Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ke Jakarta, Tidak Macet Lagi

19 April 2018   01:02 Diperbarui: 19 April 2018   01:23 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tabrani Yunis

Di benakku, ada keinginan untuk ke Jakarta lagi. Ingin rasanya keliling kota Jakarta, karena perubahan yang terjadi di Jakarta itu sangat cepat. Ya, maklum sajalah, Jakarta yang serba gemerlap itu membuat setiap orang ingin datang dan menikmati hidup di kota besar ini.

Walau sebenarnya, sudah beberapa kali ke Jakarta, namun keinginan untuk kembali ke Jakarta selalu ada. Wajar saja, kalau banyak orang sering berbangga kalau bisa sering-sering pergi dan pulang ke Jakarta.

Menurutku, Jakarta itu ibarat magnet. Kota megapolitan ini mampu menarik minat orang-orang yang ada di seluruh nusantara, bahkan dari berbagai belahan dunia untuk datang ke Jakarta. Mereka datang dengan berbagai macam hajatan atau niat, atau kepentingan. Ada yang datang untuk kepentingan membangun kehidupan yang lebih baik.

Caranya datang dan menetap di kota besar yang merupakan ibu kota Indonesia ini. Di Jakarta,  bagi mereka yang memiliki kapasitas dagang, mereka berbisnis karena Jakarta adalah pusat bisnis terbesar  dan terlengkap di negeri ini. Ada yang datang dan menetap, bekerja  di kantor-kantor pemerintahan sebagai pegawai negeri dan tidak sedikit pula yang bekerja di perusahaan-perusahaan atau di sector industry, jasa dan sebagainya.

Pokoknya, Jakarta adalah tempat yang menjadi kota harapan  bagi jutaan orang untuk mengubah kehidupan yang lebih baik, walau di Jakarta ini, bukanlah tempat yang bisa menjamin setiap orang bisa hidup kaya dan sejahtera. Karena di Jakarta juga menjadi tampat yang disesaki oleh orang-orang miskin, baik sebagai buruh kasar, pembantu rumah tangga dan gelandangan. Jakarta adalah kota semua orang, semua strata, golongan dan multi kultur, agama, ras dan sebagainya.

Sebagai kota harapan bagi semua orang, maka kota Jakarta adalah kota yang sangat padat penduduknya. Bayangkan saja, dari total penduduk pulau Jawa menurut hasil survey penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menunjukkan jumlah penduduk di pulau Jawa sebanyak 145.013.573 jiwa dengan jumlah penduduk jenis kelamin pria 72.584.126 jiwa dan perempuan 72.429.447 jiwa. 

Sedangkan jumlah penduduk di DKI Jakarta jumlah penduduknya 10.154.134 jiwa, jenis kelamin pria sebanyak 5.102.215 jiwa dan perempuan 5.051.919 jiwa. Walau penduduk terbesar jumlahnya di Pulau Jawa adalah Jawa Timur, namun untuk ukuran luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, yang luasnya hanya 664.01 km2, Jakarta menjadi kota yang penuh sesak dengan manusia.

Sesaknya kota Jakarta, bukan hanya karena jumlah penduduknya, tetapi disesaki oleh para pendatang dari seluruh penjuru Nusantara dan dunia.

Kepadatan penduduk dan pendatang di kota ini, semakin parah sejalan dengan  terus bertambahnya kenderaan bermotor, mobil, truk, bus, angkot, mobil pribadi dan sebagainya di kota Jakarta ini dan ditambah lagi dengan banyaknya kenderaan yang masuk dari wilayah pulau Jawa lainnya, serta dari daerah lain di luar pulau Jawa.

Maka, Jakarta menjadi kota yang terkenal dengan kemacetan lalu lintasnya. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa hidup di Jakarta memang harus bisa bersahabat dengan macet. Artinya, harus bisa hidup sabar mengahdapi kerasnya hidup di Jakarta dan menikmati gerahnya suasana macet setiap hari. Bagi orang Jakarta, tidak ada pilihan. Macet memang harus dinikmati dan diantisipasi dengan berbagai cara.

Bagi orang luar Jakarta,  seperti aku dan kebanyak orang yang  datang dari daerah-daerah, ingin datang ke Jakarta untuk sehari atau beberapa hari, rasanya Jakartta memang tempat yang menyenangkan. Apalagi kalau ke Jakarta membawa banyak uang yang dapat membeli segalanya. Pasti akan sangat nikmat.

Namun, seringkali ketika melihat suasana  macet di jalan-jalan raya dan bahkan ke banyak tempat di Jakarta itu, sungguh sesuatu yang sangat membosankan, melelahkan dan membuat suasana hati ikut gerah. Apalagi kalau menumpang angkutan umum yang berdesak-desakan, asap-asap yang keluar dari knalpot mobil, becak, bemo, bus, dan sebagainya, membuat dada sesak dan badan penuh keringat

Naik, Taxi pun, belum membuat kita nyaman ketika berada di jalan-jalan raya Jakarta.  Soalnya, ketika kita naik Taxi, bukan berarti kita tidak berhadapan dengan macet, karena macet itu sudah menjadi makanan bagi setiap orang yang ke Jakarta. Naik Grab? Ya, silakan saja, namun bukan jaminan untuk terhindar dari macet. Lalu?

Jawaban sementara, sebut saja naik Transjakarta. Tentu sebuah pilihan yang jitu, namun karena padatnya penduduk dan pendatang di Jakarta, angkutan umum seperti Transjakarta juga masih belum begitu nyaman. Masalahnya adalah kondisi di dalam bus yang masih sering berdesak-desakan di kala jam-jam sibuk atau macet.

Tidak dapat disangkal pula, karena TransJakarta memiliki jalur sendiri, dalam hal kemacetan, bisa ditembusi. Paling tidak, TransJakarta sudah sedikit banyak memudahkan kita keluar dari masalah kemacetan.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Tanpa Macet

Jakarat memang macet. Akan tetapi, bila kita menyusun rencana perjalanan secara bijak, kita pasti akan terhindari dari kondisi macet yang memuakkan itu. Aku pernah punya pengalaman menarik menghindari macet yang berlama-lama itu. Caranya, ketika tiba di bandara Soeseta, aku mengubah cara menuju kota Jakarta.

Aku tidak perlu naik Taxi, Grab atau Damri, karena angkutan ini pasti akan berhadapan dengan kondisi macet. Cara yang cerdas kini adalah dengan menumpang kereta api bandara. Aku teringat. Kala itu bulan Januari, tepatnya tanggal 11 Januari 2018, ya artinya baru sebulan pasca diresmikan bandara itu kali ya?

Ternyata, keluar dari ruang kedatangan Termonal 3 bandara Soekarno -- Hatta, aku tidak perlu ke luar ke stasiun Damri atau menunggu Taxi, atau ke ruang dalam menunggu Grab, tetapi keluar saja ke lift, lalu naik ke lantai dua, kita akan bisa mendapatkan stasiun kereta yang disebut skytrain itu. Agar tidak lama menunggu, sebaiknya pelajari jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta.

Ini dimaksudkan agar  bisa menikmati perjalanan ke kota Jakarta. Di lantai dua ini, suasana nyaman bisa dinikmati, sambil menunggu skytrain mengantarkan para penumpang ke stasiun kereta yang akan membawa  ke stasiun Soedirman baru. Konon, kereta bandara sendiri akan berangkat tiap 30 menit sekali.

Jadwal pengoperasian dimulai dari pukul 3 dini hari hingga jam 11 malam. Diperkirakan waktu tempuh ke Bandara nantinya bisa dicapai hanya sekitar 40 hingga 50 menit. ( detikfinance).

Setalah naik skytrain  yang gratis itu beberapa menit, kita tiba di stasiun kereta untuk mengambil tiket yang serba mesin itu. Cukup menggunakan kartu ATM, kita bisa membeli tiket, lalu menunggu keberangkatan kereta sambil menyicipi makanan yang dijual di stasiun itu. Hanya dalam hitungan menit saja, kemudian petugas sudah mempersilakan penumpang naik ke kereta.

Terus terang, ini adalah perjalanan ke Jakarta yang nyaman, karena tidak berdesakan, bersih dan anti macet. Kereta api hebatnya memang tidak mengenal macet. Walau kota Jakarta itu macet. Dari stasiun Soedirman baru, para penumpang bisa melanjutkan ke mana saja dengan pilihan yang lumayan tersedia.

Mau langsung menikmati macet Jakarta? Silakan saja panggil Taxi atau Grab. Mungkin pula ingin melanjutkan kenyamanan tanpa macet?. Pilihannya adalah naik kereta ke Bekasi dan lainnya, karena bisa terhubung ke KRL. Jadi, jangan takut ke Jakarta, karena macet. Naik saja kereta api bandara. Rasakan bedanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun