[caption caption="Asap tebal menggumpal-gumpal bukan untuk penguasa negeri"][/caption]
Oleh Tabrani Yunis
Â
Kutuliskan bait-bait sajak ini
Tuk ku sampaikan kepada penguasa negeri ini
di negeri kami asap mengepul dari lidah api
Siapatah yang membakar negeri kami
Anak-anak, perempuan dan semua laki-laki
Kini kian tak mampu hidup di negeri ini
lidah api terus membakar hutan kami
mengapa penguasa negeri ini tak peduli?
Â
Ku tuliskan bait- bait puisi ini, karena tidak ada lagi kata yang bisa membuka hati
Para penguasa negeri semakin tak mampu mengerti nasib kami seperti ini
asap terus mengepul di negeri kami
penguasa hanya sibuk sendiri mengurus kepentingan sendiri
Dimana hati nurani para penguasa negeri?
Â
Ku tuliskan untaian kata ini kepada para penguasa negeri yang kian hilang hati nurani
Bisa jadi sebagai seuntai kata dalam surat cinta yang telah kehilangan arti
tenggelam kelam dalam gumpalan asap yang tak pernah berhenti
hanya kami yang bisa menghirup setiap gumpalan asap yang lewat hidung kami
Sementara penguasa negeri hanya bisa berjani
Nanti akan kami atasi
Â
Ku tuliskan untaian-untaian kata ini untu penguasa negeri
Sekedar bertanya mengapa lidah api tak henti -henti menyelimuti negeri kami?
Inikah pertanda penguasa negeri kian tak mampu menghadapi para pembakar hutan ini?
Inikah pertanda bahwa penguasa negeri ini tak berdaya memadamkan api?
Mungkin hidup kami tidak begitu berarti bagi para pengausa negeri
Karena kami tak berarti untuk mendongkrak kebutuhan ekonomi
seperti para pengusaha yang menjanjikan investasi
Akankah kami bisa menghirup udara segar dan bersih seperti dulu tanpa api yang membakar belantara negeri ini?
Berikanlah kami jawaban pasti
asap segera berhenti
tak lagi menimbulkan polusi
agar anak-anak kami bisa hidup lagi
seperti para penguasa negeri nikmati
hari ini
Ku tuliskan untarian kata ini, sebagai lembaran surat cinta kepada penguasa Negeri
semoga nuraini kian mengerti
bahwa kami juga ingin meninkmati
hari-hari tanpa lidah api membakar belantara kami
Â
wahai para penguasa negeri
masih adakah nyali?
masih adakan nurani?
melihat nasib kami?
Â
Banda Aceh, 25 Oktober 2015
Menimmati asap sumbangan anak negeri
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H