Seperti sudah saya tulis, sebelum era Edo bunga ume lebih terkenal dibanding sakura. Bakan banyak karya sastra klasik Jepang memuat tulisan yang berhubungan dengan ume.
Contohnya pada karya sastra klasik "Makura-no-soushi" karya Seisho Nagon. Ada juga cerita "Genji Monogatari", yang ditulis oleh Murasaki Shikibu.
Semerbak bau bunga ume bertebaran saat angin berembus pada bunga, merupakan lambang kemuliaan. Kemudian kekuatan dan energi kehidupan dipancarkan oleh ume untuk berbunga saat awal musim semi yang masih dingin, melambangkan juga umur panjang.
Di samping mengantarkan musim semi, sejak zaman dahulu sampai sekarang pun, bunga ume bisa menjadi inspirasi untuk membuat karya sastra seperti puisi.
Kita semua tahu bahwa Jepang merupakan salah satu negara maju di dunia. Namun kita juga tahu bahwa orang Jepang memegang tradisi lama, dan masih melakukannya saat ini, bahkan melestarikan budaya mereka secara turun-temurun.
Budaya dan seni merupakan dua hal yang berhubungan erat. Seni, tentu membuat orang menjadi lebih fleksibel. Dengan menjaga tradisi dan budaya, secara tidak langsung menjadikan orang suka akan seni. Dengan kesukaan orang Jepang terhadap seni, maka ini bisa menjelaskan bahwa orang Jepang sebenarnya tidak "kaku" seperti terlihat dari luarnya saja.
Untuk memberikan satu contoh bahwa orang Jepang gemar seni terutama sastra, pada edisi hari Sabtu koran Nikkei, ada satu halaman penuh yang menampung puisi hasil karya pembaca.
Orang dari seluruh pelosok Jepang mengirimkan puisinya untuk diseleksi, kemudian dimuat. Saat awal musim semi seperti sekarang ini, saya bisa dengan mudah menemukan satu atau dua puisi yang mengambil ume sebagai tema.