Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Negeri yang Tenggelam Tadi Malam

2 Januari 2019   00:20 Diperbarui: 2 Januari 2019   00:20 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negeri seribu bukit itu tadi malam tenggelam 

Diterjang banjir bandang di malam kelam

Rumah dan semua yang dimiliki bahkan nyawa tenggelam Air bah menjulurkan lidah amarah mennghujam

Menghantam  batu, tanah, cadas nan tajam 

Menghanyut kayu-kayu gelondongan yang ditebang manusia zalim 

Negeri seribu bukit itu menuai duka 

Bencana banjir bandang membawa lara Orang-orang di Aceh Tenggara 

kucar-kacir menghindari bencana Banjir bandang memporakporanda desa dan kota 

Orang-orang desa yang tak berdosa harus menerima bencana

 Mereka meronta -- ronta menyelamatkan nyawa

 Sementara pembalak hutan bersuka ria 

Di negeri seribu bukit itu kini semakin parah Air bah,

 deras mengalir dari puncak hingga ke lembah 

Rumah-rumah, tempat berteduh,rumah ibadah lenyap diterjang air bah 

Semua kehilangan arah Kecuali tangis  menjadi catatan sejarah banjir bandang di 

Aceh Tenggara tadi malam 

Memecah sunyi sepi malam yang temaram 

Desah-desah suara susah pecah menghujam kelam 

Karena banjir bandang itu datang lagi tadi malam 

Padahal beberapa hari lalu banyak kampung tenggelam 

Negeri seribu bukit itu diselimuti kelam malam

 Isak tangis orang-orang tak berdosa menembus kelam

 Meratapi negeri yang kembali tenggelam 

Banjir bandang itu menghadang lagi dalam kelam

 Negeri seribu bukit itu terus diterjang air bah

 menghanyutkan tubuh-tubuh lemah kian resah dan lelah

 Harta benda dan rumah pun punah 

Yang kaya dan miskin bisa kehilangan rumah 

Diterjang bah hingga ke lembah

 Mengapa negeri seribu bukit kini terus dilanda musibah

Apakah Allah tengah marah

 Atau ulah orang-orang serakah? 

Karena semua hutan sudah dirambah? 

Pantaskah kami menerima musibah? 

Negeri seribu bukit terus menuai musibah 

Lebih Seribu hektar hutan telah dirambah 

Binatang-binatang buas terusir ke lembah 

Satwa yang yang dilindungi pun hampir punah

 Semua berubah menjadi musibah Karena ulah manusia serakah 

Yang menari-nari melihat musibah 

Sementara rakyat menjadi korban semakin lelah,

 bahkan mereka yang selalu salah Hidup hanya bisa pasrah Bukankah ini yang dikatakan musibah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun