Saya yakin Anda pernah mendengar nama Gunung Fuji atau Fujisan (biasa juga disebut dengan Fujiyama oleh orang barat). Bagi masyarakat dunia, nama Fuji memang sudah menjadi label yang melekat erat pada Jepang.
Berbeda dengan label lain pada Jepang yaitu (bunga) Sakura yang aslinya berasal dari luar, Fujisan merupakan "produk" asli Jepang. Sebab tentu kita tahu, bahwa gunung tidak bisa berpindah tempat.
Di Jepang, Fuji (akhiran san pada Fujisan berarti gunung) memang menjadi salah satu kata favorit. Sehingga kata ini banyak dipakai sebagai nama badan usaha, nama produk, orang, pohon dan berbagai macam nama lain. Dengan catatan, ucapan Fuji-nya sama, namun huruf kanji yang digunakan bisa saja berbeda.
Kerucut sempurna dari gunung yang terletak diantara dua prefektur yaitu Yamanashi dan Shizuoka ini, adalah akibat dari perjalanan terbentuknya Fujisan.
Ratusan ribu tahun lalu, ada dua gunung api aktif berdekatan. Semburan lahar dan bahan batuan akibat dari letusan kedua gunung tersebut membuat tumpukan berlapis-lapis disekitarnya.
Hingga akhirnya kira-kira 8000 tahun lalu, dari dua gunung berdekatan tersebut terbentuklah satu gunung besar yang saat ini kita kenal sebagai Gunung Fuji atau Fujisan.
Diantaranya, ada pendapat mengatakan bahwa kata Fuji adalah bentuk transformasi kata fuchi dari bahasa Ainu (penduduk asli pulau Hokkaido yang terletak di sebelah utara Jepang), yang artinya gunung api.
Ada juga pendapat mengatakan kata Fuji berasal dari fuse, yaitu gerakan menaruh mangkok kecil tempat nasi (dalam bahasa Jepang disebut owan) dengan terbalik. Bagian terbuka diletakkan di bawah dan alasnya diatas. Owan terbalik memang mempunyai bentuk mirip gunung.
Sementara kita juga tahu bahwa bagi masyarakat Jepang, Gunung Fuji bukan merupakan kekayaan alam belaka.Â
Dahulu Fujisan sangat erat berhubungan dengan spiritualitas, yang menjadikannya sebagai tempat sakral serta digunakan pula sebagai objek pemujaan (dalam bahasa Jepang disebut sangaku shinkou).
Mungkin Anda pernah melihat lukisan ukiyo-e Fujisan berwarna merah (dalam bahasa Jepang disebut aka-fuji) karya Katsushika Hokusai. Pelukis yang hidup pada era Edo ini memang maestro lukisan ukiyo-e.Â
Namun objek lukisan Hokusai bervariasi, sehingga jumlah lukisannya dengan objek Fujisan bisa dihitung dengan jari.
Pelukis yang lahir pada awal era Meiji ini adalah seniman paling banyak menghasilkan lukisan tentang Fujisan. Hasil karya Taikan dengan objek Fujisan ada sekitar 1500 buah lukisan!
Bagi masyarakat dunia, kata "Fujisan" bisa langsung memberi imanjinasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Jepang.
Namun bagi orang Jepang, terlebih bagi penggemar seni (dalam hal ini seni lukis), kata "Fujisan" akan memberi imajinasi tentang Yokoyama Taikan.
Sebagai pelukis era modern Jepang, putra sulung seorang pembesar dari klan Mito ini memang mempunyai bakat seni.Â
Sebagai catatan, saat ini Tokyo University of the Arts merupakan universitas terbaik untuk bidang seni di Jepang. Dari sini banyak lahir seniman yang kemudian menjadi terkenal, baik di Jepang maupun mancanegara.
Kecintaan Taikan pada Fujisan, bukan hanya bisa dibuktikan dari jumlah lukisannya tentang Fujisan. Namun, kita bisa lihat pada kecermatan goresan kuasnya untuk melukiskan betapa besar dan sakralnya Fujisan.
Goresan cat warnanya membentuk garis terlihat kuat, namun tidak kaku. Cara dia melukiskan garis membujur tegak sepanjang lereng Fujisan pun terkesan dinamis, namun terlihat lembut.Â
Komposisi gambarnya juga sederhana, tetapi bisa menimbulkan makna mendalam bagi orang yang melihatnya.
Bahkan saya mencoba meniru framing (pengambilan sudut dan pemotongan objek gambar atau foto) dari karya Taikan berjudul kenkon kagayaku, seperti Anda bisa lihat pada foto saya di awal tulisan.
Fujisan memang mempunyai daya tarik magis tersendiri. Sehingga setiap saya pergi ke tempat di mana saja yang dari situ bisa kelihatan Fujisan, maka saya tidak akan lupa mengabadikannya.
Anda bisa melihat beberapa foto Fujisan pada artikel ini, saya ambil dari beberapa tempat dengan framing bervariasi.
Fujisan memang mempunyai wajah (baca:tampilan) berlainan, tergantung dari arah mana kita memandang. Penampilannya juga berbeda pada tiap musim.Â
Wajah Fujisan berbeda jika kita melihatnya di musim semi, kemudian musim panas, gugur dan musim dingin.Â
Perbedaan juga bisa terjadi tergantung waktu kita melihatnya, misalnya jika kita melihatnya dini hari atau pagi, siang dan malam hari. Dengan adanya perbedaan itu, maka rasa bosan tidak pernah muncul.
Taikan hidup dalam kesederhanaan. Sehingga jiwa dari perilaku sederhana itu, terpancar dalam setiap hasil lukisannya. Kesederhanaan itu pula yang bisa membuat banyak orang terpesona.Â
Saya merasa, memang kesederhanaan itulah sebenarnya hakikat kehidupan. Dan kesederhanaan tidak perlu dipertontonkan, karena dengan sendirinya kelihatan pada perilaku, dan akan terpancar dari jiwa seseorang. Itu juga yang membuat saya selalu terpesona oleh Fujisan dan Taikan.
Bagi penggemar Taikan terutama saya, karya lukisannya dengan objek Fujisan, dan Gunung Fuji itu sendiri adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Sehingga saya selalu berusaha untuk mengabadikan Fujisan sebagai ungkapan kekaguman pada Taikan, saat berkunjung ke daerah yang memungkinkan untuk memandang sosoknya.
Selamat berakhir pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H