Kita semua tentu tahu tentang olahraga sumo. Sebagai olahraga nasional Jepang, sumo sudah ada sejak dahulu kala, bahkan sejak zaman mitologi Jepang. Selain sebagai olahraga, sumo juga merupakan bagian dari budaya Jepang, yang akarnya sudah tumbuh dan berkembang sejak 1500 tahun yang lalu.
Asal mula sumo adalah chikarakurabe (adu tenaga) antara dua orang yaitu Nominosukune dan Taimanokehaya, yang tertulis pada buku sejarah tertua Jepang Kojiki, maupun Nihon-shoki. Kemudian dari sini, sumo berkembang menjadi festival yang diadakan tiap tahun, untuk meramalkan hasil panen. Kemudian berkembang lagi menjadi upacara yang diadakan di istana, dimana hal ini berlangsung selama kurang lebih 300 tahun.
Pada era Edo (tahun 1600 sampai 1800), muncul orang-orang dengan tenaga yang kuat, yang berasal dari berbagai kalangan, termasuk para samurai yang tidak mempunyai majikan (rounin). Orang-orang ini kemudian mengadakan pertandingan sumo secara rutin, dan mereka menjadikan sumo sebagai mata pencaharian. Sumo pada era Edo inilah yang menjadi dasar dari sumo yang bisa kita saksikan saat ini.
Semua yang kita saksikan pada pertandingan sumo, mulai dari pakaian (kimono), hiasan yang dipakai seperti sarung yang hanya menutup kaki bagian depan (keshoumawashi), potongan rambut (mage), cara masuk ke arena (dohyou-iri) dan sebagainya, tidak berubah semenjak era Edo. Jadi kalau kita melihat sumo, adalah sama halnya dengan kita melihat kebudayaan yang telah berlangsung sejak zaman Edo, yang tidak berubah sampai sekarang.
Budaya, selain sifatnya yang turun temurun, bisa juga menjadi ciri khas suatu daerah atau negara, yang membedakannya dengan negara lain. Budaya sering juga digunakan sebagai medium untuk diplomasi. Keuntungan dari diplomasi dengan medium budaya adalah, kita bisa "sambil menyelam, minum air". Yaitu, sambil memperkenalkan budaya, kita juga bisa melicinkan jalannya perundingan, agar bisa cepat mencapai kata sepakat.
Sebagai contoh, Indonesia menjalankan diplomasi batik, pada sidang Dewan Keamanan PBB yang lalu. Jepang, menjalankan diplomasi sumo, dimana sumo adalah bagian dari budaya yang telah mencapai bentuk sempurna pada era Edo.
Diplomasi sumo sudah beberapa kali dilakukan oleh Jepang. Misalnya saat Pangeran Charles dan Lady Diana mengunjungi Jepang tahun 1986. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1996, PM Perancis saat itu Jacques Chirac juga pernah menyaksikan sumo pada kunjungan kenegaraan ke Jepang. Yang terakhir adalah Natsagiin Bagabandi, presiden Mongol (saat itu), menyaksikan sumo pada kunjungan kenegaraan tahun 1998.
Kemudian baru-baru ini, Donald Trump, juga menyaksikan sumo dalam rangkaian kegiatan selama kunjungan kenegaraan di Jepang dari tanggal 25 sampai 28 Mei 2019. Memang Trump mengatakan bahwa dia ingin sekali menyaksikan sumo sebelum kedatangannya di Jepang. Bahkan, Trump menyerahkan President's Cup kepada Asanoyama, pemenang sumo pada pertandingan sumo yang diadakan bulan Mei (gogatsu basho) ini.
Namun sayangnya, diplomasi sumo dari PM Abe Shinzou kali ini mendapat kritik dari partai oposisi. Edano Yukio dari CDP (Constitutional Democratic Party of Japan) mengatakan bahwa pemerintah tidak pada tempatnya menyediakan kursi di masuseki (tempat duduk yang terdekat dengan dohyou atau tempat pesumo bergulat). Alasannya, karena waktu kaisar menyaksikan pertandingan sumo (disebut dengan tenran-zumo) pun, kaisar tidak duduk di masuseki. Dengan alasan agar tidak membuat kegaduhan, maka kaisar selalu menyaksikan pertandingan sumo dari tempat yang agak jauh, yaitu dari lantai 2 arena pertandingan sumo.
Menonton pertandingan sumo dari masuseki pastinya akan membekas dalam ingatan, karena bisa memberikan pengalaman tersendiri. Alasannya adalah, orang bisa melihat pertandingan sumo dari jarak dekat dengan pandangan sejajar ke arah arena, karena posisi duduk di bawah.
Bunyi yang terjadi saat kedua pesumo membenturkan badan, pasti bisa terdengar dengan jelas. Saya tidak tahu apakah getaran karena pergerakan kedua pesumo yang bertarung di arena, juga bisa dirasakan dari masuseki atau tidak.
Bahkan ketika pesumo melempar garam tinggi ke atas sebelum menghadapi lawannya, terkadang garam jatuh sampai ke masuseki. Sebagai catatan, pesumo melempar garam sebelum bertanding selain sebagai lambang untuk menyucikan arena, juga sebagai doa agar pesumo tidak terluka ketika bertanding.
Harga menonton sumo dari masuseki merupakan kelas paling mahal jika kita menyaksikan pertandingan sumo langsung. Harga tiket sekitar 10 sampai 15 ribu yen, dan itupun harus dipesan jauh-jauh hari sebelum pertandingan berlangsung, karena minat orang Jepang menyaksikan sumo dari masuseki sangat tinggi.
Apalagi Trump menonton pada pertandingan senshuuraku (pertandingan sumo yang terakhir pada satu musim) di Kokugikan (daerah Ryougoku, Tokyo). Tentunya, bagi orang biasa, sangat susah untuk mendapatkan tempat menonton dari masuseki saat senshuuraku di Kokugikan.
Kabarnya, pihak gedung harus merombak beberapa tempat di masuseki untuk memasang 4 kursi bagi Trump dan Abe (beserta ibu negara) di area masuseki. Karena, seperti anda lihat pada gambar diatas, masuseki tersekat dengan pipa besi dan terdiri dari blok-blok dengan jumlah orang pada masing-masing blok adalah 2, 4 atau 6 orang.
Hal-hal inilah yang membuat partai oposisi melontarkan kritik. Kaisar pun, belum pernah "menikmati" menonton sumo dari masuseki yang istimewa.
Terlepas dari adanya kritik, Jepang nampaknya bisa sedikit lega, karena hasil dari diplomasi sumo terlihat positif.
Ini bisa disimak dari dukungan Trump terhadap Jepang atas penyelesaian masalah orang-orang yang hilang diculik oleh pemerintah Korea Utara. Tentunya ini melegakan Abe (pemerintah Jepang), karena masalah ini memang belum selesai sampai sekarang. Walaupun ada beberapa orang yang telah dipulangkan, namun diduga masih ada beberapa orang lagi yang tersisa di Korea Utara.
Jika dalam pertandingan sumo, Jepang seperti pesumo Mai no Umi, yang berperawakan kecil dalam ukuran pesumo (berat badan 100 Kg dan tinggi 169 sentimeter, dibanding pesumo lain yang rata-rata mempunyai berat 160 Kg dan tinggi badan 180 sentimeter) namun bisa menang, serta meraih beberapa penghargaan di beberapa musim pertandingan sumo.
Akan tetapi, Jepang belum bisa lega secara penuh, karena Amerika belum mengumumkan rencana perdagangan. Menurut Trump, Amerika akan membuat pengumuman tentang negosiasi perdagangan dengan Jepang pada bulan Agustus mendatang.
Kekhawatiran Jepang memang wajar, karena saat ini Amerika sedang "perang" dagang dengan negara tetangga Jepang, yaitu Tiongkok. Bahkan, Amerika menekan Tiongkok lebih jauh lagi, sehingga menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan teknologi. Misalnya, melarang pembelian hardware dari Huawei dan bahkan Huawei tidak akan menerima lagi update dari OS yang banyak dipakai smartphone saat ini yaitu android.
Apakah diplomasi sumo Jepang bisa berjalan mulus juga untuk hubungan perdagangan dengan Amerika? Kita nantikan saja hasilnya nanti di bulan Agustus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H