Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hak Pejalan Kaki Terus Dikebiri

8 Oktober 2017   20:46 Diperbarui: 9 Oktober 2017   10:15 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan, setelah ada pekerjaan memangkas taman yang dibuat di sisi jalur, seringkali potongan rumput di atas track tidak dibuang dan dibiarkan kering di atas track tersebut. Maka, jangan heran kalau di atas jalur ada banyak sampah daun dan lainnya yang kadangkala menutupi jalur pejalan kaki tersebut. Hebatnya, kota ini sudah mendapat dan merebut piala Adipura sebanyak 9 kali berturut-turut. Jadi aneh kan? Tapi kita mau bilang apa? Paling-paling kita akan ngomong sendiri, seperti melihat fenomena WTP yang diiklankan oleh setiap kepala daerah yang sangat berbagga hati dengan WTP itu.

Selain ada kesan kotor, jalur pejalan kaki di kota ini, juga sering dirusak dengan terpaksa. Perusakan ini adalah akibat dari pola atau bahkan budaya pembangunan tambal sulam. Sebut saja model pembangunan bongkar pasang yang sepertinya sengaja dilakukan. Bisa jadi, ketika membagun track pejalan kaki tersebut, pihak --pihak yang terlibat dalam pembangunan kota itu tidak saling berkoordinasi atau bersinergi. Katakanlah, paling kurang ada 3 pihak yang bakal saling merusak atau membongkar. Seperti kita ketahui bahwa di pinggir jalan, di dalam tanah itu ada pipa PDAM, ada kabel Telkom, dan juga kabel-kabel lainnya. 

Seharusnya, ketika akan membangun jalur pejalan kaki, pihak-pihak ini bisa berkordinasi untuk menghindari agar tidak ada fasilitas umum yang mungkin akan mengalami pengrusakan seperti apa yang kita lihat saat ini. Tidak dapat dihindari bahwa ketika pipa PDAM bocor dan posisinya persis di bawah jalur pejalan kaki tersebut, maka badan jalan (track pejalan) pasti akan dibongkar alias dirusak dengan sengaja atau terpaksa. 

Bisa jadi, ketika kabel Telkom, atau kabel-kabel lain yang ada di bawah jalur mengalami gangguan atau putus, maka sekali lagi jalur pejalan kaki akan menjadi korban. Walaupun diperbaiki kemudian, namun kondisinya belum tentu pas seperti semula. Akibatnya, apabila  usia jalan itu diperkirakan untuk satu tahun, maka pada usia 4 bulan atau lima atau enam, akan mengalami kerusakan. Kalau sudah begini, maka setiap hari para pejalan kaki diganggu oleh banyak hal seperti kita sebutkan di atas. Ironis bukan?

Doc. Pribadi
Doc. Pribadi
Tidak ada sosialisasi dan edukasi dari pemerintah

Ironis, ya memang sangat ironis. Namun itulah fakta yang kita saksikan setiap hari. Fakta ini hanya dirasakan oleh orang-orang yang kadangkala ingin melihat kondisi yang lebih baik dan lebih bermartabat. Orang-orang seperti ini akan sering merasa sakit hati sendiri melihat segala hal yang tidak berbudaya. 

Padahal, kita akui bahwa pihak pemerintah, maupun pihak legislatif, sudah banyak sekali mengadakan perjalanan studi banding, tapi mengapa hasil studi mereka tidak pernah diterapkan di tempat sendiri ya? Heran juga kita rasanya. Ya, memang heran. Jadi kalau masyarakat tidak sadar dan tidak mau tertib memarkir kendaraan, juga disebabkan oleh factor mereka melihat orang-orang pemerintah dan legislatif yang juga melakukan hal yang sama.

Idealnya, pemerintah kota Banda Aceh yang sudah membangun pedestrian track (jalur pejalan kaki) tersebut, ketika setelah membangun jalur tersebut melakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat. Misalnya memberikan informasi kepada masyarakat tentang pembangunan jalur pejalan kaki dan fungsinya, serta memberikan pengumuman tentang apa saja yang oleh dan tidak boleh dilakukan di atas jalur tersebut. 

Masyarakat kita perlu diedukasi dengan hal-hal yang baik, hal-hal yang berkaitan dengan keberadaan fasilitas umum yang sudah dibangun oleh pemerintah. Sayangnya, hal ini malah diabaikan saja, sehingga kita bagai masyarakat yang kehilangan budaya. Berapa lama lagi kita akan seperti ini? Selayaknya kita hormati pejalan kaki. Begitu pula para pedagang dan para pemilik kendaraan juga harus menghormati dan menghargai pejalan kaki. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun