Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ramai-ramai Menggali Kuburan Sendiri di Aceh

22 November 2017   00:33 Diperbarui: 22 November 2017   10:33 5890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari Mongabay

Wajar saja, banyak pihak yang merasa gundah dan gelisah melihat banyaknya usaha tambang, baik legal maupun ilegal di Aceh. Sudah banyak aksi menolak tambang yang dilakukan oleh pihak masyarakat, termasuk mahasiswa. Di Aceh selatan, seperti diberitakan oleh Harian Serambi Indonesia edisi 31 Mai 2017, memberitakan bahwa Sejumlah pemuda dan mahasiswa Aceh Selatan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Tolak Tambang (Gatot) Aceh Selatan, menggelar aksi di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Selasa (30/5/2017). Mereka meminta Pemkab Aceh Selatan mencabut izin pertambangan yang telah merusak alam daerah tersebut.

Pihak pemerintah Aceh, sudah memberlakukan moratorium atau jeda tambang di Aceh. Namun, moratorium itu seakan tidak bergigi. Oleh sebab itu ketika zaman pemerintahan dr. Zaini Abdullah seperti diberitkan Harian Serambi Indonesia 13 Oktober 2016 bahwa Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah, berkomitmen melanjutkan moratorium atau jeda tambang di Aceh.

Sebelumnya, di tahun 2014, Gubernur Aceh telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Aceh Nomor 11/Instr/2014 tentang Moratorium Izin Pertambangan Mineral dan Batubara di Aceh, namun Ingub tersebut akan berakhir pada 30 Oktober 2016. Dampak positif dari moratorium tersebut seperti disebutkan oleh Askkalani, Koordinator Gerak saat itu, bahwa dengan terbitnya Ingub Moratorium Tambang, Pemerintah Aceh telah berhasil menyelamatkan 2.760 hektare (Ha) hutan Aceh, baik yang berada di kawasan Hutan Lindung maupun Hutan Konservasi. Keberhasilan ini tentu saja karena ada itikad baik dari Pemerintah Aceh dan jajaran terkait,

Kendati pun demikian, banyak pula penambang yang tetap mempertahankan aktivitas penambangan emas tersebut. Di Nagan Raya saat itu, meski telah dilarang oleh Pemerintah Kabupaten Nagan Raya serta pihak terkait dari jajaran Pemerintah Aceh sejak bulan Februari 2016 lalu, aktivitas penambangan logam mulia jenis emas yang tersebar di sejumlah lokasi di Kecamatan Beutong, hingga kini masih tetap beroperasi.

Bahkan di bulan Oktober dan November 2017 ini, pemerintah Aceh semakin tegas terhadap para penambang, terutama para penambang ilegal tersebut. Pemerintah Aceh kini terus melarang aktivitas penambangan tersebut, bahak dengan tegas melakukan penangkapan terhadap para penambang, terutama penambang illegal yang menggunakan alat-alat berat seperti beko yang banyak ditemukan di daerah tambang seperti di Geumpang, Pidie dan daerah lainnya.

Kiranya, penertiban dan pelarangan penambang emas secara legal dan illegal di Aceh yang sudah banyak menimbulkan kerugian itu memang harus dilakukan dengan tegas. Saat ini, terbukti bahwa para penambang sudah beramai-ramai menggali kuburan sendiri. Oleh sebab itu tidak elok, apabila mereka juga beramai-ramai menggali kuburan massal untuk masyarakat yang berada di areal tambang dan yang berada di hilir kegiatan tambang. 

Selamatkan alam dan selamatkan umat manusia dan mkhluk lain dari kehancuran lingkungan dan kehancuran ekologi sekarang juga. Belajarlah pada pengalaman dan tragedi karamnya kapal tanker Exxon Valdez yang menumpahkan minyak mentah sebesar 11 juta galon di perairan Alaska, pada tanggal 24 Maret 1989. Tragedi Minamata di India dan bahkan di Indonesia tragedi kerusakan alam yang hingga kini belum mampu teratasi adalah bencana di Lapindo di Jawa Timur. Semoga kita bisa belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun