Kita tidak perlu bertanya, mengapa hal ini terjadi? Sebab, pelakunya akan selalu beralasan karena silap, karena rumah tangga yang tidak harmonis, dan menyalahkan pengaruh teknologi informasi. Padahal, bila kepala penjahat kelamin memang kotor dan porno, tanpa ada alat komunikasi yang canggih pun, tindakan itu akan dilakukan. Oleh sebab itu, agar hal ini tidak terus terjadi dan mengancam anak-anak, terutama anak perempuan kita, pemerintah sebagai pihak penyelenggara Negara, harus cepat tanggap menghentikan tindakan bejat itu.
Meningkatkan kewaspadaan
Hal itu bisa dilakukan dengan cara: Pertama, pemerintah meningkatkan kewaspadaan (raising awareness) anak dan orang tua akan kemungkinan buruk yang dihadapi anak. Upaya ini bisa dilakukan dengan sosialisasi bahaya kejahatan seksual yang kini mengancam anak. Sosialisasi yang dapat disampaikan lewat berbagai media, baik cetak, elektronik, maupun lewat kegiatan ceramah di berbagai tempat. Langkah penyadaran ini, akan mampu membuat anak dan orang tua waspada;
Kedua, pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum, harus segera melakukan sosialisasi UU KDRT dan UU Perlindingan Anak kepada masyarakat secara intensif dan berkelanjutan. Untuk melakukan sosialisasi undang-undang ini, pemerintah bisa mengaktifkan bahkan mereformasi Badan pemberdayaan perempuan dan perlindugan Anak (BP3A) Aceh, untuk melakukannya.
Ketiga, agar BP3A mampu melakukan aktivitas tersebut, harus dilakukan reformasi di tubuh BP3A. Membuat BP3A lebih proaktif melakukan pencegahan terjadinya tindak kejahatan seksual pada anak. Perubahan pola pikir BP3A itu penting, agar mereka tidak hanya berkutat pada kegiatan jahit-menjahit yang tidak membuka wawasan perempuan dan anak itu.
Keempat, perlu perubahan paradigm berfikir masyarakat yang selama ini tidak melaporkan setiap tindakan bejat abang, paman, ayah tiri, bahkan ayah kandung terhadap anak tersebut, untuk selalu berani dan mau melaporkan kasus itu kepada pihak yang berwajib. Mengambil cara damai dengan mengusir pelaku dari kampung itu, tidak akan membuat pelaku jera. Bahkan besar kemungkinan akan mengulangi tindakan bejat terhadap anak, dan;
Kelima, berlakukan sangsi hukum yang seberat-beratnya kepada pelaku, tanpa pandang bulu. Hal ini perlu, karena hingga saat ini, hukuman mati bagi pelaku masih mejadi bahan perdebatan. Mari selamatkan anak kita dari kejahatan seksual dan penjahat kelamin. Semoga!
Tabrani Yunis, Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh. Email: ccde.aceh@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H