Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Nosce Te Ipsum

9 Mei 2021   11:00 Diperbarui: 10 Mei 2021   12:34 3038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Nosce Te Ipsum" adalah aforisme bahasa Latin yang asalnya dari bahasa Yunani. Artinya adalah kenalilah dirimu. (know-how-tree.com)

"Nosce Te Ipsum" adalah aforisme bahasa Latin yang asalnya dari bahasa Yunani. Artinya adalah kenalilah dirimu. 

"Nothing new under the sun," kata orang bule. Tidak ada yang baru di dunia ini. Segala sesuatu, sudah ada sejak zaman dahulu, dalam bentuk dan cara berbeda dengan apa yang kita kenal sekarang.

Contohnya, kalau menggunakan istilah zaman sekarang, Murasaki Shikibu adalah salah satu blogger top pada era Heian. Dia menceritakan kisah dengan tema percintaan selingan bumbu humor pada blog "Genji-monogatari".

Ukiyo-e, lukisan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari dan populer terutama pada era Edo, saat ini kita kenal dengan nama Instagram. Orang mengabadikan dan menyebarkan segala sesuatu yang dialami dalam kehidupan sehari-harinya disana.

Dahulu orang merumpi secara lisan, dalam bahasa Jepang dikenal dengan nama idobata-kaigi. Saat ini, orang merumpi melalui tulisan menggunakan WhatsApp, Line, WeChat dan lainnya.

Orang melakukan itu semua, meskipun melalui bentuk dan cara berbeda pada setiap era, karena manusia ingin selalu membangun dan mempertahankan hubungan personal dengan orang lain. 

Aristoteles berkata bahwa hal tersebut merupakan kebutuhan dasar alamiah manusia sebagai makhluk sosial. Manusia butuh pengakuan, penerimaan, dan kenyamanan, baik secara psikologis maupun sosial.

Itulah sebabnya, orang tidak bisa lepas, bahkan beberapa ada juga yang ketagihan media sosial (selanjutnya saya sebut medsos).

Sebelum melanjutkan lebih jauh, istilah medsos dan SNS (Social Networking Service) saat ini memang digunakan dengan arti sama. Akan tetapi, jika kita telusuri lebih dalam lagi, keduanya sedikit berbeda.

Kata kunci SNS adalah komunikasi, baik itu satu arah, dua arah, maupun multi arah. Untuk melakukannya dibutuhkan platform, dimana kita harus mendaftar terlebih dahulu sebelum bisa menggunakan. Contohnya Facebook, Instagram, Twitter, LinkedIn, dan lainnya.

Sedangkan medsos kata kuncinya adalah penyiaran. Entitas yang melakukan penyiaran bisa sebuah badan bisnis misalnya perusahaan, perkumpulan, bahkan bisa juga perorangan. Medsos membutuhkan SNS untuk menyebarkan konten digital kepada pasar yang dituju, dan untuk berinteraksi.

Fokus dari medsos adalah apa yang disiarkan dan dikonsumsi melalui platform medsos. Dengan kata lain, kita bisa katakan bahwa medsos itu sama dengan SNS ditambah unsur penyiaran.

Perkembangan medsos tidak bisa kita pisahkan dari perkembangan internet yang menjadi landasannya.

Awalnya, internet bukan teknologi untuk umum. Internet hanya digunakan untuk kepentingan riset pada kalangan terbatas. Media ini mulai digunakan pada tahun 1969 yang saat itu bernama ARPAnet, menghubungkan 4 universitas untuk kepentingan penelitian.

Lama-lama berkembang, baik dari segi jumlah yang terkoneksi, maupun teknologi penunjangnya. Internet menjadi populer pada era 90-an, setelah munculnya program untuk mempermudah orang "berselancar" di internet (web browser) bernama Mosaic.

Sampai dengan tahun 2000, meskipun sudah populer, namun orang harus punya (meskipun sedikit) pengetahuan tentang internet sebelum bisa menggunakannya. 

Pertama, agar bisa terkoneksi, kita harus melakukan beberapa persiapan terlebih dahulu. Misalnya memasang kabel koneksi dari modem (alat sebesar kotak bento) ke komputer dan ke saluran telepon. Setelah itu, kita harus menggunakan beberapa program berbeda, dengan cara dan pengaturan berbeda juga, sebelum bisa terkoneksi ke internet. Agak ribet deh.

Akan tetapi, saat ini orang tidak perlu pusing lagi untuk menggunakan internet. Kita cuma butuh satu atau dua klik agar bisa terhubung dan menggunakan semua fasilitas yang tersedia di internet.

Karena kemudahan inilah, mungkin orang tidak lagi memperhatikan tata cara saat menggunakan internet. Banyak orang yang seenaknya menggunakan internet, tanpa memperhatikan etiket.

Dahulu orang wajib paham etiket sebelum menggunakan internet. Tata cara penggunaan internet ditulis pada dokumen RFC 1855 dengan judul "Netiquette Guidelines". Sebagai catatan, RFC adalah dokumen yang digunakan untuk menuliskan berbagai macam spesifikasi teknis, peraturan, maupun kumpulan pengetahuan berhubungan dengan teknologi internet.

Sebagian contoh dari apa yang tertulis pada dokumen RFC adalah, kita tidak boleh memprovokasi orang melalui tulisan. Orang juga tidak boleh percaya begitu saja pada berita, karena ada kemungkinan isinya sudah kedaluwarsa (tidak up to date), atau bahkan mengandung informasi palsu (hoax).

Kalau saja saat ini orang masih mau membaca dokumen itu sebelum menggunakan internet, mungkin kita bisa mendapat manfaat positif lebih banyak. Namun, harapan itu hanya menjadi harapan saja. Zaman sekarang, mana ada sih orang yang mau repot?

Meskipun saya tidak tahu apakah semua anggota pernah membaca dan paham dokumen RFC 1855, untungnya konten kompasiana sebagai salah satu medsos, umumnya tidak melenceng dari isi dokumen tersebut. Ini pendapat pribadi berdasarkan pengamatan terbatas saya.

Sebagai anggota, saya hanya bisa seminggu sekali mengintip berbagai ragam tulisan, "diracik" dengan keunikan masing-masing penulis kompasiana.

Saya memang tidak begitu aktif ber-medsos ria. Kompasiana dan Youtube adalah dua platform yang saya gunakan saat ini.

Ada berbagai macam alasan mengapa saya hanya menggunakan dua dari sekian banyak medsos yang tersedia. Dua di antara alasan tersebut adalah, kebutuhan dan prioritas.

Saya membutuhkan kompasiana sebagai media untuk mengajak kita (saya dan Anda sebagai pembaca) sama-sama belajar. Terutama tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Jepang, dan teknologi. 

Tentu ajakan ini boleh ditanggapi dengan sukarela, karena saya yakin orang menggunakan kompasiana untuk berbagai macam tujuan, yang mungkin berbeda antara satu dengan lainnya.

Banyaknya kegiatan juga membuat saya harus menyusun prioritas. Kegiatan itu misalnya aktivitas rutin kantor, melakukan hobi, refreshing, bercengkerama dengan teman maupun keluarga, atau kegiatan lain di dunia nyata.  

Kebutuhan dan prioritas itu merupakan alasan kenapa saya hanya menggunakan dua medsos. Itu pun tidak saya lakukan setiap hari, namun setiap minggu. Ini pun kadang tidak saya lakukan.

Mungkin saya termasuk orang yang tidak bisa menikmati asyiknya dunia maya. Misalnya bercengkerama melalui medsos dengan teman sekolah atau kuliah dahulu.

Saya lebih menikmati kejadian yang dapat saya rasakan langsung di dunia nyata. Seperti ketika saya tidak sengaja bertemu teman SMA di bandara Narita. Saat itu saya baru saja kembali setelah mudik, dan teman datang ke Tokyo untuk urusan kantor.

Kami kemudian mengobrol di kafetaria, bercerita tentang segala sesuatu, mulai dari cerita masing-masing, sampai dengan cerita yang membangkitkan nostalgia.

Kejadian secara tiba-tiba tersebut membuat saya senang luar biasa. Saya cenderung suka dan lebih menikmati momen yang terjadi sesekali secara nyata, seperti pertemuan tak terduga itu. Mungkin hal tersebut menjadikan saya tidak begitu banyak berinteraksi melalui medsos.

Saya di dunia nyata, tidak berbeda dengan saya yang berada di dunia maya. Hanya saja, saya tidak begitu aktif di dunia maya, dengan alasan yang telah saya tuliskan.

Sebagai penutup tulisan, saya ingin menjelaskan sedikit tentang judul yang saya pakai kali ini.

"Nosce Te Ipsum" adalah aforisme bahasa Latin yang asalnya dari bahasa Yunani. Artinya adalah kenalilah dirimu. 

Tulisan ini terpahat pada tiang di pintu masuk kuil dewa Apollo di Delphi, Yunani. Kalau pernah menonton film Matrix, Anda bisa melihat kata "Temet Nosce" yang mempunyai arti sama, terpampang di pintu Oracle.

Pahatan pada tiang kuil itu sebenarnya untuk mengingatkan, bahwa setelah melalui pintu masuk, dunia manusia harus ditinggalkan untuk memasuki dunia para dewa.

Ini mirip dengan kehidupan kita sehari-hari. Layar komputer atau gawai yang Anda gunakan sekarang, merupakan pintu masuk yang memisahkan dunia nyata dengan dunia maya. 

Setelah melalui pintu masuk itu, Anda bisa memilih. Ingin menjadi diri sendiri sama seperti di dunia nyata, atau menjadi orang asing (baca: berbeda). Semuanya tergantung pada pilihan masing-masing.

Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun