Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Rapsodi Kabukicho: Gemerlap Kehidupan Malam Tokyo

27 September 2020   07:41 Diperbarui: 27 September 2020   15:25 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa daerah di dunia mendapat julukan kota yang tidak pernah tidur. Tokyo merupakan salah satunya.

Mungkin ada dari Anda yang pernah berkunjung ke Tokyo. Namun, apakah Anda sudah pernah mengintip bagaimana kehidupan malam di Tokyo?

Kehidupan malam memang bagian yang tidak terpisahkan dari Tokyo. Kalau boleh saya katakan secara ekstrem, Tokyo tanpa kehidupan malam seperti makan sashimi tanpa wasabi (semacam lobak yang diparut dan kalau dimakan berasa pedas di hidung). "Kurang nampol", kalau meminjam istilah anak zaman now.

Tokyo mempunyai beberapa daerah yang tidak tidur. Dengan kata lain, selalu ada saja aktivitas terjadi selama 24 jam.

Daerah tersebut antara lain Roppon-gi, Shibuya, Akasaka, dan tentunya Shinjuku.

Mari kita lihat Shinjuku secara lebih detail lagi.

Area Shinjuku secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 bagian utama. Jika kita posisikan Stasiun Shinjuku di tengah-tengah, maka Shinjuku bisa dibagi menjadi area di sebelah barat dan timur dengan batas jalur kereta api yang membelah dari utara ke selatan.

Bagian barat Shinjuku kebanyakan dipenuhi dengan gedung pencakar langit, yang merupakan pusat kegiatan bisnis dan perkantoran.

Sedangkan di sebelah timurnya adalah daerah hiburan dan tempat orang berbelanja.

Kali ini saya ingin bercerita tentang Kabukicho, khususnya kehidupan malam di area yang terletak di sebelah timur Shinjuku ini.

Kabukicho merupakan distrik entertainment terbesar di Jepang, bahkan di kawasan Asia. 

Kehidupan malam di Kabukicho adalah salah satu yang menjadi daya tarik daerah ini. 

Sehingga setiap hari banyak turis, baik domestik maupun internasional singgah untuk menikmati langsung pergelaran entertainment, atau sekadar menikmati suasana.

Area tengah Kabukicho (Dokumentasi Pribadi)
Area tengah Kabukicho (Dokumentasi Pribadi)
Sejarah Kabukicho
Area dimana Kabukicho berada saat ini, dahulu disebut dengan nama Tsunohazu. 

Nama ini sudah mempunyai sejarah yang panjang, karena digunakan sejak era Sengoku dan era Edo.

Pada tahun 1945 sekitar bulan April dan Mei, banyak daerah di Tokyo menjadi sasaran dan dihujani bom oleh pesawat Sekutu. Dalam bahasa Jepang, peristiwa ini disebut sebagai Tokyo Kuushuu.

Area Tsunohazu pun tidak luput dari sasaran. Sehingga kebanyakan pemukiman penduduk disana hancur, seluruh bangunannya terbakar dan rata dengan tanah.

Kemudian, Jepang menyerah kalah pada bulan Agustus 1945. 

Pada tahun yang sama di bulan Oktober, seorang pengusaha makanan bernama Suzuki Kihei, menyatakan niatnya kepada pemerintah daerah Tokyo, untuk membangun kembali area yang hancur tersebut menjadi daerah hiburan. 

Di sana rencananya akan dibangun teater Kabuki, bioskop, dan dance hall.

Namun sayangnya dana tidak mencukupi. Ditambah lagi, Jepang kekurangan bahan untuk membangun gedung setelah perang. Akibatnya pembangunan teater Kabuki tidak bisa diwujudkan.

Walaupun teater akhirnya tidak bisa dibangun, untuk mengenangnya maka Kabuki-cho secara resmi digunakan untuk nama area ini mulai bulan Juli tahun 1948. Sebagai catatan, akhiran cho digunakan untuk daerah administratif setingkat kelurahan.

Perkembangan Kabukicho
Kabukicho secara umum dapat dibagi menjadi ada dua bagian, yaitu Kabukicho icchome dan Kabukicho nichome. 

Area seluas 350 ribu meter persegi ini di sebelah barat berbatasan dengan jalur kereta JR, sebelah utara dengan Jalan Shokuan, di timurnya Jalan Meiji dan selatan Jalan Yasukuni.

Ada lebih dari 1000 jenis usaha yang berbisnis disini. Anda bisa menemukan bioskop, restoran, arena bermain, game center, bar, teater, kafe, toko kelontong, hotel dan lain-lain.

Pemandangan Kabukicho dari atas (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan Kabukicho dari atas (Dokumentasi Pribadi)
Awalnya area di Kabukicho hanya menjajakan bisnis hiburan yang bisa dinikmati oleh semua umur.

Namun sekitar tahun 80-an, dengan pembaruan undang-undang tentang bisnis hiburan bagi orang dewasa, maka bisnis ini mengalami perkembangan pesat. Sehingga daerah ini tidak cocok lagi untuk dikunjungi oleh anak-anak.

Apalagi tahun 80-an sampai awal 90-an merupakan masa emas ekonomi Jepang yang disebut dengan bubble economic. Harga saham terus melambung dan daya beli masyarakat juga meningkat drastis dibandingkan dengan masa sebelumnya.

Sehingga pada  saat itu, banyak sekali orang yang berkunjung ke Kabukicho, terutama dari kalangan orang dewasa.

Seiring dengan makin banyaknya orang berkunjung ke Kabukicho, maka angka kejahatan juga meningkat drastis. Apalagi Kabukicho merupakan area yang erat hubungannya dengan Yakuza.

Pemerintah daerah Tokyo berusaha untuk menekan angka kejahatan karena memang area ini termasuk lokasi yang bisa menarik banyak turis untuk berkunjung. Peraturan juga lebih diperketat agar Yakuza tidak bisa dengan leluasa melakukan bisnis di sana.

Usaha ini kelihatannya membuahkan hasil yang positif. 

Area Kabukicho pada era 90-an sangat berbeda dengan sekarang. Kejahatan memang masih ada, namun sudah banyak berkurang. Begitu juga dengan jumlah bisnis yang membuka usaha khusus bagi orang dewasa juga sudah tidak sebanyak dahulu lagi. Yakuza juga jauh lebih sedikit jumlahnya.

Rapsodi Kabukicho
Kehidupan di Kabukicho memang dimulai ketika matahari sudah terbenam di ufuk barat.

Saya sesekali juga berjalan-jalan di area ini. Biasanya saya masuk melalui pintu masuk utama bertuliskan Kabukicho Ichiban-gai yang mencolok berwarna merah, seperti anda bisa lihat pada foto diawal tulisan.

Kalau Anda belum pernah ke sana, sila ikut menikmati jalan-jalan dengan menyaksikan video saya berikut ini.

Warna-warni lampu neon yang terpasang di kiri kanan jalan, seolah menyambut kedatangan orang dan menemani perjalanan menikmati suasana malam di Kabukicho.

Anda bisa mendengar berbagai macam suara musik,  dari toko, restoran, dan dari gedung-gedung berdempetan satu dengan yang lain di sisi kiri kanan jalan.

Jika Anda tidak terbiasa berjalan di tengah orang yang lalu-lalang, mungkin akan sedikit menghabiskan tenaga.

Apalagi dengan sedikit gangguan dari staf restoran, bar atau karaoke yang berada di sepanjang jalan, karena mereka sesekali mendekati Anda untuk mengajak mampir ke tempat mereka. Tidak perlu khawatir karena Anda bisa mengabaikan hal itu.

Terlepas dari kepenatan berjalan dan gangguan tersebut, Kabukicho merupakan tempat yang menarik jika Anda gemar keramaian dan juga suka mengamati gerak-gerik orang.

Sebagai catatan, Anda tidak perlu khawatir jika merasa haus atau lapar. 

Vending banyak tersedia disepanjang jalan. Sehingga Anda bisa membeli minuman kaleng atau botol, untuk sekadar melepaskan rasa dahaga.

Untuk urusan perut, ada banyak restoran tersedia, menyajikan berbagai jenis masakan. 

Mulai dari masakan Jepang, misalnya sushi, sashimi atau makanan Jepang lainnya. Kalau mau, Anda juga bisa memilih restoran yang menyajikan masakan Italia, Meksiko, Spanyol dan berbagai negara lain.

Saya pernah menikmati makan sashimi di Kabukicho. 

Rasanya menurut saya, memang berbeda dengan sashimi yang pernah saya makan di pusat perdagangan ikan terbesar di Tokyo yaitu Tsukiji (catatan, sekarang sudah pindah ke Toyosu).

Bedanya itu, bukan karena saya makan sashimi di Tsukiji siang hari, dan di Kabukicho malam hari.

Namun, perbedaan itu mungkin karena situasi yang berbeda antara Tsukiji dan Kabukicho.

Saya tidak bisa melukiskan dengan kata-kata bagaimana perbedaan itu. Untuk lebih memberikan sedikit gambaran, perbedaannya seperti makan bubur ayam tidak diaduk dan diaduk.

Makan sashimi di Tsukiji seperti makan bubur ayam tidak diaduk, sedangkan di Kabukicho seperti makan bubur ayam diaduk.

Bagaimana pembaca? Masih belum bisa membayangkan perbedaannya?

Kalau begitu, maka Anda perlu membeli bubur ayam dua porsi hari ini, dan silakan mencobanya makan dengan diaduk dan tanpa diaduk.

Penutup
Kehidupan metropolitan dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang. Meskipun rata-rata kehidupan di daerah tersebut amat kompleks, namun menarik untuk dilihat dan dinikmati.

Seperti halnya di Kabukicho.

Bangunan dan gemerlap kehidupan malam yang kita bisa nikmati di area Kabukicho, silih berganti dari masa ke masa. Pergantian tersebut, seperti torehan yang dibuat pada waktu, yang juga bergulir dengan cepat.

Torehan itu terkadang menyimpan kenangan sedih yang mendalam, namun bisa juga menyimpan kenangan manis dan suka cita.

Bagi saya, menikmati kehidupan baik siang maupun malam pada suatu kota, rasanya seperti menapaki kehidupan kita sendiri.

Kehidupan yang tentunya meninggalkan torehan seiring perjalanannya, baik itu yang ingin kita kenang, maupun ingin segera kita lupakan.

Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun