Setiap negara memiliki sistem pemerintahannya sendiri, tak terkecuali Indonesia. Setelah pertumpahan darah demi revolusi dan proklamasi dikumandangkan, Indonesia mencapai kemerdekaan penuh. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membuat landasan hukum konstitusi, yakni Undang-Undang dasar 1945. UUD 45 berperan sebagai konstitusi, yang berarti semua lembaga hukum dan pemerintahan wajib bekerja sesuai dan sejalan dengan UUD 45. Pada Pasal 4 Ayat 1 berbunyi: "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Dapat disimpulkan, bahwa sistem pemerintahan Indonesia memang  presidensial.
      Dari awal pergerakkan nasional dan perang kemerdekaan, para Bapak kemerdekaan kita seperti Ir.Soekarno sudah menyerukan dibentuknnya negara Indonesia yang berdaulat, kokoh dan berpihak langsung kepada rakyat. Sistem pemerintahan presidensial paling cocok disandangkan dengan motto "Untuk rakyat"tersebut. Indonesia juga menganut sistem Demokrasi yaitu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.Â
Sehingga kedaulatan/kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat bukan di Parlemen. Karena itulah, sistem pemerintahan lain seperti parlementer tidak akan cocok dengan iklim ideologi Negara ini. Terbukti dengan gagalnya keberlangsungan Pemerintahan parlementer (1949-59) dan bubarnya federasi Indonesia serikat. Karena itulah, Negara Kesatuan Indonesia dengan Presiden sebagai pemimpin tertinggi (Presidensial) sangat cocok.
      Setiap sistem memang diciptakan dengan tujuan ideal, namun sifat manusia yang penuh nafsu selalu mencari celah disetiap sistem agar menguntungkan dirinya maupun segelintir pihak lainnya. Hal ini juga terjadi di Pemerintahan Indonesia, sekitar dua dekade yang lalu. Pemerintahan otoriter Orde Baru cenderung mengaplikasikan Presidensial secara penuh dan cenderung melanggar konstitusi.
 Kekuasaan penuh pada lembaga kepresidenan membuat Presiden Soeharto dijuluki diktaktor paling korup sedunia di abad 20. Dugaan dari Transparency International, Soeharto menyelewengkan uang sebesar $15-25 miliar. Terpusatnya pada Presiden membuat lembaga lain seperti DPR kehilangan wewenangnya yang sudah diatur dalam konstitusi. Padahal, kebijakan Presiden yang diatur oleh konstitusi masih mewajibkan adanya persetujuan dari DPR.
      Setelah bertahan selama 32 tahun, Pemerintah Orde baru akhirnya tumbang. Berakhirnya rezim Orde baru mengubah tatanan sistem pemerintahan Indonesia. Walaupun masih bisa disebut sebagai presidensial, amendemen terhadap Undang-Undang dasar 1945 dilakukan ke berbagai lembaga Negara untuk memastikan adanya reformasi sistem pemerintahan. Hal ini juga untuk mencegah terjadinya sistem pemerintahan presidensial-otoriter seperti pada masa orde baru. Amandemen kembali menegaskan bahwa Presiden dan Wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.Â
Tidak seperti masa orde baru, dimana pemilihan langsung bagi presiden tidak pernah terjadi secara transparan. Rakyat paham bahwa Soeharto dan Golkarlah yang akan terus memenangi dan memegang kendali pemerintahan. Amendemen juga sedikit memperluas kekuasaan parlemen demi mengurangi kelemahan sistem presidensial.Â
Perubahan tersebut juga mengharuskan Presiden dalam mengangkat pejabat negara dan dalam mengeluarkan kebijakan tertentu memerlukan pertimbangan atau persetujuan dari DPR. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak anggaran. Ini seperti sindiran keras bagi Orde baru, dimana Presiden lalai dalam menyeimbangi persetujuan DPR dengan kebijakan nya.
      Terpusatnya Presiden seperti diktator mengancam kedaulatan negara. Milliaran dolar uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan mengatasi kemiskinan, hilang ditelan oleh Presiden dan kroni-kroninya tersebut. Presiden yang memegang kontrol seluruh aspek pemerintahan akan membuat mudah adanya intervensi negara asing dalam kebijakan dalam negeri. Ini mengancam kedaulatan.
 Jika kita analisa lebih dalam pada masa Orde baru saja, Amerika Serikat turut andil dalam kebijakan dalam negeri Indonesia. Seperti menyokong Presiden Soeharto untuk melaksanakan invasi ke Timor Timur dan memberi hak menambang pada perusahaan emas Amerika Serikat, Freeport. Ini menunjukan sentralisasi kepresidenan yang buruk, membuat negara asing mudah mencampur adukkan kemauannya hanya dengan meminta satu orang/presiden saja.Â
      Ada peribahasa "Manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinegritas antara akal dan hati."Adapula perkataan terkenal dari Bapak revolusi, Ir.Soekarno yang sangat terkenal; "Perjuanganku mudah, hanya melawan penjajah. Perjuanganmu lebih sulit, melawan bangsamu sendiri." Ini menunjukkan bahwa untuk membuat lembaga kepresidenan lebih ideal, kita semua harus mensinergikan akal dan hati. Pikiran korup dan sentimen birokrasi yang bobrok harus dihapus jauh-jauh dari pemirikan rakyat dan Pemerintah.Â