Mohon tunggu...
aldi tabrani
aldi tabrani Mohon Tunggu... Lainnya - Allegans contraria non est audiendus

Mahasiswa Hubungan Internasional di Deakin University, Melbourne, Australia (2023-sekarang) Mahasiswa Hukum Internasional dan Eropa di The Hague University, Den Haag, Belanda (2019-2022)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lembaga Kepresidenan, Korupsi, dan KPK

6 Desember 2017   00:06 Diperbarui: 6 Desember 2017   14:46 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

  Setiap negara memiliki sistem pemerintahannya sendiri, tak terkecuali Indonesia. Setelah pertumpahan darah demi revolusi dan proklamasi dikumandangkan, Indonesia mencapai kemerdekaan penuh. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membuat landasan hukum konstitusi, yakni Undang-Undang dasar 1945. UUD 45 berperan sebagai konstitusi, yang berarti semua lembaga hukum dan pemerintahan wajib bekerja sesuai dan sejalan dengan UUD 45. Pada Pasal 4 Ayat 1 berbunyi: "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Dapat disimpulkan, bahwa sistem pemerintahan Indonesia memang  presidensial.

            Dari awal pergerakkan nasional dan perang kemerdekaan, para Bapak kemerdekaan kita seperti Ir.Soekarno sudah menyerukan dibentuknnya negara Indonesia yang berdaulat, kokoh dan berpihak langsung kepada rakyat. Sistem pemerintahan presidensial paling cocok disandangkan dengan motto "Untuk rakyat"tersebut. Indonesia juga menganut sistem Demokrasi yaitu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Sehingga kedaulatan/kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat bukan di Parlemen. Karena itulah, sistem pemerintahan lain seperti parlementer tidak akan cocok dengan iklim ideologi Negara ini. Terbukti dengan gagalnya keberlangsungan Pemerintahan parlementer (1949-59) dan bubarnya federasi Indonesia serikat. Karena itulah, Negara Kesatuan Indonesia dengan Presiden sebagai pemimpin tertinggi (Presidensial) sangat cocok.

            Setiap sistem memang diciptakan dengan tujuan ideal, namun sifat manusia yang penuh nafsu selalu mencari celah disetiap sistem agar menguntungkan dirinya maupun segelintir pihak lainnya. Hal ini juga terjadi di Pemerintahan Indonesia, sekitar dua dekade yang lalu. Pemerintahan otoriter Orde Baru cenderung mengaplikasikan Presidensial secara penuh dan cenderung melanggar konstitusi.

 Kekuasaan penuh pada lembaga kepresidenan membuat Presiden Soeharto dijuluki diktaktor paling korup sedunia di abad 20. Dugaan dari Transparency International, Soeharto menyelewengkan uang sebesar $15-25 miliar. Terpusatnya pada Presiden membuat lembaga lain seperti DPR kehilangan wewenangnya yang sudah diatur dalam konstitusi. Padahal, kebijakan Presiden yang diatur oleh konstitusi masih mewajibkan adanya persetujuan dari DPR.

            Setelah bertahan selama 32 tahun, Pemerintah Orde baru akhirnya tumbang. Berakhirnya rezim Orde baru mengubah tatanan sistem pemerintahan Indonesia. Walaupun masih bisa disebut sebagai presidensial, amendemen terhadap Undang-Undang dasar 1945 dilakukan ke berbagai lembaga Negara untuk memastikan adanya reformasi sistem pemerintahan. Hal ini juga untuk mencegah terjadinya sistem pemerintahan presidensial-otoriter seperti pada masa orde baru. Amandemen kembali menegaskan bahwa Presiden dan Wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. 

Tidak seperti masa orde baru, dimana pemilihan langsung bagi presiden tidak pernah terjadi secara transparan. Rakyat paham bahwa Soeharto dan Golkarlah yang akan terus memenangi dan memegang kendali pemerintahan. Amendemen juga sedikit memperluas kekuasaan parlemen demi mengurangi kelemahan sistem presidensial. 

Perubahan tersebut juga mengharuskan Presiden dalam mengangkat pejabat negara dan dalam mengeluarkan kebijakan tertentu memerlukan pertimbangan atau persetujuan dari DPR. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak anggaran. Ini seperti sindiran keras bagi Orde baru, dimana Presiden lalai dalam menyeimbangi persetujuan DPR dengan kebijakan nya.

            Terpusatnya Presiden seperti diktator mengancam kedaulatan negara. Milliaran dolar uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan mengatasi kemiskinan, hilang ditelan oleh Presiden dan kroni-kroninya tersebut. Presiden yang memegang kontrol seluruh aspek pemerintahan akan membuat mudah adanya intervensi negara asing dalam kebijakan dalam negeri. Ini mengancam kedaulatan.

 Jika kita analisa lebih dalam pada masa Orde baru saja, Amerika Serikat turut andil dalam kebijakan dalam negeri Indonesia. Seperti menyokong Presiden Soeharto untuk melaksanakan invasi ke Timor Timur dan memberi hak menambang pada perusahaan emas Amerika Serikat, Freeport. Ini menunjukan sentralisasi kepresidenan yang buruk, membuat negara asing mudah mencampur adukkan kemauannya hanya dengan meminta satu orang/presiden saja. 

            Ada peribahasa "Manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinegritas antara akal dan hati."Adapula perkataan terkenal dari Bapak revolusi, Ir.Soekarno yang sangat terkenal; "Perjuanganku mudah, hanya melawan penjajah. Perjuanganmu lebih sulit, melawan bangsamu sendiri." Ini menunjukkan bahwa untuk membuat lembaga kepresidenan lebih ideal, kita semua harus mensinergikan akal dan hati. Pikiran korup dan sentimen birokrasi yang bobrok harus dihapus jauh-jauh dari pemirikan rakyat dan Pemerintah. 

Sesungguhnya, memperbaiki Kepresidenan mungkin memang tak mudah. Melawan bangsa sendiri memang betul susah, tak ada yang tau benar siapa musuhnya. Pada perang kemerdekaan, rakyat dengan mudah bisa mengacungkan bambu runcingnya ke penjajah. Sekarang, rakyat hanya bisa menduga-duga dan berdoa agar presiden pilihannya tidak akan mengulangi perbuatan Presiden pemerintahan Orde baru. Tak ada yang tau musuhnya dengan mudah.

            Sesuai dengan teori terbentuknya Negara dan perjanjian masyarakat, Tanpa peraturan, kehidupan manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang buas. Hobbes melukiskannya dengan Homo homini lupus dan Bellum omnium contra omnes. Sudah tentu, keinginan bersama semuanya adalah terhindar dari hidup bagaikan binatang buas. 

Tetapi, hukum rimba dan bagai binatang buas masih lazim di Indonesia apalagi perihal perlindungan lembaga kepresidenan. Investigasi korupsi besar-besaran pada presiden yang dituduh korupsi hampir tak pernah terjadi. Mantan Presiden sendiri seperti masih memiliki kekuatan politis dalam melindungi dirinya dari investigasi.

            Solusi yang paling tepat adalah dengan menyejajarkan kedudukan Komisi pemberantasan Korupsi dengan lembaga lainnya. Dengan begitu, KPK memiliki wewenang penuh untuk ikut serta mengecek transparansi lembaga Negara tinggi lain seperti Presiden, DPR, MPR, KY, dll. Solusi ini tidak hanya akan memperbaiki lembaga kepresidenan, tetapi juga lembaga lain. Untuk menyejajarkan kedudukan KPK, diperlukan kembali amandemen terhadap Undang-Undang dasar 1945.  

Memasukkan pasal-pasal baru yang menyatakan wewenang baru dan kedudukan baru KPK. Hal ini akan menjawab para penentang KPK, seperti Fredrich Yunadi (Kuasa hukum ketua DPR tersangka korupsi) bahwa penyelidikan terhadap klien nya melanggar UUD 45.  Mengingat adanya hak imunitas anggota DPR dalam UUD 45, dan penetapan tersangka pada klien nya menggunakan UU dibawah UUD 45. Dengan ditetapkannya KPK sejajar, pihak-pihak seperti Fredrich tak akan bisa lagi berkutik dan menghindari penyelidikan pada tersangka korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun