Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Udara dan Kemerdekaan

17 Agustus 2021   09:00 Diperbarui: 17 Agustus 2021   10:51 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin saya tidak perlu katakan lagi bahwa udara adalah sesuatu yang penting. Manusia, butuh menghirup udara. Dengan kata lain, manusia harus bernapas.

Untuk ukuran manusia normal, paling lama dapat menghentikan napas selama 1 menit dan beberapa detik. Kecuali seorang bernama Budimir Sobat dari Kroasia, yang bisa memecahkan rekor tidak bernapas selama 24 menit 37 detik!

Kenapa kita tidak dapat menahan napas lama-lama?

Alasannya adalah, kandungan oksigen dalam udara, dibutuhkan manusia untuk pembakaran bahan makanan yang diserap oleh tubuh, agar menghasilkan energi untuk beraktivitas. Organ tubuh perlu energi dan kecukupan oksigen agar berfungsi baik.

Selain manusia, bernapas juga kegiatan wajib bagi binatang, seperti burung, hewan buas, kodok, yang bernapas dengan paru-paru, serta hewan air seperti ikan, udang dan lainnya yang bernapas melalui insang.

Berbicara mengenai udara, 76 tahun lalu ketika kita memproklamasikan berdirinya Republik Indonesia, udara di Indonesia khususnya di Jakarta tentu masih bersih.

Tidak hanya udara bersih yang kita hirup, namun kehidupan kita sebagai bangsa juga menghirup udara bebas, merdeka dari penjajahan.

Ironisnya, seiring dengan meningkatnya jumlah pembangunan dalam rangka mengisi kemerdekaan, lahan hijau yang berfungsi sebagai "paru-paru" kota makin berkurang. Pembangunan gedung bertingkat serta sentra industri, dan bertambahnya jumlah kendaraan menyebabkan udara kota Jakarta menjadi tercemar. Saya ingat ketika masa SMA, setiap pulang dari sekolah kemudian mencuci muka, airnya bekas cucian muka berwarna agak kehitaman.

Setelah proklamasi kemerdekaan pun, kehidupan politik di Indonesia mengalami masa persis seperti udara tercemar itu. Selama kurun waktu tahun 1967 sampai 1998, hampir tidak ada kebebasan dalam kehidupan berpolitik. Sang smiling general serta kroninya menguasai segenap aspek kehidupan dengan tangan besi.

Sesudah gerakan reformasi terjadi, para pegiat politik tentu lega karena bisa menghirup udara bebas lagi. Akan tetapi, seperti kita lihat sendiri dari banyak kejadian, kebebasan ini terkadang diartikan sebagai, orang boleh berkata dan bertindak sebebas-bebasnya tanpa bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun