Mohon tunggu...
Tabita Cahaya
Tabita Cahaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Indonesia

Mengisi celah kosong dengan kata-kata. Kata apa saja yang mampu menepis hampa.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Lumpia Semarang: Sebuah Cita Rasa Perkawinan serta Komoditi Menjanjikan

30 Juli 2022   14:24 Diperbarui: 30 Juli 2022   14:31 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebudayaan merupakan suatu hal yang kompleks dan merupakan manifestasi setiap orang atau sekelompok orang (Peursen 1976 (dalam Luth,1994:4). Kebudayaan sendiri juga memiliki unsur-unsur tertentu yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian (Koentjaraningrat 1985 (dalam Luth, 1994:5). 

Setiap daerah memiliki unsur budaya yang unik dan menjadi ciri khas. Apalagi bila menilik Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi dengan berbagai macam kepercayaan, bahasa dan adat istiadat tentu memiliki kebudayaan yang melimpah. Salah satu hal yang merupakan produk dari budaya yaitu makanan khas daerah.

Makanan khas daerah termasuk dalam produk budaya dengan unsur sistem pengetahuan, teknologi dan bisa juga menjadi sistem ekonomi. Sistem pengetahuan diperlukan dalam pembuatan suatu makanan. Koentjaraningrat (dalam Tysara, 2021) mengemukakan bahwa sistem pengetahuan sangat luas dan setiap unsur budaya memiliki pengetahuan tentang segala sesuatu disekitarnya. 

Sistem teknologi juga diperlukan dalam pembuatan makanan khas daerah. Peralatan untuk menyiapkan bahan-bahan makanan hingga menjadi hidangan merupakan bagian dari teknologi. Makanan khas daerah juga dapat menjadi suatu sistem ekonomi apabila produk tersebut menjadi mata pencaharian atau aktivitas ekonomi masyarakatnya.

Salah satu makanan khas daerah yang sampai saat ini digemari yaitu Lumpia Semarang. Dalam KBBI daring, lumpia memiliki arti panganan berupa dadar gulung yang diisi daging, rebung dan sebagainya lalu digulung dan biasanya digoreng. Kata lumpia berasal dari dialek Hokkien yaitu lun berarti lembut atau lunak dan pia berarti kue. Pembuatan lumpia diawali dengan menumis bawang putih  bersama ebi sampai harum. 

Aduk keduanya sampai rata dan tambahkan bumbu seperti kecap, garam, merica bubuk dan gula. Selanjutnya menambahkan ayam atau udang, telur dan rebung. Masak semuanya sampai matang. Setelah itu masukkan adonan tadi kedalam selembar kulit lumpia, gulung dan rekatkan dengan larutan tepung terigu. Goreng lumpia sampai matang. 

Tahap kedua adalah membuat saus manis atau saus coklat yang diawali dengan merebus air bersama bawang putih. Masukkan gula merah dan gula pasir lalu kentalkan dengan larutan tepung sagu. Masak saus sampai mendidih. Lumpia Semarang siap disantap dengan saus manis.

Kuliner dengan perpaduan cita rasa Tiongkok dan Jawa ini juga memiliki sejarah yang cukup unik. Sejak dulu, akulturasi budaya etnis Tionghoa ini mempengaruhi kuliner Semarang. 

Melihat dari sejarah, bahwa banyaknya etnis Tionghoa dibanding kelompok lainnya di Semarang maka budayanya memiliki kemungkinan besar untuk saling mempengaruhi. Apabila menilik di Tiongkok, ada makanan yang mirip dengan lumpia yaitu Chun Juan (ju-en cuen). 

Melihat dari katanya, chun berarti musim semi dan juan adalah gulungan. Hidangan ini ada sejak DInasti Tang (618-907M) dan disajikan di Tiongkok saat perayaan Imlek yang bertepatan dengan musim semi. Kala itu juga terdapat dua jenis Chun Juan, yang pertama berisi wortel dan seledri (dibuat oleh rakyat jelata). Jenis satunya lagi yang dibuat tingkatan sosial lebih tinggi berisi daging asap panggang, bayam, telur, kecambah, bihun, aneka gorengan dan saus.

Lumpia yang merupakan makanan akulturasi budaya ini juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Dilihat dari bentuk lumpia dan warnanya setelha digoreng yaitu lonjong dan keemasan. Hal ini memiliki makna akan harapan besar terhadap kemakmuran dan kekayaan. Makna ini juga berhubungan dengan tradisi makan lumpia saat perayaan Imlek yang dilakukan warga Tionghoa. Saat Imlek, tak heran akan banyak warga Tionghoa memakan lumpia karena dipercaya akan membawa kemakmuran dan kekayaan. Semakin banyak memakannya akan semakin besar pula hal-hal baik yang diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun