Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Program Literasi Sekolah Mewujudkan Indonesia Hebat

1 Desember 2017   00:46 Diperbarui: 1 Desember 2017   07:02 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, bangsa kita yang mayoritas beragama Islam, harusnya  punya budaya bacanya lebih tinggi dibandingkan mereka di barat. Dikatakan demikian, karena hanya orang Islam yang mendapat perintah dari Allah untuk " beriqra", ya membaca. Namun, mengapa masyarakat kita yang mayoritas Islam ini malas membaca, bahkan meninggalkan budaya baca dengan berbagai alasan?

Sejatinya, masyarakat dan bangsa kita memiliki budaya baca tinggi, bangsa yang juga hebat.  Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang mayoritas Islam ini sudah mendapat petunjuk dari Allah untuk membaca, membuka pikiran dan hati agar bisa menjadi bangsa yang besar dan hebat.Idealnya, kualitas pendidikan kita di Indonesia juga bisa sehebat Negara-negata yang disebutkan di atas tadi.  Melaksanakan perintah Allah untu beriqra tersebut adalah kunci sukses dan  sangat berpengaruh terhadap kemampuan baca. Semakin tinggi budaya baca bangsa, maka semakin tinggi daya baca mereka.

 Artinya kemampuan memahami, menganalisis dan memberikan solusi akan sangat produktif. Tak dapat dipungkiri bahwa sebagai bangsa yang memiliki budaya literasi  tinggi,  maka masyarakatnya memiliki daya fikir dan daya cipta yang tinggi. Inilah cara  untuk mengukir kemajuan  bangsa, menjadi bangsa yang produktif dan makmur.  Secara positif, bangsa yang memiliki budaya membaca dan menulis atau budaya literasi yang tinggi, akan lebih mudah sadar bahwa dengan banyak membaca, kita bisa membangun peradaban bangsa yang mulia..

Posisi Indonesia masih pada posisi ke 60 dari 61 negara. Ya berada pada peringkat nomor dua dari bawah. Artinya, bila kita mengacu pada hasil penelitian itu, maka bisa terbaca dengan jelas bahwa budaya baca masyarakat kita masih tergolong sangat rendah. Mungkin, tidak masuk akal. Namun, itulah faktanya. Contoh lain adalah  skor membaca para siswa kita di Indonesia dalam peringat PISA, pada tahun 2012  berada pada posisi 64 dari 65 negara.  

Pada tahun 2015 Indonesia juga berada di papan bawah, pada posisi 69 dari 73 negara. Juga di peringkat kedua dari bawah, bukan? Mengamati  indeks pendidikan nasional kita dalam  laporan OECD, Indonesia mendapatkan nilai membaca 402, matematika 371, dan ilmu pengetahuan alam 383. (Program for International Student Assessment)

Tentu saja, di saat kita sudah merayakan kemerdekaan yang hampir satu abad itu, seharusnya kita sudah menjadi bangsa yang hebat. Bangsa yang hebat dengan budaya literasi yang tinggi, tidak akan pernah menolak bentuk tes yang dianggap menyulitkan seperti ujian Nasional (UN). Nah, karena bangsa kita memiliki budaya literasi yang rendah selama ini, maka bangsa kita selama ini secara beramai-ramai menghujat UN dan menjadikan UN sebagai momok. 

Semua ini karena kelemahan masyarakat kita yang miskin dengan kualitas literasi. Semua orang menyalahkan UN, karena dianggap banyak kecurangan dalam pelaksanaannya. Orang cendrung berbuat curang, karena UN dianggap momok, karena letak kesalahannya dinyatakan pada UN. Padahal, kalau budaya baca dan daya baca masyarakat kita tinggi, maka seberat apa pun soal UN, tidak menjadi masalah. Sayangnya, kita lebih cendrung menyalahkan UN dan kebijakan UN, ketimbang melihat kesalahan dan sikap kita yang mengabaikan membaca, meninggalkan budaya membaca.

Kiranya, kita memnag harus bangkit segera dari tidur panjang.  Kita harus keluar dari zona aman selama ini. Juga harus berani mengakui bahwa rendahnya rangking budaya baca masyarakat Indonesia di tengah-tengah kemajuan bangsa lain, karena kita malas membaca atau kurang membaca dan tidak menjadi kebutuhan hidup. 

Semua berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan kita. Oleh sebab itu, pemerintah sebagai pihak pemegang tanggung jawab utama penyelenggara pendidikan harus serius membangun kembali budaya baca, menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan budaya baca masyarakat Indonesia. Misalnya,   penyediaan bacaan yang menarik, seperti buku-buku, majalah, surat kabar dan lainnya.  Ini sangat penting dilakukan, karena bila masyarakat kita rajin membaca, tinggi daya bacanya, maka kemampuan masyarakat Indonesia akan meningkat dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Nah, untuk menjadi bangsa yang maju dan bermatabat, serta mewujudkan agar Indonesia menjadi negera yang hebat, maka jalan yang terbaik dan termurah adalah dengan membangun budaya literasi anak negeri secara serius. Pemerintah dan rakyat harus sadar dan bisa meluruskan kembali kiblat pendidikan. 

Caranya, secara bersama-sama bersinergi membangun gerakan literasi dengan melihatkan semua elemen bangsa, termasuk mewujudkan adanya gerakan literasi sekolah yang mendapat dukungan dari semua pihak, temasuk guru dan orang tua serta anak-anak sebagai subjek dalam pendidikan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun