat lulus, karena banyak sekali saingan. Mereka tampak seperti pesimis.  Pantas saja mereka pesimis mengingat jumlah pelamar yang biasanya sangat banyak. 

Apalagi kalau kita lihat formasi yang tersedia, jauh tidak sebanding dengan jumlah sarjana yang setpanjang tahun diproduksi oleh Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di tanah air ini. 

Bayangkan sajalah, peluang kerja di pemerintah dibuka setatahun sekali, sementara produk Universitas  setahun bisa dua atau tiga kali.Jadi wajar saja kalau mereka pesimis

Nah, mendengar nada pesimis seperti itu, aku mulai terpancing. Ya, terpancing naluri sebagai seorang motivator. Boleh kan, aku mengatakan kalau aku juga seorang motivator. 

Alasannya jelas, aku sering memainkan peran sebagai motivator. Aku memberikan motivasi kepada orang-orang yang perlu diberikan motivasi untuk hidup dan berkembang dengan penuh kreativitas, innovasi dan produktif. 

Maka, aku mencoba menggali masalah apa yang mereka hadapi, lalu kemudian bertanya, " Andai tidak lulus PNS, apa yang anda akan lakukan ke depan?" Belum tahu, Bang. Begitu jawab merekaa. Kita lihat nanti. 

"Aku ingin berwirausaha, tapi tidak tahu usaha apa yang akan aku lakukan", ujar salah satu yang duduk di depanku.

Nah. itu adalah salah satu masalah besar yang ia hadapi, ketika nanti gagal menjadi CPNS. Maka, mendengar hal itu, kembali naluri motivatorku terguncang dan beriak-riak. 

Artinya muncul keinginan bisa menolong, walau dengan motivasi. Karena kalau untuk memberikan dana untuk modal usaha, tentu aku tidak bisa berikan. Aku sudah punya banyak pengalaman dalam memberikan pinjaman modal usaha kepada banyak orang, terutama perempuan dan remaja di Aceh. 

Namun, sebagai freelance motivator, ya motivator yang menjalankan kegiatan memberikan motivasi bukan berbasis tarif, tetapi dengan sukarela, voluntarisme, aku mulai secara perlahan membangun motivasi mereka. 

Bayangkan saja, apa yang bisa dilakukan apabila tidak ada ide atau gagasan dalam menjalankan usaha? Pertanyaannya lagi adalah bisnis apa yang akan dimiliki, ketika tidak ada gagasan yang akan diwujudkan? Nihil bukan?

Ya, tentulah hanya omong kosong untuk berwirausaha. Sebab, wirausaha itu ada, apabila ada ide atau gagasan yang akan diusahakan. Lalu, bagaimana kalau tidak ada ide? Jawabannya adalah tidak ada bisnis atau usaha. Lalu bagaimana? 

Ya, tidak bagaimana-bagaimanalah ya, kecuali harus segera mencari ide, mencari gagasan dengan cara mengamati, membaca dan bertanya-tanya kepada orang-orang yang sudah punya pengalaman dan kapasitas bisnis. 

Bisa dengan mencoba magang atau bekerja pada orang lain dahulu, untuk mencari ide bisnis. Bila sudah mendapatkan ide bisnis tersebut, maka identifikasi pula kapasitas diri, apakah akan bisa mewujudkan ide atau gagasan tersebut.

Percakapan baru pada persoalan ide atau gagasan dan potensi diri atau kapasitas diri. Sehingga tidak cukup waktu untuk beraksi sebagai motivator bayaran, seperti para motivator ulung yang banyak kita temukan di tempat-tempat training. Aku sebagai freelance motivator, berusaga memanfaatkan waktu yang tinggal setengah gelas seloki kopi Arabicca Gayo. 

Aku tidak harus menargetkan mereka tertunduk. Namun, aku merasa bahagia, setelah sejenak memberikan motivasi, tampak ada kesadaran akan bergerak cepat mengejar perubahan zaman yang begitu cepat ini. 

Mereka berdua, menemukan masalah yang mereka hadapi dan masalah itu harus kemudian dianalisis, hingga mereka kelak bisa menemukan jalan. Akhirnya, karena waktu sudah menunjukan pukul 22.00 WIB, saatnya kembali ke rumah untuk menulis. Maka, tulisan ini ada, walau hingga pukul 00.15 WIB belum selesai. Tidak ada masalah.

Menjalankan peran sebagai freelance motivator dan sering gratis itu adalah aktivitas yang secara sukarela aku lakukan. Mengapa demikian? ya, tentu saja adalah landasan empiris- nya.  

Sudah cukup lama menjalankan peran ini. sebuah peran yang positif dan bermanfaat untuk mendorong perubahan bagi orang-orang yang membutuhkan dorongan atau motivasi. Aku sering diundang ke sekolah-sekolah, baik tingkat SD, SMP, SMA dan bahkan di dalam masyarakat untuk menjalan aksi sebagai motivator. 

Dalam memenuhi undangan tersebut, aku tidak pernah bertanya berapa uang akan aku peroleh dengan mebjadi sebagai seorang motivator itu. Itu adalah aksi berbagi ilmu, pengetahuan, ketrampilan dan karakter yang tidak akan pernah habis untuk dibagi, serta hasilnya jauh lebih berharga dari honor yang mungkin diberikan oleh pihak yang mengundang. 

Menjadi freelance motivator yang paling berharga itu adalah freelance motivator yang melakukan kegiatan memberikan motivasi tanpa berhadap pamrih. Karena kekayaan yang paling berharga adalah kelpuasan batin. 

Lalu, bagaimana dengan keuntungan finansial? Dalam kenyataannya, uang akan selalu datang tanpa diduga-duga. Itulah salah satu indahnya hikmah berbagi motivasi, berbagi ilmu, berbagi ketrampulan dan membangun sukap dan perilaku yang baik di tengah masyarakat kita.

Alhasil, ketika kita memberikan motivasi kepada orang lain, ternyata semakin bertambah ilmu kita, bertambah pengalaman dan kapasitas kita, serta bertambah banyak kawan dan saudara kita. Anda mau jadi freelance Motivator?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun