Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dari Arubaito, Paman Reiwa, Akhirnya Menjadi Perdana Menteri Jepang

20 September 2020   07:25 Diperbarui: 20 September 2020   09:12 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suga Yoshihide menggantikan Shinzo Abe sebagai Perdana Menteri Jepang| Sumber: Charly Triballeau/Pool Photo via AP Photo/Kompas.com

Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Peribahasa tersebut cocok dipakai untuk melukiskan bagaimana perjalanan Suga Yoshihide, yang akhirnya bisa menduduki puncak pemerintahan Jepang.

Pria berumur 71 tahun ini terpilih menjadi ketua partai Jiminto (Liberal Democratic Party) ke-26, setelah pemilihan yang dilaksanakan pada kongres partai tanggal 14 September lalu.

Suga menang dari pesaingnya yaitu Kishida Fumio dan Ishiba Shigeru dengan perolehan suara sebesar 70 persen (377 suara) dari total jumlah suara anggota kabinet pusat dan daerah.

Kemudian dua hari setelahnya, dia terpilih menjadi Perdana Menteri Jepang ke-99 pada rapat luar biasa kabinet, menggantikan Abe Shinzo.

Baca juga : Abe Mario yang Sudah Turun dari Panggung

Sekarang mari kita simak sedikit tentang perjalanan hidupnya.

Terlahir sebagai anak sulung dari petani stroberi, Suga melalui masa kanak-kanak sampai SMA di Akita.

Setelah tamat dari SMA, dia berangkat ke Tokyo untuk mencari pekerjaan.

Saat itu sekitar tahun 60-an, Jepang memang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan disegala bidang. Sebab keadaan Dai Nippon porak-poranda setelah kalah perang pada tahun 1945.

Jepang sedang mengalami pertumbuhan pesat saat Suga pergi ke Tokyo. Pabrik yang berfungsi sebagai lokomotif penggerak ekonomi banyak didirikan, terutama di daerah Tokyo dan sekitarnya.

Pembangunan pabrik ini tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja.

PM Jepang Suga Yoshihide (sankei.com)
PM Jepang Suga Yoshihide (sankei.com)
Ekonomi di daerah tidak menguntungkan, ditambah adanya keinginan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Sehingga para lulusan SMP dan SMA di daerah berbondong-bondong pergi ke Tokyo untuk bekerja di pabrik-pabrik tersebut. 

Dalam bahasa Jepang ini biasa disebut shuudan shuushoku. Suga, termasuk dari salah satu yang melakukannya. 

Dia bekerja di pabrik yang membuat kardus. Namun selama bekerja, pria yang gemar makan panekuk ini mengalami kegalauan, karena belum bisa menemukan apa yang akan dilakukannya dimasa depan.

Setelah pergulatan batin yang panjang selama dua tahun, akhirnya Suga memutuskan untuk kuliah di Universitas Hosei. Dia membayar biaya kuliah dari hasil kerja arubaito (paruh waktu) yang dilakukan siang dan malam.

Meskipun harus menjalani kehidupan keras yaitu kuliah sambil arubaito, ternyata Suga masih punya waktu untuk mengikuti kegiatan karate di universitas dengan tekun.

Buah dari ketekunan tersebut, dari 14 orang anggota klub, hanya dia dan satu orang teman kuliahnya yang berhasil mendapatkan sabuk ni-dan saat duduk di semester akhir.

Suga (tanda panah) saat bergabung di klub Karate universitas (news.yahoo.co.jp)
Suga (tanda panah) saat bergabung di klub Karate universitas (news.yahoo.co.jp)
Ketekunan itu juga yang membentuk ketahanan fisiknya. Saat ini, dalam sehari dia masih sanggup untuk melakukan sit up sebanyak 200 kali! Suga juga rajin jalan kaki sebelum melaksanakan aktivitas rutin.

Setelah lulus, Suga sempat bekerja pada kantor swasta. Namun ini tidak berlangsung lama, karena dia menyadari bahwa segala kegiatan dan keputusan dalam negara, ternyata ditentukan oleh politisi. 

Inilah yang membuat dia banting setir dari sarari-man (sebutan pekerja kerah putih di Jepang) menjadi politisi.

Karier politiknya dimulai dengan menjadi sekretaris politisi Okonogi Hikosaburo, mantan Menperindag Jepang. Setelah itu dia berhasil menduduki kursi anggota DPRD Kota Yokohama selama dua periode (8 tahun).

Langkahnya menuju pusat percaturan politik Jepang, dimulai dengan terpilihnya Suga pada pemilu yang diselenggarakan untuk mengisi posisi anggota parlemen majelis rendah pada tahun 1996.

Sepuluh tahun kemudian, dia berhasil menduduki posisi sebagai menteri dalam negeri. Enam tahun setelahnya, Suga diangkat menjadi sekretaris kabinet, dan menempati posisi tersebut sampai tanggal 14 September lalu.

Kegigihan Suga sebagai politisi bisa kita simak sejak dia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD di Yokohama. Bapak dari 3 anak ini tanpa lelah berpidato setiap hari selama 365 hari, di depan stasiun kereta api untuk menyampaikan gagasannya dan untuk berinteraksi dengan masyarakat.

Suami dari Suga Mariko ini juga berbeda dari kebanyakan orang Jepang, karena dia tidak minum minuman beralkohol seperti bir maupun sake. Sebagai catatan, dari pengalaman pribadi, hampir semua rekan saya gemar sake, karena kami biasa melepaskan penat dan stres bekerja selama seminggu di izakaya (warung Jepang yang menjual makanan dan minuman beralkohol).

Dalam karier politiknya, dia juga salah satu dari sedikit politisi Jepang yang tidak terikat pada kubu tertentu (dalam bahasa Jepang disebut habatsu). Meskipun begitu, dia memiliki karier politik cemerlang.

Suga Yoshihide juga terkenal sebagai Paman Reiwa (atau reiwa ojisan), karena dia mengumumkan era baru Reiwa saat menjabat sebagai sekretaris kabinet. Fotonya mengangkat poster bertuliskan kalimat Reiwa, menjadi populer sebagai simbol pergantian era.

Baca juga : Sayounara Heisei, Youkoso Reiwa

Pada konferensi pers setelah pelantikannya menjadi perdana menteri, Suga memberi nama kabinetnya "Kabinet yang bekerja untuk Rakyat".

Banyak komentar baik positif dan negatif atas penamaan ini. Salah satu komentar negatif adalah, kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa kabinet sudah seharusnya bekerja untuk rakyat.

Beberapa orang juga merasa visi dan misi dari roda pemerintahan Jepang yang dikomando oleh Suga, tidak akan banyak berubah dari apa yang sudah dilakukan Abe. 

Suga bahkan menegaskan akan meneruskan kebijakan yang sudah dijalankan pendahulunya itu. Suga dan Abe memang mempunyai kedekatan dan juga persamaan pandangan dalam hal menjalankan pemerintahan.

Suga Yoshihide dan kabinet Jepang yang baru dibentuk (nikkei.com)
Suga Yoshihide dan kabinet Jepang yang baru dibentuk (nikkei.com)
Namun ada juga hal berbeda yang dijanjikan oleh Suga sebagai perdana menteri baru.

Dia akan mengubah 3 hal kebiasaan buruk yang selama ini dilakukan oleh politisi maupun birokrat.

Yaitu pertama, perombakan birokrasi untuk perbaikan kinerja kabinet. Kemudian kedua, mengubah keuntungan atas posisi atau jabatan karena faktor keturunan atau keanggotaannya pada organisasi tertentu dimasa lalu. Dan terakhir, mengubah cara atau pola kerja yang buruk selama ini, agar pelaksanaan tugas bisa menjadi lebih cepat dan efisien.

Ada lagi terobosan yang akan dilakukan oleh Suga, yaitu rencana untuk mendirikan Lembaga Digital. Tugas lembaga ini salah satunya adalah untuk menyatukan sistem yang digunakan oleh lembaga pemerintah, baik itu departemen maupun non departemen.

Lembaga ini juga diharapkan bisa mengubah proses administrasi yang masih umum dilakukan dengan cara manual. 

Pengalaman saya, kantor-kantor Jepang saat ini masih banyak menggunakan stempel (inkan) pada dokumen untuk urusan administrasi. Lembaga Digital diharapkan bisa mengubah cara lama pendokumentasian, menjadi proses yang menggunakan stempel digital.

Baiklah, sekarang mungkin Anda bertanya, bagaimana nasib negara kita dengan pergantian PM Jepang?

Jika kita kilas balik, selama ini tidak ada masalah yang timbul pada hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang. Hubungan kedua negara boleh dikatakan sangat baik. 

Tahukah Anda bahwa PM Jepang terdahulu Abe Shinzo, merupakan pemimpin negara asing pertama yang bertemu dengan Presiden Jokowi setelah dilantik tahun 2014?

Bahkan pada masa pemerintahan Abe juga, Indonesia mendapat bantuan dari ODA (Official Development Assistance) untuk pembangunan MRT jalur utara selatan.

Kalau dibandingkan dengan Abe, nama Suga Yoshihide memang belum begitu populer di Indonesia. Suga sendiri belum begitu dikenal oleh dunia internasional.

Mungkin satu hal yang masih kita ingat adalah, Suga saat menjabat sebagai sekretaris kabinet pada tahun 2015 lalu, mengutarakan kekecewaannya karena proposal Jepang untuk membangun jalur kereta cepat Jakarta-Bandung kalah dari Tiongkok.

Saya tidak bisa meramal bagaimana nasib hubungan antara Indonesia dan Jepang di masa datang.

Kita tentu berharap agar hubungan Indonesia dan Jepang di masa pemerintahan PM baru Jepang menjadi lebih erat lagi. Terutama karena kita juga mempunyai banyak sumber daya, terutama sumber daya manusia yang pasti dibutuhkan oleh Jepang di masa datang.

Satu pelajaran penting yang bisa dijadikan panutan bagi kita atas terpilihnya Suga Yoshihide sebagai PM Jepang adalah, bahwa dengan kegigihan dan perjuangan tanpa henti, niscaya kita bisa meraih apa yang kita cita-citakan.

Sebagai penutup saya akan menuliskan moto Suga Yoshihide, yaitu

"Dimana ada kemauan, disitu ada jalan".
(i-shi areba michi ari)

Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun