Oleh Tabrani Yunis
Guru honor itu, guru yang mulia bukan? Mengapa mulia? Ya, tentu saja. Karena guru honor itu mulia bila dilihat dari apa yang mereka lakukan, yakni mengajar, mendidik, mencerdaskan  dan membangun  akhlak generasi bangsa. Guru honor  itu artinya adalah guru yang mendapat  bayaran atau upah atau gaji dari apa yang ia lakukan. Apalagi kalau melihat makna honor dalam Bahasa Inggris sering diartikan dengan kosa kata, 'menghargai atau sering pula disebut dengan mendapat kehormatan.
Bisa diartikan bahwa mereka adalah orang-orang atau guru-guru yang mendapat kepercayaan dan kehormatan untuk menjadi guru. Dengan kehormatan tersebut, maka para guru honor tersebut juga mendapat kehormatan dalam hal mendapatkan bayaran yang layak. Bayaran yang tidak merendahkan mereka. Idealnya memang demikian. Namun, bila kita lihat fakta yang ada selama ini, para guru honor tersebut, bukan dihargai atau diberikan kehormatan dan mendapatkan bayaran yang terhormat, tetapi selama ini nasib guru honor tidak semanis atau seindah namanya.
Dikatakan demikian, karena nasib guru honor yang mengajar di sekolah-sekolah di Indonesia, baik di sekolah swasta, maupun sekolah negeri, selama puluhan tahun masih dalam kondisi yang tanpa ada kepastian. Nasib guru honor masih memilukan. Ya sangat memilukan. Karena mereka dalam menjalankan tugas dan pengabdian di sekolah-sekolah, Â banyak yang tidak mendapat bayaran atau upah yang layak. Upah yang mereka terima masih jauh dari standard UMR. Bayangkan, ada yang hanya mendapat gaji Rp.500.000 per bulan, bahkan ada yang di bawah itu, misalnya Rp.250.000 sebulan.Â
Pertanyaannya adalah, layakkah ini? Tentu saja sangat jauh dari standard kelayakan dan juga jauh dari standard UMR. Persoalan nasib buruk yang melanda guru honor, bukan saja itu, tetapi banyak hal lain yang juga memprihatinkan. Mereka sering tidak mendapat upah pada waktuny. Kadang-kadang dan bahkan sering mereka mengalami keterlambatan gaji  sampai 3 bulan  atau lebih. Lebih berat lagi, apabila gaji yang mereka terima berdasarkan amprahan per tiga bulan atau lebih. Jadi, secara finansial, guru honor memang sangat tidak mendapat perhatian dan penghargaan. Secara nirfinansial pun guru honor tidak beruntung.
Anehnya, kendatipun nasib guru honor hingga saat ini masih belum beruntung, namun seperti tampak masih sangat menjanjikan. Padahal bila dilihat dari upah yang diterima, jauh dari cukup. Bahkan  sangat rendah, tetapi jumlah guru honor setiap tahun akan terus meningkat jumlahnnya, seperti disebutkan di atas. Kompas.com, 21/03/17 saat ini, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di sekolah negeri terdata sebanyak 674.775 guru honor.Â
Di Aceh, jumlah guru non PNS atau guru honor hampir sama jumlahnya, yakni  ada 14756 orang guru yang berstatus PNS dan  11.552 guru honor. Jadi hampir sama bukan? Realitas ini, menjadi menarik dicermati. Mengapa banyak orang yang memilih menjadi guru honor, ketika mereka sudah tahu bahwa upah atau gaji sebagai guru honor tersebut, sebenarnya sangat tidak menjanjikan. Lalu, mengapa masih banyak orang memilih menjadi guru honor?
Bila kita lakukan identifikasi apa yang melatarbelakangi dan menyebabkan masih tingginya minat orang menjadi guru honor, maka paling kurang ada dua factor penyebabnya. Pertama, para guru honor tersebut melihat bahwa peluang untuk diangkat menjadi guru PNS masih tetap ada, walau kadang ia sudah mengajar lebih dari 10 tahun dan usianya sudah lebih dari 35 tahun, masih tetap menunggu ada pengangkatan. Kedua, mereka tetap bertahan menjadi guru honor, walau honornya sangat kecil dan tak menentu itu, karena tidak bisa melakukan pekerjaan lain. Sehingga, apapun kondisinya tetap terus menanti ada peluang untuk diangkat.
Idealnya, kalau sudah lebih dari 5 tahun menjadi guru honor dan menerima pendapatan yang tidak rasional itu, guru honor harus mengubah haluan. Ya harus mencari jalan lain untuk mengubah nasib. Misalnya dengan memulai aktivitas berwirausaha dengan cara kecil-kecilan dahulu. Bisa dengan membuka usaha di bidang jasa, bisa usaha di bidang produksi. Bahkan bisa menggunakan kemampuan menulis sebagai kegiatan wirausaha. Namun, apa daya, mereka sudah sangat menggantungkan harapan untuk diangkat menjadi guru PNS.
Diseleksi Ulang
Rendahnya upah yang diterima guru honor, bahkan terlambat atau malah tidak dibayarnya gaji guru honor sampai berbulan-bulan, disebabkan oleh ketiadaan dana sebagai akibat dari tidak dianggarkan dalam APBD dan APBK, seperti yang sering dilontarkan oleh Bupati Aceh Barat Daya baru-baru ini. Artinya, pendanaan untuk honor guru honor memang tidak jelas. Pemerintah pun tampak tidak serius mengurus guru honor. Di satu sisi guru honor dianggap membenani anggaran, di sisi lain guru honor terus saja diterima di sekolah-sekolah. Akhirnya persoalan guru honor selama bertahun-tahun tidak pernah selesai dan tuntas. Yang ada masalah guru honor atau guru non-PNS itu sering menjadi komoditas politik bagi para politisi.
Kini, apa yang membuat para guru honor semakin berdebar-debar adalah adanya kabar bahwa di Aceh, dari 8.500 orang guru honor yang dilimpahkan pada Oktober 2016 oleh pemerintah kabupaten/kota se-Aceh kepada Pemerintah Aceh, akan diseleksi ulang. Pelimpahan 8500 guru honor itu ke Pemerintah Provinsi sebagai konsekuensi dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Semua guru kontrak atau guru honor akan diseleksi ulang secara online tahun depan. Dampaknya, masalah ini menjadi perbincangan banyak orang, terutama di kalangan orang-orang yang berempati dan simpati terhadap nasib guru honor ini di Aceh. Menjadi lebih ramai lagi perbincangan itu dengan semakin mudahnya melakukan perbicangan lewat media social. Ada diskusi atau perbincangan soal rendahnya honor yang diterima oleh para guru honor, hingga pada persoalan lain.
Seleksi ulang itu sebagaimana dijelaskan oleh kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs. Laisani di media massa, bahwa  "Seleksi ulang guru honor/ kontrak provinsi itu untuk pemenuhan standar kualitas mengajar demi peningkatan mutu pendidikan dan lulusannya. Rencana tes ulang guru honor/ kontrak itu, menurutnya, merupakan gagasan dan komitmen Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yang disampaikan pada malam resepsi Hari Pendidikan (Hardikda) 2017 di Amel Convention Center, Banda Aceh, Sabtu (30/9) malam.
Lebih lanjut pemerintah kabupaten/kota dulu merekrut guru kontrak, guru honor dimaksudkan untuk mengisi kekurangan guru PNS di SLB, SMA, dan SMK yang sekolahnya baru dibuka maupun yang sudah lama. Pertimbangannya,karena saat itu tidak ada kuota penerimaan guru PNS. Sejalan dengan itu, sejak Januari 2017 sampai sekarang pembayaran honorarium mengajar guru kontrak/ honor non-PNS pada SLB, SMA, dan SMK itu menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh. Tes ulang kemampuan mengajar guru kontrak SLB, SMA, dan SMK itu, dipersyaratkan Gubernur Irwandi harus secara online, seperti pola penerimaan CPNS, agar lebih transparan dan jujur.
 Dengan akan dilaksanakan  tes ulang terhadap 8.500 guru honor di Aceh  pada tahun 2018 nanti, membuat para guru  honor semakin berdebar-debar dan dihantui rasa takut. Karena akan banyak di antara 8.500 guru tersebut yang akan kehilangan lapangan pekerjaan. Hanya  mereka yang memiliki kapasitas yang baik, akan terjaring dan bisa melanjutkan status guru honor, sementara yang kualitas dan kompetensi rendah, walau sudah mengajar puluhan tahun , akan terdepak jauh dari arena pertandingan. Akhirnya, nasib guru honor memang tidak semanis namanya. Oleh sebab itu, para  konta harus sudah mengatur strategi lain atau mencari alternatif selain menjadi guru honor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H