Penggambaran Yesus oleh pelukis renaisans dari Italia itu menurut saya sempurna, dalam merepresentasikan "manusia" Yesus sebagai orang yang lemah, rapuh, letih dan tak berdaya.
Uniknya, dibalik lukisannya kita mampu melihat Yesus bukan hanya sebagai manusia. Akan tetapi kita melihat Tuhan yang tidak kelihatan, bisa mewujudkan diri. Hal seperti ini tidak dapat ditemukan pada lukisan karya pelukis lain.
Tidak menutupi sisi kemanusiaan yang lemah merupakan perbuatan patut ditiru. Melalui Yesus yang menunjukkan diri apa adanya, bahkan merasakan penderitaan, maka orang terbebas dari dosa, maut dan kejahatan.
Sudah menjadi hal lumrah di zaman internet, orang terbiasa memamerkan sesuatu yang sebenarnya bukan dirinya. Terkadang orang rela melakukan hal-hal bertentangan dengan norma masyarakat bahkan kehendak Tuhan, demi memperlihatkan identitas palsu yang sekilas tampak mewah.
Pengalaman Trihari suci hendaknya menjadikan manusia mampu menunjukkan diri tanpa tedeng aling-aling.
Hal kedua dalam hubungannya dengan kehidupan, Paskah merupakan peristiwa untuk mengingatkan kita agar tidak mudah putus asa.
Ada kalimat terkenal yang diucapkan Yesus ketika disalib. Bunyinya "Eloi, Eloi Lama Sabachthani". Artinya, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku".
Sekilas nampak ada rasa putus asa disana. Akan tetapi, ini bukanlah ungkapan putus asa.
Kalimat itu diucapkan Yesus, untuk menunjukkan penerimaanNya atas derita dan sakit saat disalib. Dia rela untuk menerima, alasannya karena penderitaan dirasakan oleh umat manusia.
Dengan kata lain, melalui kalimat itu dapat juga dirasakan keinginanNya untuk bertahan dalam penderitaan, mewakili penderitaan kita.
Bagi orang Kristen, kematian bukanlah titik akhir atas kehidupan. Justru kematian merupakan titik awal, untuk bersatu dengan Tuhan dalam hidup yang kekal.