Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Program Literasi Sekolah Mewujudkan Indonesia Hebat

1 Desember 2017   00:46 Diperbarui: 1 Desember 2017   07:02 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tiga kutipan yang menarik ketika Pak Satria Dharma, yang kami sebut sebagai perintis " Gerakan Literasi Sekolah" saat mengisi acara deklarasi gerakan literasi sekolah di Kota Meureudu, ibu kota Pidie Jaya pada tanggal 20 November 2017 lalu. Pak Satria, yang pernah penulis sebut dalam sebuah tulisan di Kompasiana beberapa waktu lalu, sebagai " pahlawan Literasi" itu menjadi pembicara atau narasumber utama  yang datang dari Surabaya dalam kegiatan tersebut. Ia juga sebagai Pembina Ikatan Guru Indonesia   ( IGI) yang menjadi penggagas Gerakan Literasi Sekolah itu, bersama ketua IGI, termasuk di Aceh terus bergelut menebar virus literasi di Aceh . Salah satu rangkaian kegiatan tersebut adalah deklarasi Gerakan Literasi Sekolah di Pidie Jaya ini.

Para peserta yang terdiri dari kepala-kepala sekolah SD, MIN dan SMP se kabupaten Pidie Jaya, yang berjumlah lebih dari 150 orang tersebut itu tampak sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut. Apalagi acara tersebut menghadirkan Bupati Pudie Jaya, Haji Aiyub Abbas.

Kala membuka presentasi mengenai literasi saat itu, Pak Satria Dharma mengutip 3 (tiga) ekspresi atau pernyataan inspiratif dari orang-orang hebat di dunia mengenai pentingnya pendidikan bagi sebuah bangsa.  Yang pertama, beliau mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Nelson Mandela, Mantan Presiden Afrika Selatan. Kata Mandela,  Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.Ya, kalau kita terjenahkan makna dari pernyataan Nelson Mandela tersebut adalah " Pendidikan iti merupakan senjata paling kuat yang dapat digunakan untukmengubah dunia".

Ya, artinya dengan pendidikan yang baik dan berkualitas itu, kita bisa mengubah dunia. Sementara Lyndon B Johnson, Mantan Presiden Amerika  yang ke 36 juga pernah berkata bahwa," Jawaban dari semua persoalan bangsa kita, bahkan jawaban dari semua masalah di dunia, ada pada satu kata, pendidikan, pendidikan, pendidikan.Lalu, tidak kalah pentingnya juga adalah pernyataan  Tony Blair, yang kita kenal sebagai Perrdana Menteri Inggris, atau United Kingdom (UK). Kata beliaua "Saya punya 3 prioritas kerja sebagai perdana menteri, yaitu pendidikan, pendidikan dan pendidikan.

DOKPRI
DOKPRI
Jadi, bila kita mengarungi dan memahami ungkapan-ungkapan dari 3 (tiga) orang hebat di dunia tersebut, hanya lewat pendidikan, tentulah pendidikan yang berkualitas yang dapat mengubah dunia, ya pada sector pendidikan letak pembangunan dan pencapaian kemajuan suatu bangsa di dunia ini. Ya, kalau ingin bisa mengubah dunia, maka kuncinya ada pada pendidikan, ya tentu saja pendidikan yang berkualitas.

Tentu saja tidak salah dan itu benar.  Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan melihat pengalaman selama ini, bahwa,  bangsa yang maju itu adalah bangsa yang memiliki  kualitas pendidikan yang bagus. Pendidikan yang bagus dan berkuakitas itu adalah pendidikan yang menghasilkan lulusan yang memiliki budaya literasi yang tinggi. Ketika suatu bangsa memiliki budaya literasi tinggi, maka secara serta merta bangsa itu menjadi bangsa yang berbudaya baca  yang tinggi. 

Bangsa yang memiliki budaya literasi yang tinggi, akan mampu mengatasi persoalan-persoalan yang mereka hadapi secara kreatif, produktif dan innovative hingga dapat mengatasi masalah sendiri. Kita sering membaca bahwa Negara-negara berikut ini  seperti Jepang, Finlandia, Norwegia dan beberapa lainnya di Eropa dikenal memiliki budaya litarasi yang tinggi. Indikatornya adalah pola hidup, kemajuan ilmu, teknologi dan perilaku yang mereka bangun.

Apa yang terjadi dengan banyak Negara maju dalam hal literasi ini? Ya,  mereka sudah terlebih dahulu sadar bahwa kemajuan bangsa bisa dilakukan apabila kualitas sumber daya manusianya bagus. Bagusnya kualitas SDM, bukan didapat dengan gampang, juga bukan kodrat, akan tetapi dilewati dengan proses pembelajaran yang bekualitas, menempatkan kegiatan membaca sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi agar bisa mengubah nasib bangsa menjadi lebih baik. Proses pembelajaran itu berlangsung di rumah-rumah dan sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mampu menyiapkan bangsanya menjadi manusia-manusia yang memiliki daya dan budaya literasi tersebut, termasuk budaya literasi di sekolah-sekolah. Proses pembelajaran di sekolah dan di rumah serta di masyarakat.

Maka, menarik pelajaran dari negera-negara maju tersebut, tak dapat dipungkiri bahwa bagi masyarakat Negara-negara maju seperti ini, sudah lebih dahulu sadar bahwa membaca dan menulis itu  kebutuhan hidup. Selalu diperlukan, walau mereka mungkin tidak pernah mendapatkan perintah untuk Iqra, namun mungkin mereka belajar bahwa perintah Iqra yang datang dari Allah untuk umat islam di dunia adalah jalan terbaik untuk membangun kualitas bangsa. 

Maka, jalan yang terbaik untuk membangun kualitas bangsa lewat pendidikan itu adalah dengan menjadikan membaca dan menulis atau literasi sebagai kebutuhan hidup. Nah, ketika membaca  menjadi kebutuhan dan budaya, maka sangat wajarlah bila hasil penelitian di bidang literasi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di New Britain, Conn, Amerika Serikat, menempatkan lima Negara maju seperti, Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia pada posisi terbaik (The Jakarta Post, 12 Maret 2016). Mereka menjadi Negara-negara yang berdaya dan berbudaya literasi yang tinggi.

Sementara bangsa kita, Indonesia berada pada peringkat yang ke 60 dari 61 negara yang merupakan peringkat terendah. Inilah potret  buruk kualitas bangsa Indonesia di pusaran global. Konon lagi kualitas di setiap daerah, pasti sangat rendah, karena semakin ke daerah, budaya baca semakin mati. Sangat menyedihkan.  

Padahal, bangsa kita yang mayoritas beragama Islam, harusnya  punya budaya bacanya lebih tinggi dibandingkan mereka di barat. Dikatakan demikian, karena hanya orang Islam yang mendapat perintah dari Allah untuk " beriqra", ya membaca. Namun, mengapa masyarakat kita yang mayoritas Islam ini malas membaca, bahkan meninggalkan budaya baca dengan berbagai alasan?

Sejatinya, masyarakat dan bangsa kita memiliki budaya baca tinggi, bangsa yang juga hebat.  Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang mayoritas Islam ini sudah mendapat petunjuk dari Allah untuk membaca, membuka pikiran dan hati agar bisa menjadi bangsa yang besar dan hebat.Idealnya, kualitas pendidikan kita di Indonesia juga bisa sehebat Negara-negata yang disebutkan di atas tadi.  Melaksanakan perintah Allah untu beriqra tersebut adalah kunci sukses dan  sangat berpengaruh terhadap kemampuan baca. Semakin tinggi budaya baca bangsa, maka semakin tinggi daya baca mereka.

 Artinya kemampuan memahami, menganalisis dan memberikan solusi akan sangat produktif. Tak dapat dipungkiri bahwa sebagai bangsa yang memiliki budaya literasi  tinggi,  maka masyarakatnya memiliki daya fikir dan daya cipta yang tinggi. Inilah cara  untuk mengukir kemajuan  bangsa, menjadi bangsa yang produktif dan makmur.  Secara positif, bangsa yang memiliki budaya membaca dan menulis atau budaya literasi yang tinggi, akan lebih mudah sadar bahwa dengan banyak membaca, kita bisa membangun peradaban bangsa yang mulia..

Posisi Indonesia masih pada posisi ke 60 dari 61 negara. Ya berada pada peringkat nomor dua dari bawah. Artinya, bila kita mengacu pada hasil penelitian itu, maka bisa terbaca dengan jelas bahwa budaya baca masyarakat kita masih tergolong sangat rendah. Mungkin, tidak masuk akal. Namun, itulah faktanya. Contoh lain adalah  skor membaca para siswa kita di Indonesia dalam peringat PISA, pada tahun 2012  berada pada posisi 64 dari 65 negara.  

Pada tahun 2015 Indonesia juga berada di papan bawah, pada posisi 69 dari 73 negara. Juga di peringkat kedua dari bawah, bukan? Mengamati  indeks pendidikan nasional kita dalam  laporan OECD, Indonesia mendapatkan nilai membaca 402, matematika 371, dan ilmu pengetahuan alam 383. (Program for International Student Assessment)

Tentu saja, di saat kita sudah merayakan kemerdekaan yang hampir satu abad itu, seharusnya kita sudah menjadi bangsa yang hebat. Bangsa yang hebat dengan budaya literasi yang tinggi, tidak akan pernah menolak bentuk tes yang dianggap menyulitkan seperti ujian Nasional (UN). Nah, karena bangsa kita memiliki budaya literasi yang rendah selama ini, maka bangsa kita selama ini secara beramai-ramai menghujat UN dan menjadikan UN sebagai momok. 

Semua ini karena kelemahan masyarakat kita yang miskin dengan kualitas literasi. Semua orang menyalahkan UN, karena dianggap banyak kecurangan dalam pelaksanaannya. Orang cendrung berbuat curang, karena UN dianggap momok, karena letak kesalahannya dinyatakan pada UN. Padahal, kalau budaya baca dan daya baca masyarakat kita tinggi, maka seberat apa pun soal UN, tidak menjadi masalah. Sayangnya, kita lebih cendrung menyalahkan UN dan kebijakan UN, ketimbang melihat kesalahan dan sikap kita yang mengabaikan membaca, meninggalkan budaya membaca.

Kiranya, kita memnag harus bangkit segera dari tidur panjang.  Kita harus keluar dari zona aman selama ini. Juga harus berani mengakui bahwa rendahnya rangking budaya baca masyarakat Indonesia di tengah-tengah kemajuan bangsa lain, karena kita malas membaca atau kurang membaca dan tidak menjadi kebutuhan hidup. 

Semua berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan kita. Oleh sebab itu, pemerintah sebagai pihak pemegang tanggung jawab utama penyelenggara pendidikan harus serius membangun kembali budaya baca, menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan budaya baca masyarakat Indonesia. Misalnya,   penyediaan bacaan yang menarik, seperti buku-buku, majalah, surat kabar dan lainnya.  Ini sangat penting dilakukan, karena bila masyarakat kita rajin membaca, tinggi daya bacanya, maka kemampuan masyarakat Indonesia akan meningkat dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Nah, untuk menjadi bangsa yang maju dan bermatabat, serta mewujudkan agar Indonesia menjadi negera yang hebat, maka jalan yang terbaik dan termurah adalah dengan membangun budaya literasi anak negeri secara serius. Pemerintah dan rakyat harus sadar dan bisa meluruskan kembali kiblat pendidikan. 

Caranya, secara bersama-sama bersinergi membangun gerakan literasi dengan melihatkan semua elemen bangsa, termasuk mewujudkan adanya gerakan literasi sekolah yang mendapat dukungan dari semua pihak, temasuk guru dan orang tua serta anak-anak sebagai subjek dalam pendidikan kita. 

Membangun gerakan literasi jangan dianggap cukup dengan hanya mengajak orang membaca dan menulis, tetapi harus ada orang atau pihak yang bukan hanya mengajak, tetapi juga membantu membimbing, serta menyediakan media untuk berkarya dan penghargaan kepada mereka yang berkarya, seperti apa yang dilakukan oleh majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas selama ini di Aceh. 

Untuk mewujudkan Indonesia hebat, maka bangsa Indonesia harus berpikir dan bertindak hebat dalam membangun gerakan literasi di sekolah dan di masyarakat. Oleh sebab itu, harus dibangun kesadaran masyarakat untuk mau menghibahkan buku atau bacaan ke sekolah-sekolah, pustaka dan taman bacaan. Jangan takut mendidik anak untuk ikut hibah buku dan bacaan ke sekolah-sekolah, termasuk almamater sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun