Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Air Hidup, Oase Abadi Kehidupan Segala Masa

17 April 2022   07:00 Diperbarui: 17 April 2022   11:58 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi air hujan.| Sumber: Pexels via Kompas.com

Meskipun saat ini saya berada di kampung halaman, hujan yang turun setiap sore membuat perasaan seperti sedang menikmati musim gugur. Hujan, memang kerap turun saat musim gugur.

Itu hanya sebatas perasaan saja, karena suasananya tidak sama persis sih. Contohnya bunyi butiran air hujan yang jatuh di genting, dan angin yang membawa bau khas tanah basah, merupakan salah satu yang membedakan suasana hujan di Jakarta, bila dibandingkan dengan suasana hujan di Tokyo.

Sebaliknya kalau kita berbicara tentang kesamaan hujan, salah satunya adalah, yang jatuh itu sama-sama air.

Oh ya, saya harus menambahkan satu lagi perbedaan suasana hujan. 

Udara musim gugur itu sejuk, sehingga hujan yang turun di musim gugur menambah nyaman suasana. Akan tetapi udara saat hujan yang menemani saya tiap sore sekarang, sangat lembap. Sehingga boleh dikatakan saat hujan turun pada sore hari, kenyamanan menjadi agak berkurang.

Saya tidak akan protes atas perbedaan kelembapan yang mengakibatkan rasa tidak nyaman. Soalnya dengan suasana inilah, justru saya menikmatinya.

Menikmati itu maksudnya bagaimana? Bukankah rasa tidak nyaman itu sesuatu yang tidak enak untuk dinikmati?

Tunggu, jangan protes dahulu. Jika Anda sudah membaca tulisan sebelumnya, pasti tahu jawabannya. Yaitu kalau di kampung halaman, saya bisa menikmati hujan sambil makan bakso!

Bahkan saya bisa menciptakan satu peribahasa baru. Bunyinya, "Daripada hujan dengan udara dingin di negeri orang, lebih baik hujan dengan udara lembap sambil makan bakso di negeri sendiri".

Baiklah, kita tinggalkan urusan bakso. Sekarang saya akan cerita persamaan hujan di Jakarta dan Tokyo, yaitu tentang air saja ya.

(clipart-library.com)
(clipart-library.com)

Air sudah dikenal oleh manusia sejak lama. Nenek moyang kita sekitar 2 juta tahun lalu pun, sudah akrab dengan air. Kita tahu hal ini karena menurut beberapa hasil penemuan, mereka membangun rumah tinggal maupun komunitas dekat sungai dan danau.

Peradaban pun erat hubungannya dengan air. Anda pasti mengenal dengan baik peradaban Mesir kuno yang berkembang di sekitar Sungai Nil. Ada pula peradaban Indus yang lokasinya di sekitar Sungai Indus (sekarang letaknya di perbatasan antara India dan Pakistan).

Pada Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, ada tertulis beberapa kisah yang berhubungan dengan air.

Dimulai dari kisah penciptaan, dimana Roh Allah melayang di permukaan air. Kemudian ada peristiwa air bah pada zaman Nabi Nuh, yang mempunyai makna kekuatan air memusnahkan kejahatan.

Peristiwa pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Firaun juga erat hubungannya dengan air. Yaitu ketika Musa membelah Laut Merah. Kemudian Yesus juga dibaptis dengan air, di Sungai Yordan.

Lukisan pembaptisan Yesus (abstract.desktopnexus.com)
Lukisan pembaptisan Yesus (abstract.desktopnexus.com)

Anda pasti tahu dan mengenal beberapa sifat dan kegunaan air. Beberapa diantaranya adalah, selain bisa membersihkan raga, air bisa membuat tubuh kita menjadi sehat. Coba saja bayangkan, bagaimana jadinya jika tubuh manusia yang kira-kira 60 persen komponennya adalah cairan, kemudian kekurangan air?

Kita tahu bahwa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat lebih rendah. Sifat ini dimanfaatkan orang untuk mengalirkan air, dari sungai atau mata air, ke berbagai tempat. Misalnya untuk kebutuhan mandi dan minum, dan untuk pertanian.

Bentuk air bisa berubah, sesuai dengan wadah atau media yang digunakan untuk menampungnya.

Selain sifat yang memenuhi hukum alam seperti telah saya sebutkan, air juga mengandung makna spiritual. 

Gereja Kristen Katolik sangat erat hubungannya dengan air, yaitu gereja kerap memakainya sebagai medium. Air dipandang mempunyai kekuatan untuk penyucian, tentunya setelah melalui proses pemberkatan oleh imam.

Hal terpenting dalam hubungan dengan air adalah, umat kristiani memandang bahwa Kristus adalah air hidup, yang menjadi oase abadi kehidupan segala masa.

Air juga menjadi medium penting pada misa Vigili Paskah yang dirayakan sabtu malam lalu. Pemercikan dengan air suci dilakukan setelah orang yang telah dibaptis memperbarui janji baptis. 

Sekadar info, baptis adalah salah satu dari 7 sakramen dalam Gereja Kristen Katolik. Sakramen baptis merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan iman akan Yesus Kristus, dan dengan menerimanya maka orang akan menjadi anggota Gereja.

Tujuan lain dari baptis adalah, agar manusia yang telah diciptakan menurut citra Allah, bisa disucikan dari kecemaran dosa.

Lalu apa saja janji yang diperbarui pada misa Vigili Paskah? Pembaruan janji yang kami ucapkan pada perayaan diantaranya adalah, kesanggupan untuk menentang kejahatan, baik dari dalam diri, maupun di masyarakat.

Kami juga berjanji untuk sanggup menolak godaan setan. Serta kesanggupan untuk melawan tindakan dan kebiasaan tidak adil, tidak jujur, dan tindakan yang melanggar hak-hak asasi manusia.

Setelah mengucapkan janji baptis, umat diperciki dengan air suci. Tujuannya agar hati disucikan, sehingga kita bisa mewujudkan janji kesetiaan dalam karya nyata, bukan sekadar omongan di mulut belaka.

Air suci ini juga menjadi saksi, sekaligus menjadi tanda penyelamatan oleh Kristus sang air hidup, di manapun kita berada.

Sebagai catatan, air suci dalam bahasa Latin disebut aqua lustralis. Tongkat pendek yang dipakai Romo/Pastor untuk memerciki umat dengan air suci disebut aspersorium.

Paus Fransiskus sedang memerciki umat dengan air suci menggunakan aspersorium (Max Rossi via joyceproject.com)
Paus Fransiskus sedang memerciki umat dengan air suci menggunakan aspersorium (Max Rossi via joyceproject.com)

Hari ini umat kristiani merayakan Paskah, Hari Kebangkitan Kristus. Saya beruntung karena tahun ini bisa merayakan Pekan Suci, dengan puncaknya pada Misa Paskah hari ini, di Indonesia. Biasanya saya pulang saat nataru, sehingga misa natal dan tahun baru saja yang saya dapat ikuti.

Saya juga senang karena akhirnya bisa ikut misa secara langsung (offline) di gereja. Kehadiran secara fisik di rumah Tuhan merupakan suatu kenikmatan tersendiri.

Secara rohani pun, saya merasakan rahmat dan kasinNya. Setelah pembaruan janji baptis dan pemercikan air suci kemarin malam, maka hari ini kita bisa ikut bangkit bersama Kristus. Kebangkitan ini hendaknya menjadikan kita sebagai manusia baru.

Perubahan memang bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Akan tetapi bagi orang beriman, kami percaya bahwa manusia bisa berubah.  Baik itu orang yang keras kepala, bahkan orang jahat sekalipun pasti bisa berubah.

Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar manusia bisa berubah.

Pertama, dia harus mengenal diri sendiri. Bahasa kerennya, introspeksi.

Mungkin tidak perlu dijelaskan lagi alasannya kenapa untuk bisa berubah harus introspeksi? Alasannya simpel saja. 

Logikanya, jika orang tidak tahu apa dan mana saja yang salah setelah introspeksi, maka mustahil dia bisa berubah. Perubahan tentu hanya bisa terjadi, kalau manusia sadar bahwa ada sesuatu yang perlu diubah. Lagi pula, perubahan juga harus dilakukan dalam keadaan sadar.

Kedua, rahmat dan kekuatan Allah kita butuhkan agar orang bisa berubah. Ini juga sudah jelas, karena manusia tidak dapat melakukan sesuatu yang baik tanpa bantuan Allah.

Sebelum menutup tulisan, saya ingin menegaskan juga bahwa pandemi yang berkepanjangan, membuat manusia menjadi akrab dengan air. Meskipun saat ini jumlah terjangkiti virus sudah relatif menurun, namun kita harus selalu ingat untuk mencuci tangan ya.

Satu hal yang kita tidak boleh lupa, bahwa bukan hanya membersihkan tangan (fisik) saja yang kita butuhkan. Manusia juga wajib membersihkan dan menyucikan hati, agar selalu dalam keadaan pantas untuk menerima kehadiranNya.

Semoga dengan percikan air suci dan pembaruan janji baptis, serta dengan rahmatNya pada hari Paskah ini, maka kita bisa ikut bangkit bersama Kristus, untuk menjadi manusia baru.

Manusia baru yang bisa menerima Dia sang air hidup sebagai oase abadi. Sehingga bukan hanya raga menjadi sejuk, namun juga hati, jiwa dan pikiran menjadi bersih. 

Hasilnya diharapkan agar kita selalu ingat ajaran utama yaitu mewujudkan kasih sebaik-baiknya kepada semua orang tanpa kecuali, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Selamat Paskah. Kristus telah bangkit, Alleluia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun