Puutaro pusing tujuh keliling.
Pusingnya bukan karena kehebohan di negara sebelah, setelah seseorang pamer buku dengan judul "How Democracies Die".
Karena sebagai seorang yang hidup di Kleponsia--negara kecil di tengah garis Katulistiwa-- dibanding membaca buku karangan Levitsky, Puutaro lebih suka membaca buku kisah petualangan tentang Lewinsky. Ya, si Monica Lewinsky yang punya skandal dengan Bill Clinton, presiden Amerika ke-42.
Lagipula, Puutaro kurang suka judul buku dengan akhiran kata kerja "die". Â Dia lebih suka ungkapan dengan akhiran kata sifat "dead". Itu lebih membuatnya bergetar.
Karena kalau cuma frasa "die", maka Puutaro tidak akan ambil pusing lagi. Biar sajalah, pikirnya.
Namun, dia tidak bisa tenang dan akan sedikit berpikir bila ada frasa "dead".
Contohnya, Puutaro terperanjat saat membaca berita dedengkot Sex Pistols Johnny Rotten berkata "Rock is Dead".
Kemudian contoh lainnya, ada getaran di tubuhnya sewaktu membaca buku karangan Nietzsche berjudul "Thus Spoke Zarathustra", yang ada frasa "God is Dead".
Saking gugupnya, setelah membaca dia rasanya ingin bertanya, apa benar sih?
Kembali pada pusing Puutaro. Sebenarnya sumber pusingnya adalah peraturan larangan minol (minuman beralkohol). Sebab dia adalah pemilik sakagura (pabrik sake).
Hari ini Puutaro mendapat pesanan beberapa botol sake dari negara tetangga. Dia harus berpikir keras bagaimana mengirimkannya, karena di perbatasan negara harus melalui pos penjagaan yang ketat.
Puutaro sebenarnya paham bahwa orang-orang di pos penjagaan dilarang untuk minum sake. Sehingga kalau mereka bisa dikelabui (dengan anggapan mereka tidak akan mencicip minol), maka dia bisa sukses menyelundupkan sake ke luar.
Meskipun dia agak keder juga, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa yang menguasai pos penjagaan adalah preman berbaju satuan pengaman.
Maka Puutaro memutar otak bagaimana caranya supaya bisa meloloskan sake buatannya untuk dibawa ke negeri sebelah.
***
Puutaro berjalan lenggang menenteng kotak pagi itu melewati pos penjagaan.
"Kamu mau kemana?"
"Itu pak, mau ke negara sebelah," jawab Puutaro.
"Bawa apa dalam kotak."
"Ini agar-agar dalam botol."
"Coba sini saya cek."
"Bapak nggak percaya saya bawa agar-agar ya," kata Puutaro sambil bersungut.
Agak malas Puutaro menyerahkan kotak yang dibawanya. Penjaga lalu membuka kotak, mengambil botol di dalamnya, membuka tutup dan mengintip isinya.
"Kok agar-agar kelihatannya seperti air?"
"Kan agar-agar cair pak."
"Emang ada?"
"Ya ada lah. Bapak kurang gaul ya?" kata Puutaro sambil tertawa.
Kemudian penjaga lain berkumpul. Jumlah nya ada sekitar 3 orang. Seseorang kemudian mencicipi isi botol dan kemudian berbisik kepada 2 penjaga lain.
"Ini saya tahan. Kamu masih berani ya membuat minol dan mengedarkan."
Ah, sial pikir Puutaro. Bualanku ternyata tak bisa tembus.
Hari berikutnya Puutaro membawa dua kaleng kecil dan melewati pos penjagaan lagi.
"Hei kamu yang kemarin itu kan?"
Sial! Si bapak berjanggut itu lagi, gumam Puutaro dalam hati.
"Iya pak."
"Kamu mau kemana dan bawa apa itu?"
"Saya mau ke negara sebelah membawa minyak pak."
"Minyak? Minyak apa? Coba sini saya periksa dulu," perintah si bapak.
Dengan rasa malas dia menyerahkan dua kaleng yang dibawanya. Si bapak membuka kaleng, mengamati isi dan mengendus baunya.
"Kok baunya nggak seperti bau minyak?"
"Iya pak, ini minyak model baru."
"Emang ada?"
"Ya ada lah. Bapak kurang gaul ya?" kata Puutaro sambil tertawa, namun agak kecut kali ini.
Dua penjaga lain yang ada disitu kemudian berkumpul, salah satu mencicip isinya, lalu mereka berunding.
"Kamu mau menyelundupkan minol lagi ya," ujar bapak berjanggut.
"Enggak, pak. Kan itu minyak!"
"Sudah kamu jangan banyak bacot. Cepat pulang dan ini saya sita!"
Sambil bersungut Puutaro meninggalkan tempat itu. Agak kesal juga rasanya karena sudah dua kali ketiban sial. Dia berpikir keras, bagaimana caranya untuk membalas para penjaga itu.
Esok harinya, dengan agak ceria dia membawa botol tanpa dibungkus apapun. Puutaro melewati pos penjagaan dan mengamat-amati apa ada bapak yang kemarin.Â
Sementara dia melongok ke dalam pos, ada suara dari belakangnya.
"Kamu lagi."Â
Puutaro membalikkan badan dan pura-pura memasang muka kecut.
"Mau ke negara sebelah lagi ya? Bawa apa itu?"
"Botol ini pak?" kata Puutaro sambil menunjukkan botol kepada bapak.
"Iya."
"Ini air kencing saya pak."
"Ah yang benar saja. Pasti kamu mau mengelabui kami yang berjaga disini."
"Saya yakin kau mau menyelundupkan minol ke luar Kleponsia kan?" Bapak itu melanjutkan bicara.
"Ya sudah kalau bapak nggak percaya. Ini kencing, jadi saya boleh lewat ya?"
"Tunggu, tunggu sebentar. Coba berikan botol itu."
Bapak itu mengambil botol dari tangan Puutaro, dan berkata.
"Kok agak hangat ya?"Â
"Lha iya lah. Kan sudah saya bilang itu air kencing."
Bapak itu kemudian membuka botol dan menciumnya isinya.
"Baunya agak sedikit aneh. Sepertinya saya kenal dengan bau ini. Kamu pakai resep baru untuk bikin minol ya?"
"Resep apa sih? Kan sudah saya bilang itu bukan minol."
Kelihatan kurang percaya dengan ucapan Puutaro, bapak itu kemudian meminum isi botol.
"Hmm....rasanya juga agak aneh."
"Kan sudah saya bilang berulang kali. Itu air kencing saya!"
Bapak itu terlihat berpikir keras sambil memegang kepalanya.
"Ah, kamu memang pandai berbohong. Botol ini saya sita!"
"Ya sudah terserah bapak lah."
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Puutaro tertawa sekeras-kerasnya. Memang orang kalau sudah percaya sesuatu, mereka dengan mudah bisa menafikan kenyataan yang dilihat maupun dirasakan, sekalipun itu berlawanan dengan suara hati nurani dan logikanya. Kepercayaan buta yang bisa membunuh akal sehat.
"Akal sehat is dead!" teriak Puutaro, sambil sedikit berlari menuju rumah karena ternyata dia sudah kebelet kencing lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H