Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tradisi Menanam Pohon di Pulau Koh Yao Yai, Thailand

2 November 2017   22:00 Diperbarui: 3 November 2017   15:42 1854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanam Pohon di Koh Yao Island (Dokumentasi Pribadi)

Pada tahun 2002, Koh Yao Noi memperoleh perhatian dunia setelah menerima Penghargaan Legacy Dunia untuk Kepariwisataan Tujuan dari Conservation International dan majalah National Geographic Traveler untuk program homestay ramah lingkungan yang ditawarkan oleh penduduk setempat. Kegiatan lain yang tersedia di pulau ini termasuk demonstrasi pertanian (karet dan perikanan), kayak, hiking, snorkeling dan berenang. 

Tak satu pun dari pulau-pulau memiliki fasilitas perbankan, namun layanan Internet, restoran dan beberapa toko dapat ditemukan di Yao Noi, termasuk merek baru 7-Eleven dengan pendingin udara yang sangat kuat, kesempatan bagus untuk menenangkan diri dan mendapatkan beberapa minuman manis dan es krim. Jadi jika Anda berencana untuk menginap, ingatlah untuk menarik sejumlah uang tunai sebelum Anda pergi, meskipun ada sedikit kesempatan untuk membelanjakannya! 

Perhatikan bahwa penduduk pulau sangat ingin melestarikan cara tradisional mereka, jadi penting untuk menghormati budaya lokal dengan berpakaian sopan dan menahan diri untuk tidak minum alkohol di luar restoran / resor yang melayani pengunjung". Silakan dibaca lebih lanjut di sini.

Setelah kami mendarat di pulau itu, kami naik angkutan desa, seperti mobil pick up yang atapnya dari terpal dan tempat duduk yang serba minim dank eras itu. Tetapi karena ini adalah daerah atau wilayah baru yang belum pernah kami jelajahi, perjalanan itu menjadi terasa asyik. Sesampai di sebuah tempat pertemuan, kami disambut oleh para remaja yang menggunakan pakaian adat. 

Kami disambut dengan tari selamat datang, seperti yang kita juga sering jumpai di Indonesia kala menyambut kedatangan tamu. Acara penyambutan tamu dan pertemuan dengan para remaja di pulau itu dimulai pada pukul 09.00 waktu Thailand. 

Kami dijamu dengan suguhan air kelapa segar dan kue yang langsung dimasak di tempat pertemuan itu. Usai acara penyambutan dan mendapatkan penjelasan tentang masyarakat penduduk pulau dan luas pulau serta sumber daya alam serta ada istiadat, kami kemudian berkunjung ke sebuah sekolah setingkat SMP. Di sekolah itu kami juga diperkenalkan tentang tradisi masyarakat serta melihat kondisi belajar para siswa di sekolah itu. 

Aku melihat penduduknya banyak penduduk pendatang seperti dari daerah Patani, Thailand, karena ada di antara mereka yang bisa berbahasa Melayu. Nah, sebagai orang yang menggunakan Bahasa Indonesia, aku mencoba berbicara dengan Bahasa Melayu dengan beberapa lelaki di situ.

Ketika sedang bercakap-cakap, beramah tamah, waktu makan siang pun tiba. Kami pun disuguhkan dengan sajian makan siang yang serba seafood itu. Aku yang takut dengan alergi dengan makanan sejenis udang, kepiting maupun cumi-cumi, memilih menikmati sajian ikan goring dan ikan bakar. Bagiku itu sudah sangat memuaskan, dar pada nanti harus menahan gatal karena alergi. Ya, nikmati saja. 

Sementara teman-teman yang lain, dengan sangat lahapnya menikmati sajian makan siang yang cita rasanya tidak jauh berbeda dengan makanan sajian nasi dan gulai dari Indonesia, terutama masakan Aceh yang sering disebut asam pedas dan di Thailand lebih kental dengan sebutan Tomyam itu.

Ada sebuah pelajaran penting tentang kearifan lokal yang berkembang di pulau itu. Ternyata, setiap kali ada datang  tamu berkunjung, ya mungkin kunjungan resmi, bukan untuk traveling, para tamu yang datang wajib menanam pohon. Kami dan rombongan, masing-masing harus menanam pohon yang sudah disediakan oleh panitia atau warga yang menyambut kami. 

Setao pohon yang disediakan sudah disiapkan nama, termasuk namaku. Kami menanam pohon di pinggir jalan yang banyak ditumbuhi pohon-pohon kelapa itu. Sontak saja, setiap peserta dari rombongan kami masing-masing memasang nama dan sekaligus mengabadikannya dalam foto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun