Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Chuo Freeway dan Perjalanan Kehidupan

28 Maret 2022   22:32 Diperbarui: 28 Maret 2022   22:36 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak setiap hari saya mempunyai kesempatan untuk menatap gedung tinggi di kanan kiri jalan sepanjang tol Chuo Expressway (dahulu bernama Chuo Freeway). Pada hari minggu pagi sekitar pukul 6:30, kesempatan itu datang karena saya berada di dalam bus limousine (sebutan untuk bus dengan tujuan dan dari bandara di Jepang) menuju bandara Haneda, Tokyo.

Gedung beton tinggi dan megah itu bak memandang dingin ke arah bus, yang berjalan merambat di tengah-tengah, dengan saya di dalamnya. Suhu udara juga masih dingin pada bulan Maret, ditambah belum banyak pergerakan orang diluar, membuat bus yang kami tumpangi seperti ingin lari dari "dinginnya" kehidupan di Tokyo.

Akan tetapi saya tidak merasakan "kedinginan" suasana di luar, apalagi di dalam hati. Alasannya, euforia karena akhirnya saya bisa mudik setelah pandemi panjang, mengalahkan semua itu.

Saya biasa mudik saat nataru. Sehingga kalau dihitung, maka sudah 3 tahun tidak bisa menginjakkan kaki di tanah tumpah darah. Setelah suntik vaksin 3 kali, serta mendapat sertifikat hasil tes negatif PCR, akhirnya keinginan melihat pertiwi bisa terlaksana.

Sepanjang perjalanan, melalui jendela depan bus saya melihat jalan lurus tol Chuo seperti landasan pacu pesawat terbang. Saya membayangkan bus melaju tanpa halangan bak pesawat memacu lajunya, kemudian tinggal landas menuju langit tidak berbatas.

Jika Anda penggemar lagu-lagu berirama City Pop yang populer pada era 70 sampai 80-an di Jepang, mungkin tahu penyanyi bernama Arai Yumi (sekarang bernama Matsutoya Yumi). Saya merasakan hal sama seperti lagu yang dinyanyikannya berjudul "Chuo Freeway".


Satu setengah jam kemudian, bus sampai di terminal 3. Suasana di dalam terminal sangat lengang, karena Maret memang bukan bulan dimana banyak orang bepergian.

Lagi pula orang mungkin masih enggan bepergian, apalagi ke luar negeri. Pemerintah Jepang juga menganjurkan warganya menahan diri untuk tidak bepergian jauh, termasuk perjalanan ke luar negeri.

Setelah check in dan selesai melewati proses imigrasi, perut keroncongan karena memang tidak sempat sarapan. Sehingga  saya mencari dan akhirnya menemukan satu-satunya restoran yang buka di dalam area keberangkatan. 

Di sana saya memesan udon hangat dengan campuran wakame (rumput laut) dan umeboshi (buah plum dikeringkan). Rasa masin dan aroma laut wakame bercampur dengan rasa masam umeboshi, menyegarkan (baca: membuat mata saya yang mengantuk menjadi terbuka lebar) serta membuat badan terasa hangat dan perut juga kenyang tentunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun