Mohon tunggu...
aldi tabrani
aldi tabrani Mohon Tunggu... Lainnya - Allegans contraria non est audiendus

Mahasiswa Hubungan Internasional di Deakin University, Melbourne, Australia (2023-sekarang) Mahasiswa Hukum Internasional dan Eropa di The Hague University, Den Haag, Belanda (2019-2022)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lembaga Kepresidenan, Korupsi, dan KPK

6 Desember 2017   00:06 Diperbarui: 6 Desember 2017   14:46 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sesungguhnya, memperbaiki Kepresidenan mungkin memang tak mudah. Melawan bangsa sendiri memang betul susah, tak ada yang tau benar siapa musuhnya. Pada perang kemerdekaan, rakyat dengan mudah bisa mengacungkan bambu runcingnya ke penjajah. Sekarang, rakyat hanya bisa menduga-duga dan berdoa agar presiden pilihannya tidak akan mengulangi perbuatan Presiden pemerintahan Orde baru. Tak ada yang tau musuhnya dengan mudah.

            Sesuai dengan teori terbentuknya Negara dan perjanjian masyarakat, Tanpa peraturan, kehidupan manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang buas. Hobbes melukiskannya dengan Homo homini lupus dan Bellum omnium contra omnes. Sudah tentu, keinginan bersama semuanya adalah terhindar dari hidup bagaikan binatang buas. 

Tetapi, hukum rimba dan bagai binatang buas masih lazim di Indonesia apalagi perihal perlindungan lembaga kepresidenan. Investigasi korupsi besar-besaran pada presiden yang dituduh korupsi hampir tak pernah terjadi. Mantan Presiden sendiri seperti masih memiliki kekuatan politis dalam melindungi dirinya dari investigasi.

            Solusi yang paling tepat adalah dengan menyejajarkan kedudukan Komisi pemberantasan Korupsi dengan lembaga lainnya. Dengan begitu, KPK memiliki wewenang penuh untuk ikut serta mengecek transparansi lembaga Negara tinggi lain seperti Presiden, DPR, MPR, KY, dll. Solusi ini tidak hanya akan memperbaiki lembaga kepresidenan, tetapi juga lembaga lain. Untuk menyejajarkan kedudukan KPK, diperlukan kembali amandemen terhadap Undang-Undang dasar 1945.  

Memasukkan pasal-pasal baru yang menyatakan wewenang baru dan kedudukan baru KPK. Hal ini akan menjawab para penentang KPK, seperti Fredrich Yunadi (Kuasa hukum ketua DPR tersangka korupsi) bahwa penyelidikan terhadap klien nya melanggar UUD 45.  Mengingat adanya hak imunitas anggota DPR dalam UUD 45, dan penetapan tersangka pada klien nya menggunakan UU dibawah UUD 45. Dengan ditetapkannya KPK sejajar, pihak-pihak seperti Fredrich tak akan bisa lagi berkutik dan menghindari penyelidikan pada tersangka korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun