Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berhaji ala Haji Nanang

19 Maret 2019   20:04 Diperbarui: 19 Maret 2019   20:28 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Oleh Tabrani Yunis 

Pada pukul 10.WIB hari Sabtu, tanggal 15 Maret 2019, aku  berada di ruang 211.02 yang terletak di lantai I gedung FEBI UIN Ar Raniry, Darussalam, Banda Aceh untuk mengajar mata kuliah English for Banking bagi mahasiswa semester dua. Ketika itu, aku menerima pesan di whatsapp yang mengejutkan dan sekali gus menyenangkan. 

Pesan whatsapp dari Ahmad Rizali, yang sejak pertemuan pertama di tahun 1990 an, kukenal dengan sebutan Nanang. Ia salah satu  seniorku yang sekaligus sebagai sesepuhnya aktivis pendidikan di jaringan pendidikan nasional yakni CFBE ( Center for Betterment of Education). Sebuah jaringan para aktivis yang concern terhadap perbaikan dunia pendidikan secara holistic di tanah air tercinta ini. 

Maklumlah, kualitas pendidikan kita di Indonesia terus dalam posisi perbaikan. Dari dahulu, hingga kini, persoalannya seperti tidak pernah selesai, masalah kualitas pendidikan kita, tetap saja masih pada posisi yang memalukan.

Pesan Pak Nanang yang masuk lewat whatsapp itu, memberitakan bahwa beliau sedang berada di Aceh, namun bukan di Banda Aceh, tetapi di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat yang ditemani oleh ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Aceh, Imran Lahore untuk melakukan sosialisasi Membangun Masyarakat Melawan Kebuntuan Matematika Dasar kepada para guru anggota IGI di Aceh Barat. 

Pesan itu, jelas mengagetkan aku, karena secara tiba-tiba, tanpa ada berita bahwa beliau mau ke Banda Aceh pada Minggu malamnya. Lalu, pada pesan selanjutnya, ia meminta kesedianku untuk membedah bukunya yang berjudul " Catatan Haji Nanang naik haji" 

Permintaan itu semakin menambah rasa kagetku dan penasaran, sambil bertanya pada diri sendiri, bagaimana aku bisa membedah buku tersebut. Soalnya, aku sendiri selama ini belum pernah menulis dan menerbitkan buku seperti layaknya Pak Nanang alias pak Ahmad Rizali, Pak Satria Darma, maupun Pak Darmaningtyas, Bambang Sumintono dan lain-lain. 

Aku selama ini hanya menulis tulisan-tulisan bergenre opini yang jumlahnya hingga saat ini sudah lebih kurang ada sekitar 1000 an karya tulis. Namun, belum dirangkai menjadi sebuah buku. Jadi, walau aku selama ini menggeluti dunia menulis, namun belum pernah menjadi penulis buku. Pantas saja aku seperti merasa malu. 

Namun, permintaan ini, jelas tidak bisa aku tolak. Ini merupakan sebuah kehormatan bagiku untuk menjadi pembedah buku yang belum kubaca itu. Sebagai orang Aceh, aku wajib memuliakan tamu, sebagaimana sering dusebut dengan peumulia jamee ( memuliakan tamu). Maka, seperti biasa, tawaran itu aku terima dan sanggupi. 

Lalu, agar aku bisa membedahnya, tentu aku perlu membaca bukunya. Ya, aku harus membaca, tetapi bukunya belum ada di tangan. Langsung saja aku dikirim soft copy buku tersebut dan mulai membaca dan memahmi isi buku yang tebalnya 168 halaman termasuk cover dan halaman-halaman kata pengantar dan sebagainya.

 Di cover buku , tampak judul yang begitu memikat, " Catatan Haji Nanang. Sampaikan Salamku Kepada Rasululla SAW" dengan latar masjid yang terindah di dunia. Aku pun mulai menikmati bacaan-bacaan yang disajikan dan diracik dengan gaya begitu kocak. Betapa tidak, ketika membaca tulisan-tulisan yang umumnya sangat singkat-singkat tersebut, tidak membuat aku bosan membaca. 

Selalu ada jeda untuk membacanya pada setiap satu tulisan yang pendek-pendek tersebut. Tulisan-tulisan pendek dengan judul-judul pendek dan penuh makna tersebut merupakan catatan-catatan yang dibuat oleh Haji Nanang, ketika pada proses awal mendaftar haji, hingga berada di tanah suci, Makkah dan Madinah, hingga pulang ke tanah air lagi. 

Ia mencatat semua hal secara rinci, sampai ia tahu segala ukuran jenis dan fungsi sesuatu. Ia bukan hanya melakukan ritual ibadah haji, tetapi memanfaatkan waktunya berhaji dengan mencatat segala hal, termasuk persoalan panjangnya antrean calon jamaah haji yang harus menunggu giliran naik haji yang hingga bertahun-tahun lamanya, tidak hanya setahun atau dua tahun menunggu, tetapi bisa sampai lebih dari 10 tahun. 

Sebuah antrean yang cukup lama bukan? Belum lagi adanya praktik-praktik ketidakjujuran yang terjadi di berbagai urusan di awal dan dalam proses pelaksanaan haji oleh pihak penyelenggara haji.

Ya, dalam buku yang tidak ubahnya berupa kumpulan catatan harian atau diary yang dikemas secara baik dan menarik, serta sangat kreatif itu menjadi buku yang penting dibawa oleh orang-orang yang akan menunaikan ibadah haji, karena di dalam buku ini semua tercatat tentang cara-cara menunaikan haji, tempat dan hal-hal yang mungkin akan dihadapi selama menunaikan ibadah haji. 

Makanya, alangkah bagus kalau para calon jamaah haji membaca buku ini sebagai salah satu pedoman ketika berhaji. Buku ini juga sebenarnya menjadi sangat penting bagi mereka yang sudah menunaikan haji, karena bisa menjadi pembanding terhadap pengalaman pribadi dan pengalaman yang dituliskan oleh Ahmad Rizali dalam bukunya yang mudah dibawa kemana-mana ini. 

Bagi orang-orang yang sudah menunaikan haji, bisa belajar bagaimana menjadikan haji yang sekaligus bisa membawa manfaat bagi orang lain, bisa mencerahkan dan bisa memberikan solusi untuk memperbaiki hal-hal yang tidak bai, karena setiap tulisan yang disajikan dalam buku ini, selalu diakhiri dengan kritik-kritik yang menggelitik, namun sangat santun dan tidak membuat pejabat pemerintah termasuk para penyelenggara haji menjadi langsung murka. 

Begitu lihainya Ahmad Rizali menyampaikan kritik yang bukan hanya kepada pemerintah Indonesia, tetapi juga kepada pemerintah Arab Saudi serta masyarakat yang melaksanakan ibadah haji sejak di tanah air hingga di tanah suci. 

Terus terang, cukup banyak pelajaran dan hal-hal yang menarik dan penting untuk kita ketahui bila ingin melakukan ibadah haji. Hal ini perlu agar kita juga hendaknya bisa mengatur emosi, mental dan kesiapan lainnyakarena serta lainnya dalam menjalankan ibada haji, agar tidak membuat ibdah haji kita sia-sia. 

Apalagi ketika membaca buku Haji Nanang ini,  pikiran dan jiwa kita seakan ikut bersama haji Nanang dalam segala urusan dan situasi yang terjadi di semua tempat dan kondisi. 

Inilah salah satu alasan mengapa buku ini penting dan perlu dibaca. Pokoknya, aku menemukan banyak hal menarik dari buku yang ditulis oleh Ahmad Rizali yang menuntaskan pendidikan di jurusan teknik kimia, Prodi gas dan petrokimia, Universitas Indonesia itu. 

Sejalan dengan gerakan literasi yang sedang digalakan oleh banyak pihak, termasuk aku dan juga IGI, buku ini sangat menginspirasi aku dan para guru yang terpanggil jiwa untuk membangun dan meningkatkan kemampuan literasi anak bangsa yang terpuruk. Sekali membaca catatan Haji Nanang ini, rasanya tidak mampu aku ungkapkan segala hal, dengan perspektifku sendiri yang sangat terbatas. 

Tidak etis pula bila semua hal akan aku bongkar dengan keterbatasan pikiran dan kemampuan analisisku. Maka, sebagai catatan kecil, ingin kukatakan bahwa semua cerita yang disajikan dalam buku ini, umumnya sangat singkat-singkat sebagai sebuah catatan. Tidak ubahnya kumpulan catatan harian atau diary yang menjadi landasan bagi kita untuk mau dan rajin menulis. 

Apa pun uneg-uneg yang kita simpan, bisa dikeluarkan dan ditulis menjadi buku. Buku ini, banyak menyampaikan kepada kita, sebenarnya menulis sebuah buku itu mudah alias gampang. 

Yang penting, mau, semua bisa ditulis, semua bisa menulis. Itulah hal yang aku sampaikan ketika aku diajak untuk membedah buku yang berjudul "Catatan Haji Nanang", yang berlangsung di aula FKIP, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh yang diselenggarakan oleh IGI Aceh, pada hari Senin 18 Maret 2019. 

Bedah buku yang berlangsung sekitar 3 jam tersebut. Hebatnya, semua peserta yang menghadiri acara bedah buku, merasa bangga bisa sekaligus membedah dan bertemu langsung bertatapan dan berdiskusi dengan haji Ahmad Nanang Rizali. Alhamdulilah. Semoga aku bisa segera naik haji seperti Haji Nanang. Amin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun