Semalam, berita televisi menyatakan beberapa toko kehabisan stok tisu kotak dan tisu toilet.Â
Sedikit agak tidak percaya, pagi ini saya mencoba keliling ke beberapa supermarket dan toko obat-obatan (catatan: di sini toko obat-obatan juga menjual barang kebutuhan rumah tangga mulai dari tisu, sabun, makanan sampai kosmetik). Ternyata, saya tidak bisa menemukan satu pun tisu yang tersisa!
Mulanya memang ada orang yang menyebarkan hoax di medsos bahwa bahan baku tisu sama dengan bahan untuk membuat masker yang kini memang sulit ditemukan.Â
Akibatnya, kita tentu sudah bisa menduga. Ya, masyarakat langsung panik dan memborong tisu dari toko.
Padahal berita televisi sudah menegaskan bahwa bahan dari tisu dan masker berbeda. Lagipula, berita televisi juga sudah menjelaskan bahwa tisu adalah produk dari Jepang, bukan seperti masker yang memang kebanyakan masih diimpor dari Tiongkok.
Namun efek hoax dan kepanikan masyarakat memang dahsyat, sekalipun Jepang sudah menyandang predikat sebagai negara maju.
Selain masalah hoax seperti diatas, efek dari wabah virus corona di Jepang (disini disebut "Corona Shock") telah merambah ke segala bidang.
Misalnya sektor pariwisata.Â
Wisatawan dari Tiongkok termasuk penyangga utama sektor pariwisata Jepang. Namun, pemerintah Tiongkok telah melarang penduduknya untuk bepergian secara berkelompok ke luar negeri sejak Januari akhir lalu.Â
Akibatnya, otomatis tidak ada wisatawan Tiongkok yang masuk ke Jepang. Hal ini mengakibatkan pemasukan dari sektor ini menjadi berkurang.
Berapa besarnya pemasukan tersebut?