Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru Honorer dan Nasibmu Kini

2 Mei 2019   23:13 Diperbarui: 3 Mei 2019   21:03 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Casman, guru honorer asal Jatigede, Sumedang, Jawa Barat yang telah mengajar sejak tahun 1996. Casman mengajar siswa kelas 4 SDN Ciawi, Jumat (3/5/2019) pagi. AAM AMINULLAH/KOMPAS.com

Dewi Sufiana dalam tulisannya di Serambinews.com, 31 Januari 2019 mengutip data kementerian Pendidikan dan kebudayaam bahwa jumlah guru honorer se Indonesia saat ini adalah 1.5 juta orang yang terdiri dari 735.000 guru bukan PNS di sekolah Negeri dan 790.000 guru bukan PNS di sekolah swasta. Guru honorer tersebut berstatus K2 alias harus mengikuti tes CPNS agar menjadi PNS. Jumlah ini belum termasuk guru honoret lainnya yang tidak terhitung dalam kategori yang belum tersangkut namanya dalam catatan yang menjadi prioritas pemerintah.

Nah, melihat besarnya jumlah guru honorer tersebut, muncul pertanyaan kita, mengapa banyak orang yang memilih menjadi guru honorer ketika mereka sudah tahu bahwa upah atau gaji sebagai guru honorer tersebut, sebenarnya sangat tidak menjanjikan. Lalu, mengapa masih banyak orang memilih menjadi guru honorer? Bila kita lakukan identifikasi apa yang melatarbelakangi dan menyebabkan masih tingginya minat orang menjadi guru honorer, maka paling kurang ada dua faktor penyebabnya. 

Pertama, para guru honorer tersebut melihat bahwa peluang untuk diangkat menjadi guru PNS masih tetap ada, walau kadang ia sudah mengajar lebih dari 10 tahun dan usianya sudah lebih dari 35 tahun, masih tetap menunggu ada pengangkatan. Kedua, mereka tetap bertahan menjadi guru honorer, walau honorernya sangat kecil dan tak menentu itu, karena tidak bisa melakukan pekerjaan lain. 

Sehingga, apapun kondisinya tetap terus menanti ada peluang untuk diangkat. Idealnya, kalau sudah lebih dari 5 tahun menjadi guru honorer dan menerima pendapatan yang tidak rasional itu, guru honorer harus mengubah haluan. Ya harus mencari jalan lain untuk mengubah nasib. Misalnya dengan memulai aktivitas berwirausaha dengan cara kecil-kecilan dahulu. 

Bisa dengan membuka usaha di bidang jasa, bisa usaha di bidang produksi. Bahkan bisa menggunakan kemampuan menulis, seperti menulis buku atau yang lainnya sebagai kegiatan wirausaha. Namun, apa daya, mereka sudah sangat menggantungkan harapan untuk diangkat menjadi guru PNS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun