Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jaminan Kesehatan itu Membantu Semua Orang

24 Oktober 2017   22:37 Diperbarui: 25 Oktober 2017   09:26 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang, ya semua orang, tua, muda, laki-laki dan perempuan, kaya, apalagi miskin, tidak ingin atau tidak mau sakit. Karena sakit itu memang menyakitkan, membuat seseorang sangat menderita. Apalagi kalau mengidap penyakit-penyakit tertentu yang berat dan sulit disembuhkan serta membutuhkan pengobatan dan penyembuhan dalam waktu yang lama. Sakit itu, betul-betul membuat orang sangat menderita. Jangankan sakit berat, sakit ringan saja, tidak ada yang mau. Namun, dalam hidup kita, sakit dan sehat itu memang sudah sunatullah. 

Tidak mungkin kita tidak akan sakit. Setiap orang akan mengalami sakit. Tidak di masa kecil, mungkin di masa remaja, di masa dewasa dan bahkan pasti di masa tua. Tubuh kita, pasti tidak selamanya akan sehat dan kuat,  pencernaan kita juga tidak akan selamanya mampu memamah atau memproses semua makanan yang masuk ke perut. Pasti akan ada waktu dan penyebab kita sakit perut atau asam lambung dan sebagainya. Penyebabnya ya, macam-macam. Ada yang berasal dari dalam diri kita, karena gaya hidup dan pola makanan dan minuman, maupun karena factor lain di luar diri.

Sakit, juga bisa dialami seseorang karena musibah, misalnya karena kecelakaan di jalan raya yang menyebabkan patah, luka-luka dan sebagainya. Bisa pula karena musibah kebakaran, bahkan bencana alam yang membuat banyak otang menderta. Pokoknya, sakit itu adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Ibarat kenderaan, seperti sepeda, sepeda motor dan mobil serta alat transportasi lainnya, pasti akan mengalami masa-masa aus yang membuat kenderaan itu tidak bisa beroperasi. Begitu pulalah tubuh kita, yang juga akan mengalami sakit.

Nah, karena sakit itu memang akan mengancam kita, maka tidak salah kalau banyak orang, baik ayah dan ibu, keluarga, masyarakat dan pemerintah, selalu mengingatkan kita untuk menjaga kesehatan. Bahkan di rumah, di sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan, mengajarkan kita untuk hidup sehat, agar terhindar dari penyakit. Kita sering diingatkan dan dianjurkan untuk merawat diri, membersihkan semua bagian tubuh agar tidak sakit. Dalam ajaran Islam, kita selalu dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan dan bahkan Rasulullah, Muhammad saw, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallah 'alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang, "Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara.Yang salah satunya adalah kita menjaga waktu sehat sebelum datang waktu sakit.

Selain itu, dalam masyarakat global, pasti masih banyak anjuran untuk menjaga kesehatan itu diberikan. Bukan hanya anjuran, tetapi juga diajarkan dan dibuat program-program tertentu, seperti program Indonesia sehat dan sebagainya. Pokoknya, mencegah penyakit dengan ungkapan, preventif itu lebih baik dari pada kuratif. Ya, sekali lagi. Cegahlah penyakit itu. Kerana kalau sakit, kita akan sangat menderita. Kenyataan sakit itu sudah tak terbantahkan. Lihat saja, begitu banyak orang yang saat ini harus menginap atau dirawat di rumah sakit. 

Bila kita bezuk ke rumah sakit, kita akan merasa sedih dan pilu melihat penderitaan mereka yang sakit. Penderitaan itu, bukan saja disebabkan oleh penyakit yang ia derita, tetapi juga karena kemampuan untuk berobat yang membuat orang sakit dan keluarga si sakit tidak mampu berobat, karena factor biaya berobat yang mahal itu. Apalagi kalau kualitas pelayanan kesehatan itu sangat ditentukan seberapa tebal kocek yang anda punya.  Karena kenyataannya, yang punya uang yang banyak, yang mampu mendapatkan pelayanan kesehatan dan penyembuhan yang maksimal. Bagi yang miskin?

Sangat banyak cerita, fakta yang memilukan tentang nasib orang miskin yang tidak mampu berobat. Kemiskinan memaksa orang sakit tidak berobat ke rumah sakit. Kemiskinan itu membuat orang miskin pasrah menderita penyakit.  Penderitaan orang miskin melawan penyakit bahkan sudah banyak ditulis atau difilmkan orang. Barangkali di antara kita ada yang sudah pernah membaca buku " Orang Miskin Dilarang Sakit?". Sebuah buku yang ditulis oleh Eko Prasetyo, yang juga menulis buku "Orang Miskin Dilarang Sekolah" terbitan Resist Book, Jogjakarta, tahun 2004 itu, merupakan buku yang lahir terinspirasi dari hasil amatan dan survey terhadap persoalan nasib orang miskin yang tidak mampu mendapatkan pelayanan kesehatan karena mahalnya biaya berobat di rumah sakit.

Ya, bukan saja pada biaya pelayanan dan obat-obatan, tetapi juga mahal pada biaya-biaya hidup saat pengobatan. Akibatnya, banyak orang yang tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan secara optimal, konon lagi bagi kaum miskin. Pasti tidak mampu berobat ke rumah sakit, atau ke praktik dokter sore yang sudah memiliki tarif pemeriksaan sendiri itu.

Berbicara soal penderitaan orang miskin yang sakit, kiranya aku tidak perlu mencari contoh yang jauh. Aku teringat pada nasib ayah dan ibuku. Pada tahun 1983, ayahku yang sehari-hari menjalankan hidup sebagai buruh kasar, di usia 50 an tahun jatuh sakit. Ia mengalami stroke dan menyebabkan ayah tidak bisa bangun. Ia terbaring lemah di tempat tidur. Ingin berobat ke dokter, tidak punya uang. Akhirnya hanya mencari dukun-dukun kampong untuk mengobati ayah. Aku saat ini masih bersekolah di SPG Negeri Banda Aceh, hidup di perantauan. Ayahku sekian lama terbaring ditempat tidur. Untung ibuku setia merawatnya. Ayah kemudian meninggal pada tahun 1986.

Nasib serupa juga dialami ibu. Entah factor usia, ibu pun sakit dan tidak mampu lagi bangkit. Ibu sakit hampir satu tahun. Juga hanya terbaring di tempat tidur dan tidak mampu berobat ke rumah sakit, maupun ke dokter. Pernah aku bawa ke dokter penyakit dalam, teranyata pencernaan ibu sudah tidak berfungsi dengan baik. Tetapi tidak berobat rutin ke rumah sakit. Alasannya, ya ketiadaan biaya. Ibu pun meninggal di tahun 2002.

Pengalaman yang juga tidak kalah pilunya adalah ketika anakku yang pertama, Albar Maulana Yunisa ( sudah meninggal/hilang saat tsunami), ketika berusia 8,5 bulan, tiba-tiba sakit. Ia mengalami sakit perut. Ternyata mengalami sakit yang disebut dengan invaginasi, yang sering disebut dengan usus berlipat. Ia harus dimasukan ke rumah sakit. Kemudian dokter mengatakan ia harus segera dioperasi yang dalam Bahasa kedokteran disebut dengan cito. Apa yang membuat aku harus menangis, selain karena melihat keadaannya yang sudah sangat parah, kala itu pula aku tidak punya uang, dompetku benar-benar kering. Sementara anakku harus aku bawa ke dokter pagi-pagi benar. 

Untung ada temanku, Sayuti Cut Adek yang juga baru menampati rumah RSS seperti yang aku tempati. Aku meminjam uang padanya dan ia memeberikan pinjaman kepadaku sebanyak Rp 30.000,- saat itu. Aku membawa anakku ke rumah dr.Nurjanah, dokter spesialis anak dan aku saat itu membayar Rp 20.000,- berarti uang yang tersisa hanya Rp 10.000,-. Anakku Albar harus masuk rumah sakit pagi itu. Aku benar-benar linglung. Padahal statusku sudah PNS, sebagai guru SMA Negeri 3 Banda Aceh. Artinya aku sudah punya jaminan Askes. 

Namun, entah mengapa, aku seperti orang yang sudah kehilangan akal. Apalagi kata dokter, Albar harus dioperasi hari itu. Ya Allah. Aku benar-benar merasa sangat berat menghadapi cobaan itu. Alhamdulillah, dalam musibah itu, Allah menunjukkan kebesarannya. Aku mendapat banyak rahmat Allah. Banyak orang yang datang membantuku, memberikan aku kemudahan. Bahkan selama sebulan di rumah sakit, dokter menyatakan sudah boleh pulang. Aku bersyukur pada saat itu punya kartu Askes dan akhirnya semuanya ditanggung Askes, kecuali biaya hidup sehari-hari. Ini adalah hikmah di balik musibah yang aku alami saat itu. Untunglah aku punya jaminan kesehatan ASKES saat itu yang membantu semua biaya dan obat-obatan di rumah sakit. Bayangkan apa yang akan terjadi padaku bila tidak memiliki ASKES saat itu?  Semakin buruk bukan?

Pengalaman sakit itu yang mengharuskan untuk mendapat perawatan dan menginap di rumah sakit, bukan saja dialami oleh anakku. Pada tahun 2015, aku sendiri yang sakit dan harus menjalani operasi. Dokter mengatakan aku menderita sakit usus buntu dan juga disarankan segera untuk dioperasi. Padahal, saat itu, aku akan berangkat ke Bangkok untuk ikut rapat. Namun, kata dokter, sebaiknya operasi dulu. Takut di jalan kambuh dan akan menjadi masalah besar. 

Akhirnya, aku ke praktek dokter bedah dan diputuskan untuk operasi esok harinya. Untung, saat itu kondisi keuanganku tidak seperti ketika anakku Albar mengalami invaginasi. Kondisi keuanganku jauh lebih baik. Apalagi aku sudah mengantongi jaminan kesehatan yang bukan saja BPJS, tetapi juga ada asuransi kesehatan yang aku ikuti pasca bencana tsunami. Dengan fasilitas BPJS, sesuai dengan pangkat golongan IV, aku diberikan ruang yang sesuai. Namun, aku mengambil ruang VIP karena aku bisa membayar kekurangan dengan asuransi tersebut.

Pengalaman --pengalaman ini, semakin membuatku sadar, bahwa sakit itu datang, tanpa disangka dan selalu akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, aku dengan sadar harus menyiapkan diri, kesiapan jaminan atau asuransi kesehatan agar kelak tidak menyusahkan anak dan isteri atau menyusahkan diri sendiri, ketika anak dan istri sakit. Aku bersyukur kepada Allah, karena pasca bencana tsunami, aku diberikan rezeki lebih dibandingkan dulu sebelum tsunami yang membuat aku punya asuransi kesehatan, BPJS. Namun demikian, yang paling penting adalah tetap menjaga kesehatan, mengatur pola makan yang sesuai serta berolah raga yang proporsinal. Jaga sehat, sebelum sakit.

Maka, berangkat dari semua pengalaman di atas, selain kita wajib menjaga dan merawat diri untuk hidup sehat, agar tidak mengalami kesulitan besar untuk biaya mengobatan, kita memang harus membuat program jaminan kesehatan, berupa asuransi kesehatan sepertihalnya BPJS yang kini konon semakin mudah diakses oleh siapa saja dan kapan saja, karena saat ini sudah tersedia aplikasi JKN dari BPJS kesehatan yang bahkan bisa diunduh di Google Play atau Apple store. Bila kita tidak bisa melakukannya, tentu kita punya orang yang tahu mengunduh dan mendapatkan aplikasi tersebut. Pokoknya, jangan abaikan persiapan untuk menghadapi kondisi yang buruk. Bila saat ini ada uang yang banyak, sebaiknya untuk merencanakan jaminan kesehatan. Percayalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun