Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wow, Gerakan Literasi di Aceh Makin Menggeliat

31 Oktober 2017   01:21 Diperbarui: 31 Oktober 2017   09:39 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh sebab itu kegiatan seminar  setengah hari  yang menghadirkan tiga pembicara utama masing-masing Prof.DR. Gufron Ali Ibrahim, MS, kelahiran Ternate, Prof. Teungku Silvana Sinar, dari USU Medan dan DR. Satria Dharma, penggagas literasi dari Surabaya membangkitkan lagi kesadaran kita. Seminar yang diikuti oleh lebih kurang 350 peserta dari kalangan dosen, guru dan mahasiswa FKIP Bahasa dan sastra Indonesia, serta peserta umum lainnya, membuka mata kita, betapa bangsa ini sangat lalai dalam membangun literasi yang menjadi kewajiban, kebutuhan untuk menjadi bangsa yang beradab. Tidak dapat dipungkiri bahwa presentasi yang disajikan oleh masing-masing narasumber yang sudah sangat ahli dalam bidang literasi menghentak kesadaran para peserta akan pentingnya membangun literasi.

img-2579-jpg-59f76d8ac226f94fa86118f2.jpg
img-2579-jpg-59f76d8ac226f94fa86118f2.jpg
Dua narasumber yang tampil pertama,masing-masing Prof. Dr. Silvana Sinar dan Prof. Dr. Gufron Ali Ibrahim mengingatkan akan pentingnya literasi dalam membangun bangsa yang beradab. Prof. Gufron yang memaparkan persentasinya dengan judul ' Daya baca Tulis, Alas Budaya Literasi memaparkan banyak hal. Beberapa hal yang sangat menari adalah terkait tipologi bisa dan biasa baca tulis masyarakat Indonesia. Beliau membagikannya ke dalam empat type.

 Type yang paling bawah adalah type tidak ada buku, tidak bisa baca tulis yang sering kita sebut dengan buta aksara. Jumlah buta aksara di Indonesia menurut data disebtak berjumlah 3.4 juta jiwa atau sekitar 2.07 persen. Type kedua adalah type malas baca yang jumlahnya lumayan besar. 

Type ini kondisinya ada buku, tidak biasa baca-tulis. Type ke tiga, adalah type yang paling besar jumlahnya, yakni masuk pada kondisi ada buku, tetapi baca-tulis kalau dipaksa. Ya, type Terpaksa baca tulis. Sementara type yang paling atas adalah tyoe yang masih tergolong kecil, yakni baca-tulis sudah biasa. Kondisinya, ada buku, suka dan biasa baca-tulis. Hal yang menyedihkan dalam hal literasi ternyata dalam kurun waktu 3 tahun, indeks literasi bangsa kita  untuk membaca hanya naik satu poin. Jadi sangat memprihatinkan budaya baca tulis kita.

Pada sesi kedua seminar ini, Dr.Satria Dharma tampil solo yang mengajak para peserta seminar melihat derajat perintah membaca. Bagi umat Islam, perintah membaca atau iqra adalah perintah yang tertinggi dan utama. Sesuggguhnya umat Islam adalah umat yang istimewa yang mendapat perintah dari Allah untuk membaca (iqra).  Perintah yang disampaikan kepada nabi Muhammad sebagai wahyu yang pertama. Iqra adalah petunjuk Allah agar umat Islam menjadi umat memiliki banyak pengetahuan dan ketrampilan dan peradaban Islam.

 Kekuatan Iqra tersebut bagi  umat Islam, sudah banyak melahirkan ilmuan-ilmuan besar seperti Ibnu Sina dan lain-lain. Namun, sayangnya, secara factual, hingga kini banyak sekali umat Islam, terutama yang berada di Indonesia  yang mayoritas Islam  meninggalkan perintah iqra. Akibatnya, bangsa ini menjadi bangsa yang selalu tertinggal,  bukan hanya  di bidang literasi, tetapi juga dibidang lainnya, termasuk sain dan teknologi. Buktinya, survey Bank Dunia, seperti yang disampaikan oleh Sri Mulyani, dalam bidang sain kita tertinggal jauh, 75 tahun. Tentu kondisi semacam ini tidak bisa dibiarkan, bila kita ingin membangun kehidupan bangsa Indonesia yang beradab dan bermartabat, negari yang maju dan tiak menjadi bangsa pecundang.

Kiranya, masih belum terlambat. Ya, tidak ada kata terlambat. Maka semua kekuatan, potensi yang saat ini sudah tumbuh, harus secepatnya digerakan dalam irama yang semakin cepat, bersama dan bersinergi. Pemerintah, selayaknya menyediakan bacaan-bacaan yang menarik untuk dibaca di sekolah-sekolah, pojok baca-pojok baca, pustaka desa dan sebagainya. Begitu pula dengan masyarakat, harus dengan penuh partisipasi memulai membudayakan budaya baca dari rumah. Mengajak dan memotivasi anak sejak usia dini untuk membaca, dengan pertolongan orang tua dan sebagainya. Kini saatnya kita bangkit, mencerahkan dan mencerdaskan bangsa dengan literasi. Ya, mulailah membaca dari rumah. Dr. Satria Dharma, bahkan memberikan contoh dan cara mempraktikan membaca bagi anak-anak usia dini.

Yang jelas, apa yang dilakukan kemarin di auditorium FKIP Unsyiah tersebut merupakan seminar yang memperkuat gerakan literasi di Aceh untuk mengantarkan rakyat Aceh dan Indonesia menjadi bangsa yang berbudaya baca dan bangsa yang berdaya saing tinggi serta mampu menghadapi tantantang global yang semakin sengit ini. Hidupkan literasi, hidupkan budaya baca. Biasakan membaca, hingga membudaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun