Ebizou juga mengucapkan kalimat khas pada lakon kabuki sesuai dengan judul, yaitu "shi-ba-ra-ku". Â Biasanya, pada waktu pertunjukan di panggung, pemain yang berperan sebagai penjahat langsung tunggang langgang setelah mendengar kata ini.
Terakhir dan sebagai puncak dari acara pembukaan, kita dapat melihat podium delapan sudut berbentuk Gunung Fuji, lengkap dengan matahari di atasnya. Bentuk matahari itu kemudian terbuka dan berubah menjadi seperti bunga.Â
Ditengahnya ada obor utama, yang kemudian dinyalakan oleh Osaka Naomi, atlet tenis Jepang. Mungkin Anda akan bertanya, mengapa ada bentuk Gunung Fuji di sana?Â
Kita semua tahu, selain sebagai pusat spiritual, Fuji merupakan pusat budaya Jepang. Ada banyak karya visual dan tulisan terutama karya sastra, dibuat dengan inspirasi dari Gunung Fuji. Sehingga wajar jika bentuknya digunakan sebagai penyemangat atlet dalam dan luar negeri Jepang yang akan, dan sedang bertanding.Â
Apalagi gunung identik dengan puncak. Setiap orang tentu ingin mencapai puncak (posisi tertinggi). Untuk seorang atlet, menjadi wakil negaranya pada pertandingan internasional kemudian meraih kemenangan (baca: mencapai titik puncak) adalah sesuatu yang didambakan.
Begitulah sedikit gambaran sisi budaya yang bisa kita simak pada acara pembukaan olimpiade Tokyo 2020.Â
Kita tahu bahwa pada setiap acara internasional, sisi yang paling mencolok adalah marketing (iklan), teknologi, dan pencapaian (perolehan medali). Akibatnya, sisi lain misalnya budaya, kurang mendapat perhatian.
Akan tetapi, menurut saya ada hal lebih penting dibandingkan dengan tuntutan pencapaian medali, kecanggihan teknologi dan pemasukan iklan.Â
Yaitu bagaimana agar setiap atlet yang bertanding, bangga akan jati diri dan budaya dari negara tempat dia berasal, kemudian menyalurkan rasa bangga itu melalui seluruh pancaindranya, dalam setiap pertandingan maupun perlombaan selama olimpiade, untuk mencapai harmoni dengan sesama atlet lain. Â
Demikian itu hakikat dari olimpiade, sekaligus hal paling penting dan mutlak untuk diwariskan kepada generasi penerus. Alasannya, karena kita hidup di dunia yang terdiri dari beragam suku dan kebudayaan.Â