Muhammad Farhan Khairudin telah mencatatkan kisah yang menginspirasi banyak orang. Nining Setiati, seorang ibu yang penuh perjuangan. Farhan membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih impian. Dalam perjalanannya, Farhan yang terdiagnosa dengan Gangguan Spektrum Autisme (GSA) berhasil menjadi tahfiz 10 juz Al-Qur'an, bersekolah di sekolah umum, dan bahkan meraih peringkat di kelasnya.
Awal Kehidupan dan Tantangan Diagnosa
Muhammad Farhan Khairudin lahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Saat Farhan lahir, ibunya Nining Setiati masih bekerja sebagai karyawan retail di bagian gudang. Pada awalnya, tidak ada yang mencurigakan dari perkembangan Farhan. Namun, seiring berjalannya waktu, Nining mulai menyadari adanya perbedaan dalam pertumbuhan anaknya. Farhan terlihat sulit merespons ketika diajak berbicara, menunjukkan keterlambatan berbicara, dan kurang dalam kemampuan verbal.
"Saya punya feeling kalau Farhan ada sesuatu yang berbeda," cerita Nining.Â
Karena firasatnya itu, ia memutuskan untuk membawa Farhan ke dokter spesialis anak. Dugaan awalnya ternyata benar. Setelah berkonsultasi dengan dokter di Rumah Sakit Santo Borromeus, Bandung, Farhan didiagnosa dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) oleh dr. Yohanes. Diagnosa ini kemudian diperkuat oleh dr. Regi di rumah sakit yang sama. Namun, dokter tidak memberikan obat, melainkan merekomendasikan Farhan untuk menjalani terapi okupasi dan wicara.
Mengutamakan Anak di Tengah Keterbatasan
Perjalanan terapi Farhan bukanlah hal yang mudah. Dengan suami yang bekerja serabutan dan tidak memiliki penghasilan tetap, beban finansial keluarga berada di pundak Nining. Meski begitu, Nining tetap gigih bekerja sambil mengantar Farhan terapi secara rutin. Hingga akhirnya, Nining memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya agar bisa fokus pada pemulihan Farhan.
Terapi demi terapi yang dijalani Farhan membuahkan hasil. Dokter bahkan menyebut bahwa Farhan adalah anak ASD yang tergolong pintar. Namun, perjuangan tidak berhenti di situ. Tantangan lainnya muncul ketika Farhan mengalami masalah pada giginya, yang menghitam seperti kebanyakan anak ASD (Autis Syndrome Disorder). Nining membawanya ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG Unpad) untuk mendapatkan perawatan. Namun, biaya untuk perawatan tersebut sangat mahal, dan Nining tidak mampu membayarnya dan berniat untuk pulang lagi kerumah.
Beruntung, salah satu dokter yang menangani Farhan memberikan solusi.Â
"Bu, mau nggak Farhan jadi bahan penelitian tesis saya? Nanti perawatannya gratis," ujar dokter tersebut.Â
Tanpa ragu, Nining menerima tawaran itu. Berkat kemurahan hati para dokter dan doa yang tak putus, Farhan mendapatkan perawatan gigi yang optimal. Bahkan, ia diundang menjadi pasien spesial dalam perayaan Hari Disabilitas Nasional yang diselenggarakan oleh FKG Unpad dan masuk konten youtube FKG Unpad edisi Hari Disabilitas Nasional.
Sekolah Khusus ke Sekolah Umum
Memilih sekolah untuk Farhan juga menjadi tantangan tersendiri bagi Nining. Di usia lima tahun, Farhan dimasukkan ke TK khusus anak istimewa di Dago bernama Rumah Khasanah. Namun, sekolah tersebut lebih fokus pada perkembangan motorik anak dan tidak memberikan perhatian pada aspek akademik. Setelah enam bulan bersekolah di sana, Farhan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Saat berkonsultasi dengan dokter anak, Nining mendapatkan saran untuk mencari sekolah lain yang juga memperhatikan aspek akademik. Pada saat itu, Nining mengetahui adanya program inklusi di TK Taufiq, sebuah TK umum yang menerima anak ASD (Autis Syndrome Disorder) dengan kuota tiga anak per sekolah. Farhan pun dimasukkan ke kelas TK B di sekolah tersebut. Meski awalnya guru-guru disana kaget dan sempat menolak, Nining turun tangan menjadi pendamping Farhan di kelas secara sukarela.
"Awalnya saya juga khawatir, tapi ternyata Farhan bisa mengikuti kegiatan di sekolah dengan baik. Bahkan, guru-gurunya mulai bangga dengan perkembangan Farhan," kenang Nining.Â
Hingga kini, Farhan telah duduk di kelas 1 SMP di sekolah umum dan terus menunjukkan prestasi yang membanggakan.
Menjadi Tahfiz Al-Qur'an: Keajaiban dari Audio
Kisah Farhan menjadi tahfiz 10 juz Al-Qur'an bermula dari momen sederhana dalam sebuah acara keluarga. Salah satu anggota keluarga mengatakan.
"Lihat tuh si adik sudah hafal surat-surat pendek."Â
Mendengar itu, Nining merasa tidak terlalu berharap.Â
"Namanya juga anak autis, bisa belajar hal baru saja sudah luar biasa," pikirnya saat itu.
Namun, Nining tidak menyerah. Ia bereksperimen dengan memutar surat-surat dari Juz 30 menggunakan flashdisk yang dilengkapi audio dan video. Ternyata, Farhan lebih tertarik pada audionya. Suatu hari, tanpa disangka, Farhan mulai melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an yang sebelumnya ia dengar. Bahkan, ia mampu menyambung ayat di tengah-tengah surat.
Dari Juz 30, Farhan terus menghafal hingga Juz 29 dan Juz 28. Kini, ia telah berhasil menghafal 10 juz Al-Qur'an.Â
"Saya nggak menyangka Farhan bisa sejauh ini. Ini benar-benar karunia Allah," ujar Nining dengan mata berkaca-kaca.
Farhan, Inspirasi untuk Banyak Orang
Di usia 14 tahun, Farhan tidak hanya menjadi tahfiz 10 juz, tetapi juga siswa berprestasi yang diakui oleh guru-guru di sekolahnya. Kisah perjuangannya menunjukkan bahwa dengan doa, usaha, dan dukungan yang tepat, keterbatasan dapat diubah menjadi kekuatan.
Muhammad Farhan Khairudin adalah bukti nyata bahwa anak istimewa juga memiliki potensi luar biasa. Perjalanan hidupnya menjadi inspirasi, tidak hanya bagi keluarga yang memiliki anak ASD, tetapi juga bagi siapa saja yang percaya bahwa tidak ada yang mustahil dengan usaha dan doa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI