Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Terbang ke Montreal Gratis, Dapat Juga ke Doha dan London

13 Mei 2017   21:38 Diperbarui: 13 Mei 2017   22:07 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di sebuah sudut Montreal

Oleh Tabrani Yunis

Dear Tabrani Yunis ,

There is only a little time left before we meet in Montreal!

If you have not already done so, please send us an update about your visa situation. Before you begin your journey, we would like to give you a little bit more information about the upcoming program in Montréal.

Arrivals:

There will be a representative from Equitas at the airport waiting for you with a large yellow sign marked EQUITAS. We will take you to your residence at John Abbott College.

Address: John Abbott College

21,275 Lakeshore Road,

Sainte-Anne-de-Bellevue (Stewart Hall Residence)

Phone: 1-514-457-6610 ext. 5289

Itulah penggalan surat elektronik yang ku terima pada tanggal 25 Mai 2012  dari Montreal, Canada. Surat yang datang sebagai sebuah berita gembira, karena perjalanan ke Montreal, Canada segera dimulai, setelah memiliki visa ke Canada. Aku sangat bersyukur. Ya sangat bersyukur. Sepantasnya aku mengucapkan Alhamdulilah. Ya, Alhamdulilah, aku bisa berangkat ke Montreal, Kanada yang sudah lama menjadi impian. Ya impian yang sudah lama terkubur. Sejak dulu, namun sudah menjadi kenayataan. Hmm, my dream came true. I must be very happy.

Ya, memang benar. Dulu, ketika masih kuliah di Program Diploma II Bahasa Inggris, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, impian untuk bisa ke luar negeri, khususnya ke Canada sudah selalu terbayang dan menjadi angan-angan. Namun, itu hanya ada diangan, karena latar belakang pendidikan yang masih rendah, juga kemampuan berbahasa Inggris masih kalah dibandingkan teman-teman lain yang ikut bertarung merebut kesempatan terbatas ke Canada. Keinginan itu juga muncul ketika  kuliah di FKIP Bahasa Inggris, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, pada tahun 1984-1989. Keinginan semakin besar. Namun, kesempatan belum datang.

Tentu saja, bukan sekedar keinginan bisa ke sana, akan tetapi sudah diikuti dengan sebuah usaha, yakni mengikuti seleksi pertukaran pemuda Indonesia- Canada. Apa lagi, kala itu, aku terinspirasi oleh pengalaman teman kuliahku yang sudah pernah beberapa bulan ikut pertukaran pemuda di sana.  Pokoknya, Aku semakin bersemangat untuk bisa ke sana.  Sayangnya, nasib belum mujur, mungkin karena kapasitas diri belum bisa mengalahkan sejumlah rival yang juga berjuang untuk mendapatkan kesempatan ke Canada saat itu. Aku dinyatakan tidak lulus. Dengan demikian, buyarlah harapan untuk bisa bertandang ke Canada. Bukan hanya buyar, bisa jadi terkubur begitu dalam. Karena untuk bisa berangkat ke Negara ini, dengan menggunakan dana sendiri, adalah sesuatu yang tidak mungkin alias mustahal. Ya, bagaimana mungkin bisa pergi ke Canada, ke provinsi tetangga saja masih jauh dari kemampuan ekonomi. Keinginan ke Canada, hanyalah sebuah impian, kalau bukan disebut utopia.

Namun, alhamdulilah, ternyata Allah memberikan rahmat-Nya, ketika aku sudah berusia 50 tahun. Ya, ini adalah rahmat Allah. Bisa jadi, ini adalah hikmah yang diberikan Allah kepadaku, setelah 6 tahun bencana tsunami menghancurkan kehidupanku. Ya, setelah Allah menguji kesabaranku. Allah menampakkan kebesaran-Nya. Alhamdulilah, kesempatan untuk bisa ke Canada terbuka lebar, setelah aku dinyatakan lulus seleksi untuk sebuah pelatihan di John Abbott College yang terletak di 21,275 Lakeshore Road,  Sainte-Anne-de-Bellevue (Stewart Hall Residence)

Nah, perjalanan ke negeri impian ini, diawali dengan mengurus visa ke kedutaan Besar Canada di Jakarta. Alhamdulilah, pengurusan berjalan lancet dan sangat cepat, tidak ada berbelit dan sulit. Ini sebagai pertanda bahwa perjalanan ke Canada, akan berjalan dengan baik. Maka, usai mengurus visa di Jakarta, aku kembali ke Banda Aceh untuk menyiapkan keberangkatan ke negeri yang memiliki air terjun terbesar di dunia, Niagara falls.

Perjalanan ke Canada pun dimulai, dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia, nomor 147 yang  dari Banda Aceh pukul 5.10 dan mendarat mulus di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng pada pukul 21.10. Setiba di bandara, aku bergegas turun mengambil bagasi dan keluar menuju terminal D, terminal untuk para penumpang yang akan terbang ke luar negeri. Aku berjalan kaki bergegas untuk checkin di desk Qatar Air


 Setiba di terminal D aku bertemu mbak Eka bersama suaminya. Kami saling berkenalan dan kemudian menuju ke ruang chek in. Kami ikut antri di desk Qatar Air. Penerbangan malam itu akan dilalui lewat Doha. Usai check in, kami menuju ke ruang tunggu di D1 selama beberapa menit. Tak lama kemudian saatnya boarding pun tiba. Aku melihat banyak wajah orang Indonesia yang akan berangkat menuju Doha. Penerbangan dimulai ada pukul 12.10. Karena kelelahan, mata mengantuk, aku menikmati perjalanan malam itu dengan membuat catatan perjalanan. Perjalanan dari Jakarta ke Doha, menghabiskan waktu 8 jam.

Alhamdulilah, pagi hari pesawat Qatar Air dengan nomor penerbangan 671 H, mendarat di Doha international airport pada pukul 4.30 waktu Doha. Di landasan bandara Doha, pesawat menuju ke terminal perberhentian dan berhenti lalu kami naik ke bus. menuju ruang transit selama beberapa menit. Jarak ke ruang bandara, lumaya lama, seakan kami sedang keliling atawa city tour. Ya, suasananya, seakan sedang melakukan tour bandara saja. Bisa transit di Doha, sebenarnya sebuah keberuntungan juga. Dengan transit di bandara Doha, paling tidak sudah menambah jumlah Negara yang pernah dikunjungi, walau hanya satu atau dua jam. Juga walau hanya di bandara. Paling tidak, ya sudah pernah ke Doha. Itulah yang terlintas dalam pikiran ketika berada di bis bandara, saat bis akan segera berhenti di depan gerbang pintu masuk.

Ketika bis berhenti di depan pintu masuk dan transit, para penumpang bergegas menuju pintu masuk ke gate masing- masing. Petugas bandara memerintahksn semua penumpang untuk antri menunggu pemeriksaan passport. Tak berapa lama kemudian, kami masuk ke ruang tunggu bandara dan menuju gate 9. Sambil menunggu perintah untuk boarding, kami menghabiskan waktu yang sedikit untuk cuci mata di beberapa gerai di dalam bandara. Ingin membeli sesuatu, tetapi bukan waktu yang tepat untuk belanja. Apalagi harus menukarkan uang ke mata uang Doha.

Mendekati waktu keberangkatan, kami kembali ke gate 9. Saat itu sudah banyak penumpang yang juga sedang menunggu. Kami bertemu dengan beberapa dari Indonesia, yang sedang mengadakan perjalanan ke negerinya pangeran Charles itu. Penerbangan ke London dijadwalkan pada pukul 5.55. Kami masuk ke ruang tunggu di lantai bawah yang terasa sempit. Tidak banyak kursi atau tempat duduk yang tersedia. Kondisi ini membuat sejumlah penumpang terpaksa berdiri atau bersender di dinding, atau jongkok sambil menanti bus yang akan mengantarkan kami ke pesawat. Setelah menunggu beberapa menit, bis yang mengantarkan kami ke pesawat pun tiba. Kami pun boarding dan setelah awak pesawat mengurusi seat penumpang, pesawat pun tinggal landas. Pesawat yang akan menerbangkan kami Montreal berganti. Kami terbang dengan pesawat Qatar Air dengan nomor 927 ke Montreal. Karena ini adalah perjalanan berharga, penulis tidak ingin memejamkan mata. Sangat rugi, bila tidak menikmati perajalanan dan mengamati setiap Negara yang dilewati.

Kebetulan pula sepanjang perjalanan dari Doha ke London, dari pesawat Qatar Air, penulis  diduk di kursi 27A, tepatnya di jendela sebelah kiri. Sepanjang perjalanan itu, penulis menikmati view negeri padang pasir yang sangat luas itu. Subhanallah, betapa kebesaran Allah yang menciptakan bumi ini dengan berbagai keindahan dan berbeda jauh dengan apa yang dilihat lihat di negeri kelahiran sendiri, Indonesia. Walau dari ruang angkasa, nikmat mata melihat hamparan bumi dari ketinggian lebih dari 30.000 kaki itu, tetap terasa. Apalagi ketika di udara itu, kita bisa melihat daerah yang kita lewati, seperti halnya Iraq dengan sungai Trigisnya. Ya, perjalanan ini juga membawa aku bisa menyaksikan Irak dengan ibu kotanya Bagdad itu. Pesawat melewati udara Kirkuk, Bagdad, Mosul, dengan menelusuri sungai Trigis yang cukup panjang itu.

Begitu pula ketika take off dari bandara Doha itu, kelihatan ada perbedaan warna di wajah negeri ini. Entah karena perasaan, entah karena salah mata. Pokoknya warna kota Doha terlihat dari udara dengan warna yang sama yakni abu-abu dan kecoklatan, karena tidak ada hutan yang menghijaukan negeri itu. Sekilas terlihat tertata bagus dan indah. Apalagi bangunan yang berada di pinggir laut, terlihat sangat megah.

Nah, apa yang menakjubkan lagi  dari perjalanan ke Canada itu, melewati Doha ini, ternyata perjalanan ini telah mengantarkan penulis pada beberapa negara yang sebelumnya hanya ada dalam hafalan, seperti Iraq, bahkan Makkah di sebelah selatan. Kota  yang menjaidi impian para muslim dan muslimah di seluruh pelosok dunia. Ternyata sudah sampai ke Makkah, walau hanya di udaranya yang menakjubkan itu. Wajar saja kalau saat itu penulis langsung terbayang, seakan sudah ke Makkah.

Mendarat di Heathrow, Inggris dan terbang lagi

Tak disangka-sangka, seperti kata pepatah, sekali merangkuh dayung dua tiga, pulau terlampui. Itulah pengalaman dalam perjalanan ini. Ternyata, perjalanan menuju ke Montreal, Canada memberikan penulis kesempatan untuk bisa menginjakkan kaki di London, negerinya Margaret Thatcher. Heathrow, itulah bandaranya London terlihat sangat sibuk. Bandara ini dikenal sebagai bandara yang bagus dan sibuk itu. Padahal, di tiket, penulis tidak melihat ada transit di London, kecuali di boarding pass.

Alhamdulilah, ternyata perjalanan memang sangat menguntungkan. Ini adalah rahmat Allah yang penulis terima. Apalagi, semua biaya untuk perjalanan ini ditanggung oleh pihak penyelenggara pelatihan, lewat beasiswa yang diberikan kepada penulis. Jadi, selayaknya rasa syukur Alhamdulilah, diucapkan kepada Allah.

Di sebuah sudut Montreal
Di sebuah sudut Montreal
Nah, ketika mendarat di Heathrow, kami bergegas naik ke tram. Saat berada di tram, penulis bertemu dengan Carolina, teman dari Kalimantan yang berangkat ke tujuan yang sama. Di bandara ini, kami tidak bisa berlama-lama. Malahan dalam keadaan bergegas kami menuju pesawat yang akan memberangkatkan kami ke Montreal. Kami boarding dan kemudian terbang ke Montreal, Canada. Jadwal penerbangan ke Montreal tepat pukul 08.40. Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam, pesawat mendarat di bandara Montreal, pada pukul 15.00 waktu Canada. Impian ke Canada pun sudah terwujud. Tidak begitu lama, hanya 3 minggu di sana untuk mengikuti kegiatan training tentang Hak asasi manusia di John Abbott College, yang terletak di 21,275 Lakeshore Road,  Sainte-Anne-de-Bellevue. Alhamdulilah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun