Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi Guru yang "Entertainer"

29 Oktober 2017   00:23 Diperbarui: 29 Oktober 2017   22:25 3527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru masuk ke kelas untuk mengajar membawa sejumlah materi pelajaran yang kerapkali tidak memperhatikan kebutuhan atau keinginan peserta didik. Proses pembelajaran yang terjadi mengesampingkan prinsip-prinsip demokratis. Padahal, para siswa sangat menyukai guru yang bisa menjalankan proses pembelajaran yang demokratis.

Di samping perlunya demokratisasi dalam sistem pembelajaran di sekolah, para siswa sebenarnya sangat menyukai dan memfavoritkan guru-guru yang di mata mereka  tergolong kreatif. Mereka senang dengan guru-guru yang gemar berinovasi, menciptakan dan menemukan hal-hal yang baru yang dibawa ke dalam setting pembelajaran. 

Para siswa juga sangat senang dengan guru-guru yang  suka bergaul (supel) terhadap peserta didik. Para siswa juga sangat senang dengan guru-guru yang humoris. Mereka juga sangat senang dengan guru yang mau dan terbuka terhadap kritik., tidak pemarah dan banyak lagi hal-hal yang disukai anak. Mereka ingin dihargai, tidak mau dipermalukan. Mereka ingin bisa diperhatikan dengan banyak memberikan peran-peran yang dapat melibatkan mereka dalam sebuah proses pembelajaran.

Sadar akan kebutuhan siswa yang demikian, saya melakukan beberapa hal yang dapat dikatakan kreatif dan inovatif serta menantang. Banyak hal yang saya coba praktekkan sejak saya mulai mengajar di SMA negeri 3 Banda Aceh. Akan tetapi hal yang pertama saya lakukan adalah menumbuhkan minat para siswa atau menyemai rasa cinta siswa terhadap pelajaran yang saya ajarkan. Sebab , seperti juga kata orang dalam sebuah bait lagu, kalau cinta sudah melekat, segalanya bisa diperbuat. Untuk menumbuhkan minat atau menyemai cinta tersebut kiranya tidaklah terlalu sulit. Cukup gampang. Yang penting para guru sebelum melakukan hal semacam ini sudah sejak dahulu mau melakukan self development. Banyak cara dan pendekatan yang bisa menumbuhkan rasa cinta itu. 

Agar cinta itu tumbuh dan bersemi. Cinta itu bukan tumbuh karena ketampanan, saya tidak memeiliki tampang yang gagah dan taman. Tetapi  saya berusaha tampil dengan mengedepankan kemampuan berbahasa, kekayaan strategi dan metodologi pembelajaran yang dapat menarik minat dan memikat siswa. Kekayaan strategi, metodologi dan kemampuan berbahasa Inggris yang diwarnai joke-joke segar, membuat para siswa betah belajar. Bukan hanya pada jam-jam pertama di pagi hari, tetapi tetap segar di waktu siang hari, tatkala perut yang lapar dan pikiran yang selalu tertuju ke rumah, para siswa tetap bertahan dan lengkap di kelas.

Kepuasan siswa adalah sesuatu yang harus saya berikan. Maka, saya mencoba melakukan banyak hal yang bisa membuat para siswa senang dan puas. Berbagai cara bisa dilakukan. Namun hal yang paling penting menurut saya dilakukan sebelum melangsungkan proses pembelajaran adalah mendemokratisasikan sistem pembelajaran bahasa Inggris. Agar bisa berjalannya demokratisasi maka strategi yang ssaya jalankan adalah dengan menggunakan sebuah pendekatan yang partisipatoris. 

Saya melibatkan semua siswa untuk mengidentifikasikan masalah-masalah  yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran. Masalah itu dianalisis bersama. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, mengapa hal itu bisa terjadi ? Lalu, apa yang sudah anda lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kemudian, agar masalah --masalah ini tidak terulang lagi, maka menurut anda bagaimana sistem pembelajaran yang anda inginkan ?

Keinginan dan kebutuhan siswa bisa sangat berbeda dengan konsep yang kita bawa. Namun. Oleh sebab itu, saya berusaha memahami keinginan dan kebutuhan siswa. Kemudian bersama-sama para siswa dibangun sebuah konsensus yang harus dijalankan selama proses pembelajaran. Konsensus yang dibangun merupakan sebuah kontrak belajar.   

Di  dalam  kontrak belajar tersebut bersama para siswa dibangun kesepakatan-kesepakatan akan aturan main dalam pembelajaran bahasa Inggris selama satu semester. Aturan-aturan yang disepakai misalnya, proses pembelajaran bahasa Inggris hanya menggunakan satu bahasa, yakni bahasa Inggris. Setiap siswa wajib hukumnya berbahasa Inggris selama proses belajar berlangsung. Lalu, kalau ada yang menggunakan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran bahasa Inggris tersebut disepakati agar diberikan sangsi. Setelah konsensus ini terbangun, maka proses pembelajaran pun berlangsung. Ini adalah satu hal yang selalu saya bangun tatkala mulai mengajar bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Banda Aceh.

Setelah konsensus yang demikian terbangun, maka pembelajaran bahasa Inggris baru bisa dijalankan. Tidak hanya cukup konsensus, akan tetapi bagaimana konsensus itu bisa dijalankan. Maka, saya tetap konsisten. Apabila ada yang melanggar, cukup diingatkan bahwa ini adalah konsensus bersama. Sudah lebih dari 9 tahun pendekatan ini diterapkan. Dan saya  berusaha membawa English language setting and atmosphere ke dalam kelas. Para siswa sepakat untuk menggunakan bahasa Inggris 100 % di kelas. 

Dan mereka bersedia membayar denda. Seratus rupiah harus mereka keluarkan dari kocek per kata, apabila mereka  berbicara dalam bahasa Indonesia selama proses belajar bahasa Inggris. Denda ini, walau kadang sering memberatkan siswa, namun sudah lebih 9 tahun pendekatan ini diterapkan, belum ada satu orang tua pun yang menyatakan keberatan dengan cara ini. Karena kenyataannya, seluruh siswa  di kelas-kelas yang saya asuh, selalu saja menyapa saya dengan penuh keakraban dalam bahasa Inggris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun