Oleh Tabrani Yunis
Agak terasa asing kita mendengar bila ada orang yang menyebut literasi kependudukan. Terasa asing, karena memang sangat jarang orang atau masyarakat kita yang membicarakan soal kependudukan. Apalagi kalau dihubungkan dengan istilah literasi kependudukan.Â
Literasi, selama ini pun difahami secara dangkal, yakni membaca atau minat membaca. Begitu pula halnya dengan kependudukan yang sangat jarang dibicarakan orang. Untuk istilah literasi, saat ini memang semakin gencar kita dengarkan atau baca dalam banyak tulisan orang-orang yang peduli dan bergerak menjadi pegiat literasi dengan berkampanye, mengajak orang membaca dan menulis, menyediakan ruang baca atau pojok baca, perpustakaan dan lain-lain.Â
Sementara untuk masalah kependudukan, hal ini mungkin sangat jarang kita bicarakan. Kita bisa mengukur pada diri kita atau keluarga kita. Ada berapa kali kita membaca atau menulis tentang kependudukan? Kalau pun ada, masalah kependudukan yang mana yang pernah dibaca atau ditulis? Kemudian, di tataran keluarga, ada berapa kali keluarga kita membincangkan soal kependudukan?Â
Lebih luas lagi, ketika kita berada di tengah masyarakat, ada berapa banyakkah orang yang memperbincangkan atau membicarakan soal kependudukan? Begitu pula halnya di dalam lembaga-lembaga pendidikan kita yang menjadi tempat menggali ilmu pengetahuan, ketrampilan dan belajar membangun kehidupan tersebut? Seringkah masalah kependudukan menjadi topik pembicaraan atau pembahasan? Selayaknya, hal ini kita jawab bersama.Â
Tak dapat dipungkiri bahwa concern kita, kepedulian kita terhadap kependudukan memang kurang atau rendah. Secara fakta, memang sangat jarang kita membicarakan soal kependudukan. Artinya, dalam kehidupan sehari-hari, tidak banyak orang yang membicarakan tentang kependudukan.Â
Bahkan di sekolah pun, hal ini kurang menjadi perhatian. Kalau pun ada, kebanyakan orang membicarakan tentang jumlah atau kuantitas penduduk. Misalnya menghafal jumlah penduduk di Negara sendiri, atau mungkin kita mengetahui  urutan Negara dengan jumlah penduduk terbesar.Â
Padahal, persoalan kependudukan, sekali lagi bukan hanya soal jumlah, persoalan kependudukan adalah persoalan yang sangat luas, yang mencakup segala hal yang terkait dengan manusia dan alam semesta.Â
Maka, ketika kita bicarakan soal kependukan, akan terkait dengan berbagai hal lain, seperti kualitas penduduk, mobilitas, Â pemanfataan dan segala dampak baik dan buruknya terhadap kehidupan dan alam ini. Namun, mengapa kita seakan mengabaikan masalah kependudukan ini?Â
Ada banyak kemungkinan alasan, mengapa hal-hal seperti disebutkan di atas terjadi. Kita tentu bisa menggali apa yang menjadi alasan yang membuat hal itu terjadu. Beberapa di antaranya, pertama tingkat kepedulian kita dan masyarakat kita terhadap isu kependudukan memang rendah.Â
Kedua, rendahnya pemahaman kita dan masayarakat, karena ketidakpedulian terhadap isu kependudukan. Ketiga, rendahnya kemampuan literasi masyarakat kita terhadap masalah kependudukan yang ditandai dengan rendahnya minat membaca dan mendiskusikan masalah-masalah kependdudukan dalam keseharian kita.Â
Seakan-akan persoalan kependudukan, bukan persoalan bersama, tetapi persoalan yang harus diperhatikan oleh pemerintah, terutama BKKBN yang sering difahami dengan keluarga berencana. Padahal, sesungguhnya persoalan kependudukan adalah persoalan bersama semua elemen bangsa, bahkan dalam tataran global, juga menjadi masalah yang harus diperhatikan, diantisipasi oleh setiap bangsa.Â
Persoalan kependudukan, tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait dengan sector-sektor lainnya. Masalah kependudukan akan berkonsekwensi pada kualitas sumber daya manusia, dalam berbagai sector kehdupan, misalnya sector kesehatan, pendidikan, social, agama, politik, budaya dan lain-lain yang tidak bisa lepas dari persoalan penduduk.Â
Maka, sebenarnya, masalah kependudukan harusnya mendapat perhatian yang lebih besar dan serius, yang bukan hanya menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemerintah, dalam hal ini BKKBN saja, tetapi lintas departemen dan instansi pemerintah. Pendekatan dalam penanganan masalah yang muncul akibat dari ledakan penduduk, misalnya juga harus multi approaches.
 Mengingat tingkat kepedulian dan rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap kependudukan, maka upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap kependudukan, harus ditempuh dengan membangun kemampuan literasi kependudukan kepada masyarakat.Â
Membangun kemampuan literasi kependudukan yang dapat meningkatkan rasa kepedulian masyarakat, minat membaca generasi masa kini yang kita sebut sebagai generasi milenial ini.Â
Membangun dan menumbuhkan minat membaca, yang berdampak pada peningkatan kapasitas mengidentifikasi, menganalisis dan lebih tinggi lagi mau secara aktif kreatif, innovative, dan lebih produktif dalam memecahkan persoalan-persoalan kependudukan yang timbul di tengah masyarakat kita.Â
Untuk membangun kondisi yang demikian, memang diperlukan sebuah proses panjang yang ditempuh dengan kegiatan pendidikan kependudukan, baik di lembaga-lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal.Â
Teknik pelaksanaannya bisa dengan memasukan atau menginegrasikan isu kependudukan ke dalam kurikulum pendidikan formal dengan tidak menjadikan pendidikan kependudukan sebagai sebuah mata pelaajaran, mengingat sudah terlalu banyak mata pelajaran yang harus dipelajari setiap peserta didik.Â
Oleh sebab itu, pendidikan kependudukan tersebut masuk menjadi isu terkait dalam setiap sajian mata pelajaran di sekolah. Hal lain yang juga bisa dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan formal adalah dengan menyediakan bacaan-bacaan yang menarik tentang kependudukan.Â
Misalnya dengan membuat sudut atau pojok baca kependudukan. Sementara di lingkungan keluarga dan masyarakat, pemerintah yang bukan hanya dilakukan oleh BKKBN, harus ikut secara bersama membangun dan memfasilitasi pojok-pojok baca kependudukan di setiap desa di Indonesia.Â
Untuk mewujudkan ini, sebenarnya pemerintah bisa bersinergi dengan dunia pendidikan dan para pegiat literasi yang kini sedang banyak melakukan kerja-kerja social di tengah masyarakat dengan membuka dan menyediakan taman bacaan secara sukarela dan swadaya.Â
Hal ini, akan sangat membantu pemerintah meningkatkan kepedulian, kesadaran dan kemampuan literasi kependudukan anak negeri yang kemampuan literasi mereka saat ini masih rendah ini. Langkah-langkah ini, saat ini memang sudah mulai diinisiasi oleh BKKBN, termasuk BKKBN Aceh yang terus bergerak mencari mitra strategis untuk membantu membangun pojok kependudukan dengan menyediankan fasilitas bahanbacaan di sejumlah desa di Aceh.Â
Tentu, apa yang dilakukan oleh BKKBN di Aceh, masih jauh dari kesempurnaan, namun sebagai sebuah inisiatif memang sangat perlu diapresiasi dan didukung oleh semua pihak, termasuk masyarakat penerima manfaat ( beneficiaries). Â
Kiranya, BKKBN Aceh bisa pula mengajak organisasi masyarakat sipil, seperti LSM, termasuk WALHI Aceh mungkin memiliki buku-buku bacaan mengenai lingkungan hidup. Tentu masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan terbangunnya budaya membaca terkait kependudukan yang bisa dilakukan.Â
Kita bisa menyimpulkan bahwa saat ini, apabila a semakin banyak orang membicarakan soal literasi kependudukan, kala itu pula pembicaraan soal  kependudukan akan berkembang semakin luas dan terus berkait-kaitan dengan segala persoalan kehidupan. Walaupun  pengertian literasi kependudukan itu sendiri  masih belum secara untuh difahami.Â
Yang jelas, literasi selama ini sudah menjadi sebuah kata yang semakin akrab dengan kehidupan kita. Maka, dalam momentum seperti ini semakin sering kita dengan ungkapan dan istilah literasi  kependudukan dan aktivitas nya di tengah masyarakat kita.Â
Semoga, semua kita merasa terpanggil dan tergerak untuk bersama-sama membangun gerakan literasi kependudukan di semua level, individu, keluarga, lembaga pendidikan formal dan informal. Kalau kita mau, pasti bisa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H