Menurut Ichikawa Makoto dari Universitas Chiba, hal tersebut berhubungan dengan pergerakan jam perasaan dan keadaan metabolisme tubuh.
Begini hubungannya. Saat kita masih kecil, metabolisme tubuh bekerja sangat aktif. Hal ini menyebabkan pergerakan jam perasaan menjadi cepat. Akibatnya, waktu akan terasa lama berlalu.
Sebaliknya, dengan pertambahan umur maka metabolisme tubuh menjadi lambat. Sehingga pergerakan jam perasaan juga menjadi lambat. Akibatnya, waktu akan terasa cepat berlalu.
Seiring dengan berjalannya waktu, kita bisa mendapati hal-hal yang berubah dan tidak berubah. Saya akan memberikan contoh mulai dengan hal-hal yang berubah.
Dalam perjalanan dari bandara menuju hotel saat kedatangan, kemudian ke rumah tinggal setelah karantina selama satu hari, dan selama liburan (tepatnya, WFH sih) di rumah, saya melihat suasana Jakarta telah banyak berubah jika dibandingkan dengan keadaan 3 tahun lalu.Â
Bukan hanya suasananya berbeda, hal-hal lain seperti moda transportasi, contohnya kereta api pun, sudah mengalami banyak perubahan.
Saya sudah mencoba naik MRT dari stasiun keberangkatan awal di Lebak Bulus, hingga perhentian akhir di Stasiun Bundaran HI.Â
Anda boleh percaya maupun tidak, kebersihan serta kecanggihan sarana dan prasarananya, tidak jauh berbeda dengan yang saya gunakan setiap hari di Tokyo.
Saat keluar dari Statiun Bundaran HI yang berada di bawah tanah, saya disambut oleh gedung pencakar langit, baik yang sudah jadi serta masih dalam tahap pembangunan. Suasana di area sekitar Jalan M.H. Thamrin, tidak jauh berbeda dengan suasana di Marunouchi, Tokyo.
Tidak pernah terbayang dalam benak saya, perubahan itu bisa terwujud di Jakarta.
Perubahan lain yang saya rasakan adalah kemudahan sambungan telekomunikasi terutama koneksi data nirkabel.Â