Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ramai-ramai Menggali Kuburan Sendiri di Aceh

22 November 2017   00:33 Diperbarui: 22 November 2017   10:33 5890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang teman yang berdomisili di Kecamatan Kota Fajar, Aceh Selatan, suatu hari ketika sedang ada acara penataran guru merasa khawatir ketika melihat langit begitu mendung, pertanda hujan akan segera turun. Kekhawatirannya, karena saat itu banjir sedang melanda di kawasan Kabupaten Singkil yang menyebabkan satu bocah usia 3 tahun hilang dibawa banjir itu. Melihat mendung dan mengingat bencana banjir di Kabupaten Singkil dan di Buloh Seuma Trumon Aceh Selatan itu, membuat dirinya waswas bila banjir juga akan melanda tempat kediamannya di Kecamatan Kota Fajar Aceh Selatan. 

Tentu saja tidak berlebihan bila ia merasa waswas dan khawatir, karena selama ini desa dan kecamatan di mana ia tinggal juga sangat sering diterjang banjir. Maka, ia teringat akan anak dan istrinya di kampung serta sejumlah buku yang ia miliki. Ia teringat dengan buku, karena ia pernah kehilangan banyak buku karena banjir.

Lebih lanjut, ia bercerita. Banjir yang terjadi sekarang ini lebih berat. Diakatakan berat, karena banjir bukan hanya air yang mengalir dan menggenangi kampung-kampung, tetapi sekarang ini, setiap kali banjir datang, maka banjir akan selalu membawa lumpur. Jadi, sangat berbeda dengan dulu. Sekarang, selama maraknya penambangan emas di hulu sungai, banjir lumpur merupakan banjir yang mengkhawatirkan bagi masyarakat.

Nah, mendengar cerita mengenai kondisi banjir di kampung teman ini, yang banjirnya membawa banyak lumpur tersebut, maka kala itu ingatan langsung teringat akan tragedi-tragedi yang memilukan yang terjadi di daerah aktivitas penambangan emas tersebut. Tragedi pertama adalah tragedi yang menimpa para penambang itu sendiri. Bila kita hitung-hitung jumlah korban jiwa yang sudah melayang, maka ada berpuluh-puluh orang sudah meninggal. Ada yang berada di daerah tambang emas di Geumpang, Pidie, di Gunong Ujeuen Aceh Jaya dan juga di Manggamat, Aceh Selatan. Ada yang mati tertimbun di dalam lubang ada pula yang meninggal karena serangan berbagai penyakit berbahaya, seperti malaria.

Selain menyebabkan kematian di pihak para penambang, dampak buruk yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar wilayah penambangan adalah terjadi banjir yang membawa lupur, kerusakan hutan, termasuk hutan lindung, serta ancaman kematian karena penggunaan merkuri yang dilakukan swcara bebas oleh para penambang. Akibat dari penggunaan merkuri tersebut maka banyak sungai dan sumber-sumber air tercemar dengan merkuri. 

Sehingga, masyarakat akan kesulitan dalam mendapat air minum dan lainnya yang tidak tercemar oleh merkuri yang sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Bukan saja pada sumber air, tetapi juga pada sumber-sumber makanan yang hayati, seperti ikan dan kerang. Tak dapat dipungkiri, banyak orang yang tidak berani lagi makan ikan sungai atau ikan air tawar, temasuk kerang, karena takut terkena bahaya racun berat merkuri. Jadi, kalau masyarakat sudah takut memakan ikan, udang dan sumber-sumber kehidupan di sungai, maka itu adalah sebuah bencana yang akan selamanya mengancam masyarakat di wilayah daerah tambang emas tersebut.

Konon lagi, aktivitas penambangan emas yang legal dan illegal, baik secara tradisional, maupun modern terus marak dilakukan beroperasi, maka bencana ekologi yang menyebabkan keusakan, dan kematian atau kehilangan nyawa akan terus mengancam generasi Aceh di masa kini dan akan datang. Masyarakat Aceh seakan lupa pada tragedi bencana yang selama ini terjadi seperti banjir bandang, kebakaran lahan dan bahkan bencana tsunami yang pernah menghantam Aceh pada 26 Desember 2004 lalu.

Seharusnya kita bisa belajar dan mengambil pelajaran dari semua bencana yang telah menghantam Aceh tersebut. Namun anehnya, maraknya aktivitas penambangan emas di Aceh ini, terus terjadi walau bencana sudah sering terjadi. 

Semakin marak pula terjadi di masa pasca Aceh damai. Masa damai, seakan menjadi masa yang tepat untuk mengeksplorasi segala sumber daya alam yang ada di Aceh. Mengerikan sekali bukan? Ya, tentu saja mengerikan. Apalagi selama ini berita di media mengenai penambangan emas itu sangat sering. Seringnya pemberitaan mengenai penambangan tersebut, tidak terlepas dari banyaknya aktivitas penambangan emas di Aceh selama ini yang masih sangat marak. 

Maraknya aktivitas masyarakat yang melakukan penambangan emas terjadi di beberapa daerah kabupaten, seperti di Geumpang, Pidie, di Gunong Ujeun, Aceh Jaya, di Kecamatan Beutong, Nagan Raya, di Kecamatan Sungai Mas Krueng Sungaimas, Kecamatan Sungaimas, Krueng Bajikan, Kecamatan Pante Ceureumen, dan Krueng Reuget, Kecamatan Panton Reu. Aceh Barat, di Aceh Barat Daya, dan di Manggamat, Aceh Selatan.

Maraknya kegiatan tambang tersebut, membuat pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh yang melakukan investigasi ke Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya. M. Nur. Direktur Walhi Aceh mengatakan, pertambangan emas di empat desa yaitu Blang Baroe PR, Panton Bayam, Blang Leumak, dan Krueng Cut sudah parah. Pertambangan ilegal tidak hanya terjadi di sungai, tapi juga di halaman rumah penduduk. Ada 65 unit alat berat mengeruk sungai hingga pekarangan rumah warga. Luas pertambangan sekitar 1.108,93 hektare. Mengerikan sekali bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun