POTRET, kata yang terpampang di depan toko yang bersambung dengan POTRET Gallery itu, sering membuat orang-orang yang lewat di depan toko itu salah kira. Banyak yang berhenti dan masuk ke toko untuk mencetak foto. Banyak pula yang berhenti untuk minta difoto atau minta jasa pemotretan pada pesta. Ya, pokoknya mereka mengira kantor POTRET itu segala sesuatu yang berkaitan dengan photografi. Tentu tidak salah, karena ketika melihat atau membaca kata POTRET itu konotasinya memang pada fotografi. Apa lagi, memang kata POTRET itu sendiri aslinya dalam bahasa Inggris disebut Potrait, yang berarti foto.
Selain terpampang di papan nama toko, tulisan POTRET juga ada di stickers yang melengket di badan atau dinding mobil. Malah ada tulisan tentang POTRET yang membuat orang semakin bertanya- tanya mengapa tidak boleh dibaca? Ya, karena di belakang mobil ada tulisan " Awas POTRET Jangan (hanya) dibaca. Jelas saja, kalau kalimat ini mengundang tanda tanya banyak orang, bahkan banyak yang mengingat dan menyebut- nyebut kalimat itu.Â
Padahal, itulah cara kami membuat orang mengingat POTRET. Biasanya orang ( masyarakat) kita kalau dilarang, akan bertanya " mengapa tidak boleh? Wajar saja, setiap kali aku bertemu orang-orang yang sudah mengenal POTRET, banyak yang berkata, Awas POTRET. Ya, bagiku itu menarik. Bagaimana tidak ya, kata dan kalimat itu sudah mengendap dalam pikiran atau ingatan banyak orang. Pokoknya, POTRET sudah semakin banyak dikenal orang. Bukan saja di Aceh, tetapi juga di luar Aceh.
Apa lagi setelah dipasang papan nama dengan POTRET Gallery, orang- orang mengira di dalam POTRET Gallery tersebut terdapat banyak pajangan foto seperti di Gallery foto yang ada di museum atau pasar seni dan sebagainya. Sama sekali tidak begitu.
Kendati banyak orang yang salah kira atawa saah sangka, sebenarnya juga menguntungkan bagi POTRET Gallery. Salah sangka itu juga menimbulkan rasa ingin tahu orang. Dengan rasa ingin tahu, mereka singgah ke POTRET yang langsung bisa melihat barang-barang yang ada di POTRET Gallery. Bahkan menyempatkan diri untuk belanja di POTRET Gallery. Jadi, bisa mengenal POTRET Gallery lebih dekat. Begitu juga dengan majalah POTRET dan Anak Cerdas. Karena majalah ini juga tersedia di POTRET Gallery.
Terlepas dari itu semua, POTRET yang berasal dari bahasa Inggris itu, bukanlah seperti apa yang dikira banyak orang. POTRET yang satu ini adalah nama sebuah majalah perempuan yang mulai digagas penerbitannya pada tahun 2000, lalu baru bisa terbit pada tahun 2003, setelah mendapat dukungan dari sebuah LSM di Jerman saat itu. Peluncuran edisi perdana yang masih berbentuk newsletter ditetapkan sebagai hari pertama terbit pada tanggal 11 Januari 2003, walaupun sebenarnya proses penerbitan edisi pertama sudah jauh lebih lama dari waktu launching.Â
Biasalah, menerbitkan media alternatif yang tidak memiliki kekuatan pendanaan yang kuat seperti media mainstream lainnya. Maka, POTRET sebagai majalah perempuan yang lahir dari sebuan keprihatinan terhadap masalah literasi di kalangan perempuan, terutama perempuan akar rumput (grassroots) di Aceh yang miskin secara intelektual itu, terbit agak terlambat saat itu.
Hal itu tidak jadi masalah, apalagi karena tidak ada yang memaksa agar segera diluncurkan. Namun keberadaannya sangat penting bagi upaya pemberdayaan perempuan secara intelektual. Ya, olehsebab itu POTRET memang hadir sebagai media belajar bagi perempuan, karena lewat penerbitan majalah ini perempuan dapat menjadikan majalah POTRET sebagai wadah untuk belajar merangkai kata, merangkai kalimat menjadi tulisan-tulisan yang mencerahkan. Â Menjadi penting kehadiran majalah ini, karena majalah POTRET menjadi tempat bagi perempuan, terutama perempuan akar rumput mengekspresikan pikiran, perasaan dan masalah-masalah yang sedang menreka hadapi.Â
Bukan hanya itu, tetapi juga untuk mengekspresikan rasa suka dan harapan serta hal lain yang mereka inginkan. Selain itu, dengan adanya majalah POTRET ini, para perempuan bisa ikut mempromosikan potensi diri serta usaha-usaha kecil yang mereka lakoni dipromosikan di majalah POTRET. Tentu tidak kalah penting pula bahwa majalah POTRET adalah majalah yang memiliki fungsi advokasi, dimana segala macam masalah yang dihadapi kaum perempuan akar rumput bisa diadvokasi lewat tulisan di majalah ini.Â
Maka, wajar kalau pada mulanya, majalah ini menggunakan tagline, media perempuan Aceh dan kemudian setelah terus berkembang, menggantikan tagline dengan yang lebih nasional, yakni media perempuan kritis dn cerdas. Jadi semua orang bisa menjadi bagian dari majalah yang satusatunya  majalah perempuan yang terbit di Aceh dan beredar nasional.
Sebagai media atau majalah alternative, Â kelahiran majalah ini memang untuk memberdayakan perempuan miskin dan marginal di Aceh, bukan untuk kepentingan bisnis yang berorentasi mencarui uang dalam artian business oriented or profit oriented, tetapi untuk mencapai mimpi membangun gerakan menulis di kalangan perempuan.Â
Keberadaan  POTRET ingin memotret kehidupan perempuan akar rumput yang marginal dan miskin. Apalagi pada saat itu, di tahun 1990 an kondisi kehidupan kaum perempuan masih sangat sarat dengan perlakuan diskriminatif yang kemudian kita kenal dengan persoalan ketidakadilan gender, ketidaksetaraan gender dan sebagainya itu, ditambah lagi dengan suasana konflik Aceh, kondisi perempuan Aceh semakin buruk. Bahkan bila saat itu kita melihat angka kemiskinan, maka bisa jadi 90 persen dari angka atau jumlah orang miskin di Aceh itu adalah perempuan.Â
Kemiskinan perempuan bukan saja, dalam bentuk kemiskinan harta benda, tetapi kemiskinan dasar yakni kemiskinan intelektual. Akibat rendahnya akses perempuan terhadap pendidikan dan juga sumber belajar dan informasi seperti media cetak dan lain-lain.
Kenyataan yang ada pada saat itu, ketika perempuan banyak yang hidup dalam kemiskinan, tidak punya banyak akses dan kontrol terhadap media, maka kala itu kita sulit mencari tulisan para perempuan di media massa seperti majalah dan surat kabar. Kalau tulisan tentang perempuan yang ditulis oleh laki-laki ya banyak, tetapi yang ditulis oleh perempuan sangat sulit ditemukan.Â
Oleh sebab itu, berangkat dari persoalan itu, kemudian Centre for Community Development and Education (CCDE) sebagai sebuah LSM yang concern dan bekerja untuk memberdayakan dan penguatan perempuan, mengambil langkah kongkrit untuk membangun literasi di kalangan perempuan Aceh.Â
Langkah pertama yang dilakukan adalah memotivasi perempuan untuk belajar lewat kegiatan pendidikan alternatif, berupa pelatihan penyadaran, pelatihan ketrampilan seperti pelatihan manajemen usaha, pelatihan komunikasi, pelatihan kepemimpinan, pelatihan gender dan pelatihan menulis. Dengan bekal pengetahuan tersebut, perempuan diajak menuangkan idea atau gagasan, masalah dan bahkan segala perihal mengenai masalah perempuan dalam tulisan- tulisan yang ringan dan sederhana, hingga yang berat dan padat.
Dalam perjalanannya sejak penerbitan edisi perdana, sebagai majalah yang bukan untuk bisnis, maka gerak langkah majalah ini tidaklah mulus benar se[erti media atau majalah mainstream yang terbit di Ibu kota Jakarta yang didukung oleh banyak iklan. Majalah POTRET terbit tanpa iklan. Sebuah media terbit tanpa iklan, adalah sebuah hal yang dianggap sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Ya,  bagaimana majalah bisa terbit tana ada dukungan sumber dana dari iklan. Itulah yang terhadi pada majalah ini. POTRET hidup dan bermetamorfosis menjaga  independensi dengan terus mengawal berjalannya visi pada track yang tepat dan benar. Alhamdulillah majalah POTRET bisa terus terbit hingga kini, walau tidak tepat waktu dan seperti sedang bernafas dalam lumpur atau hidup enggan, mati tak mau.
Lalu, apa yang membuatku dan lembaga Center for Community Development and Education (CCDE)Banda Aceh hingga kini masih belum mau berhenti atau menutup penerbitan ini, padahal saat ini sudah sangat banyak media cetak yang karena tidak menguntungkan secara finansial, lalu collapse dan bubar? Â Salah satu jawabnya adalah, karena impian untuk membangun gerakan menulis di kalangan perempuan itu masih belum selesai.Â
Selain itu, menerbitkan majalan ini bagi aku dan lembagaku adalah sebuah bentuk belajar pada garis konsistensi dan atau istiqamah. Walau, sebenarnya majalah ini memang harus menjadi bagian dari gerakan perempuan di Aceh dan Indonesia, dalam kenyataannya tidak dianggap sebagai bagian dari gerakan perempuan, karena gerakan perempuan di Aceh dan bahkan di Indonesia tidak melihat majalah ini sebagai alat untuk memperkuat gerakan perempuan. Ya, sudahlah.
Namun, bagiku dan bagi lembaga yang menerbitkan majalah ini, hal semacam itu tidak membuat aku dan CCDE surut dan langsung menghentikan penerbitan majalah ini. Majalah ini harus tetap terbit, walau tidak bisa tepat waktu seperti idealnya sebulan sekali. Bahkan kini edisi 81 yang seharusnya sudah terbit, namun hingga kini masih hanya sebagai file yang sedang menanti datangnya keberuntungan.
Tak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya menerbitkan majalah semacam POTRET ini banyak dikatakan sebagai pekerjaannya orang "gila". Agar majalah POTRET dikenal oleh banyak khalayak, di Aceh, luas Aceh dan bahkan luar negeri, berbagai macam upaya sudah dilakukan sejalan dengan perkembangan zaman, perkembangan trend teknologi informasi dan komunikasi, POTRET tetap setiap waktu menampakan diri di media social dan lainnya.Â
Bahkan, dalam setiap kalai perjalanan, di daerah, nasional, bahkan luar negeri, majalah POTRET selalu dibawa serta. Aku selalu membawa majalah POTRET untuk diperkenalkan kepada banyak orang dalam seminar-seminar di tingkat local dan nasional. Lebih dari itu, di setiap aku mendapat kesempatan ke luar negeri, aku juga membawa serta majalah POTRET. Aku merasa bangga dan bahagia karena bisa menerbitkan majalah POTRET dan hingga kini masih belum berniat berhenti.
Pendek kata, selama ini kemana pun aku pergi, majalah POTRET selalu ikut bersamaku. Mengapa demikian, karena aku merasa sudah sangat menyatu. Aku ingat pada tahun 2007, ketika aku menjadi nara sumber dalam sebuah seminar tentang Aceh di Helsinki University dan di Abo Academy di Turku, Finlandia, aku membawa majalah ini dan aku masukan sebagai salah satu isi presentasiku.Â
Pada tahun yang sama, di akhir Juni hingga Juli 2007 majalah POTRET juga kubawa serta ke Miami, Floruda. Begitu juga kala aku hadir di Negara-negara lain, baik di Negara-negara Asia dan bahkan ke Canada dan Timor Leste di tahun 2012, POTRET elalu kubawa. Pokoknya, kemana pun ke penjuru dunia, POTRET tetap kubawa. Begitu cintanya aku terhadap majalah ini. Terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H