Mohon tunggu...
Tabita Cahaya
Tabita Cahaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Indonesia

Mengisi celah kosong dengan kata-kata. Kata apa saja yang mampu menepis hampa.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Lumpia Semarang: Sebuah Cita Rasa Perkawinan serta Komoditi Menjanjikan

30 Juli 2022   14:24 Diperbarui: 30 Juli 2022   14:31 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai Lumpia Semarang yang tercipta dari romansa dua insan yang bersemi di pasar, yaitu Tjoe Thay Joe dan Wasi. Tjoe Thay Joe merupakan seorang pedagang kuliner yang berasal dari Fujian, Tiongkok dan Wasi seorang penjaja makanan kecil dari Jawa.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Tjoe Thay Joe menjual Lunbing, sejenis martabak dengan campuran rebung dan daging babi sedangkan Wasi menjual martabak dengan isi udang, daging ayam cincang dan telur.  Setelah menikah pada abad 19-an, mereka bertukar resep dagangannya masing-masing serta meleburkan bisnisnya menjadi satu dan terciptalah resep baru yaitu lumpia. 

Mereka menghilangkan semua unsur babi, baik minya, daging dan lainnya karena tidak semua masyarakat dapat memakannya. Isi lumpia diganti dengan ayam atau udang dicampur rebung. Keunggulan resep baru mereka yaitu tidak berbau amis baik dari udang atau rebungnya, rasa rebung manis dan kulit yang renyah.

Tjoe Thay Joe dan Wasi memulai berjualan lumpia dan usaha mereka semakin besar. Sampai tahun 1950-an, mereka masih berjualan dengan menggunakan pikulan hingga akhirnya membuka gerai disamping klenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok, Semarang. Anak perempuannya, Tjoe Po Nio, merupakan generasi kedua penjual lumpia yang dimulai tahun 1930-an. Lalu generasi ketiga dimulai pada tahun 1960-an, diawali oleh Siem Swie Kiem yang membuka gerai di Gang Lombok. 

Pada tahun 1970-an juga, Swiem Swie Nie membuka gerai di jalan Pemuda dan sekaramg dilanjutkan Mbak Lien. Swiem Hwa Nio juga membuka gerai diwilayah mataram yang dinamakan Lumpia Mataram. Generasi keempat dari lumpia ini yaitu Tan Yok Tjay yang meneruskan mengurus gerai Lumpia Mataram. Tan Yok Tjay akhirnya berkolaborasi dengan putrinya, Cik Me Me. Cik Me Me juga mengelola usaha lumpia di Jalan Gajah Mada yang dimulai tahun 2014.

Menu pada Lumpia Semarang selama 144 tahun telah berdiri tetap sama yaitu lumpia original berisi rebung, udang, telur, ayam. Hingga berdirinya Lumpia Cik Me Me, mereka mulai berinovasi dan mengembangkan beragam rasa lumpia seperti lumpia kepiting, lumpia kakap, lumpia kambing, lumpia jamur dan lumpia plain. 

Setiap varian menu yang dikeluarkan juga melewati tahap uji coba yang panjang berkisar 3-6 bulan percobaan hingga akhirnya menemukan rasa yang tepat. Banyak pertimbangan yang diperlukan seperti memilih daging kepiting atau rajungan, kakap merah atau putih, jamur kancing atau merang. Hal-hal tersebut merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kelezatan rasa lumpia.

Lumpia Cik Me Me juga menciptakan produk baru yaitu kripik lumpia. Lumpia yang bentuknya bulat besar dan lonjong diubah menjadi makanan ringan atau snack. Perbedaannya ada pada pengolahannya yang menggunakan tepung untuk kulit lumpia dicampur dengan rebung. Diolah dengan mesin hingga menjadi bentuk potongan kecil-kecil yang nantinya digoreng dan dioven. Keripik Lumpia ini memiliki cita rasa lumpia original namun dengan bentuk yang berbeda. Keripik lumpia pun memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan dengan bentuk lumpia tradisional. Lumpia bentuk tradisional hanya bisa bertahan selama seminggu sedangkan keripik lumpia memiliki daya tahan hingga satu tahun walaupun pembuatannya tanpa pengawet, tanpa perasa dan tanpa pewarna.

Inovasi rasa dan bentuk lumpia yang diciptakan Cik Me Me ini juga mendapat penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID) sebagai lumpia dengan ragam menu terbanyak. Menu dari Lumpia Cik Me Me antara lain Lumpia Fish Kakap, Lumpia Crab, Lumpia KaJaMu, Lumpia Raja Nusantara dan Lumpia Plain. Cik Me Me sendiri juga berhasil meraih Kartini Award pada tahun 2014 karena perjuangannya dalam melestarikan kuliner tradisi kota Semarang yaitu lumpia.

Resep Lumpia Semarang tak hanya diwariskan kepada anak-anak Tjoe Thay Joe dan Wasi saja. Tetapi mereka juga mengajarkan resep tersebut kepada para pegawainya. Para mantan pegawainya juga ikut membuka usaha lumpia tetapi tentu memiliki cita rasa yang berbeda dengan induknya. Usaha para mantan pegawainya ini dimulai saat order baru berakhir hingga sekarang. Akibatnya, banyak toko-toko atau gerai yang menjajakan lumpia disepanjang jalan Pemuda dan Mataram. Lumpia disini tak hanya sekedar menjadi warisan budaya tapi juga dapat menjadi komoditas ekonomi warga Semarang. Lumpia Semarang semakin berkembang baik dari segi rasa ataupun wilayah penjualannya. Sebagai komoditas ekonomi, lumpia sudah menyebar diseluruh wilayah Indonesia. Penjualan Lumpia yang dulunya hanya disekitaran kampung pecinan, tempat tinggal para warga keturunan Tionghoa, namun sekarang telah ada di kota-kota lainnya.

 Lumpia kini menjadi signature dish kota Semarang dan telah ditetapkan sebagai salah satu "Warisan Budaya Nasional Tak Benda" pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang tertuang dalam Surat Keputusan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 153991/MPK.A/DO/2014. Pengesahan ini sekaligus digunakan untuk melindungi budaya Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun