Akhir-akhir ini, istilah Society 5.0 sering digunakan pada tulisan di Kompasiana. Coba ketik "Society 5.0" sebagai kata kunci di kolom pencarian artikel, maka kita bisa membaca beberapa tulisan yang membahas (atau menghubungkannya dengan) hal tersebut.
Namun pada tulisan-tulisan itu, kelihatannya istilah ini digunakan tidak dengan semestinya. Misalnya ada tulisan yang mengatakan bahwa Society 5.0 lebih maju dari Industri 4.0. Saya tidak tahu apa dasarnya sang penulis mengatakan demikian karena tidak tertera referensi pada tulisan, sehingga saya tidak bisa mengeceknya. Mungkin penulisnya mengira angka "5.0" pada Society 5.0 lebih unggul (besar) dari angka "4.0" pada Industri 4.0?
Lalu ada juga tulisan yang mengatakan bahwa tatanan masyarakat akan berubah dengan Society 5.0. Contoh ekstremnya adalah, sexbot akan digemari, sehingga bisa membuat pertumbuhan penduduk Jepang menurun. Saya tidak bisa mengechek darimana sang penulis menghubungkan Society 5.0 dengan sexbot, karena sekali lagi, sumber/referensi tidak tercantum disana.
Omong-omong, kalau mau membahas penurunan jumlah penduduk Jepang, sebelumnya harus paham dulu apa itu kaku-kazoku, tandoku-kazoku, lalu pergeseran beberapa variabel penentu lain yang menjadi pemicu turunnya laju pertumbuhan penduduk Jepang.
Bahkan ada tulisan yang lebih unik lagi (maklum tulisannya saat masa pilpres), yang menganggap salah satu paslon sudah menerapkan Society 5.0!
Saya menjadi semakin bingung (walaupun saya sudah berusaha pegang kursi erat-erat supaya tidak tambah bingung), karena narasi yang digambarkan pada tulisan-tulisan yang telah saya sebutkan, tidak sesuai dengan deskripsi tentang Society 5.0 disini.
Pada tulisan kali ini, saya akan menulis untuk "sedikit" membantu memahami, apa dan bagaimana sebenarnya Society 5.0.
Kalau boleh saya menuliskan kesimpulannya lebih dahulu, Society 5.0 itu sebenarnya penjabaran lebih luas dari Industri 4.0. Dalam arti, pada Industri 4.0, pusat perhatian hanya pada sisi hulunya, yaitu pabrik. Konkretnya adalah, usaha-usaha untuk membangun smart factory, dengan bantuan teknologi AI, IoT, Big Data dan lainnya.
Sementara Society 5.0 lebih menitikberatkan pada sisi hilir, yaitu penggunaan teknologi AI, IoT, Big Data dan lainnya dalam kehidupan sehari-hari, untuk mempermudah masyarakat melakukan aktifitas. Tujuan akhirnya adalah, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.Â
Jadi, suatu pemahaman yang keliru kalau memandang Society 5.0 itu lebih unggul dari Industri 4.0, karena dua hal tersebut adalah setali tiga uang alias tidak ada bedanya. Yang berbeda hanya, dari sudut mana kita memandangnya saja.
Sama seperti Made in China 2025, Industrial Internet yang dicanangkan oleh Amerika, Connected Industries yang dicanangkan oleh Kementrian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang. Semua itu adalah setali tiga uang dengan Industri 4.0, yang pertama kali digaungkan oleh Jerman pada tahun 2011.
Tentang Society 5.0
Di Jepang, Society 5.0 bukanlah "barang baru" karena hal ini sudah ditetapkan dalam sidang kabinet sebagai rencana dasar iptek yang ke-5, pada bulan Januari tahun 2016. Sebagai catatan, rencana dasar iptek ini adalah merupakan promosi pemerintah, yang dilakukan setiap 5 tahun sekali.
Definisi Society 5.0 adalah sebagai berikut.
"Suatu masyarakat dimana kita dapat hidup nyaman dengan mendapatkan layanan berkualitas tinggi, yaitu mendapatkan layanan yang tepat sesuai kebutuhan, tanpa dibatasi oleh perbedaan bahasa (yang digunakan), area (tempat tinggal), jenis kelamin, umur dan sebagainya, kepada semua orang yang memerlukan, pada saat diperlukan"
Kalau merunut perkembangannya, pertama muncul Society 1.0 sebagai penggambaran masyarakat yang masih menumpukan kehidupannya dari berburu. Kemudian meningkat menjadi masyarakat bertani pada Society 2.0. Lalu mengalami perkembangan menjadi masyarakat yang bertumpu pada industri, sebagai inti dari Society 3.0. Setelah itu, muncul Society 4.0 sebagai penggambaran masyarakat yang bertumpu pada informasi.
Dalam Society 4.0 (bagi Jepang) saat ini, dengan "banjir" (melimpahnya berbagai macam) informasi, maka masyarakat tidak (kurang) mampu untuk menganalisis informasi yang tersedia. Akibatnya orang akan menjadi sulit untuk bisa menemukan informasi yang diperlukan. Keadaan tersebut otomatis juga akan membuat, masyarakat sukar sekali untuk membagi kembali informasi yang mereka dapatkan.
Apalagi karena struktur demografis Jepang berbentuk kerucut terbalik , maka beban bagi tiap individu (misalnya beban membayar pajak dan asuransi) yang masih berada pada usia produktif juga akan meningkat. Sebabnya adalah, menurunnya tingkat kelahiran (pertumbuhan populasi yang stagnan, bahkan berkurang) dan peningkatan populasi masyarakat berusia tidak produktif (diatas 65 tahun).Â
Hal yang memburukkan keadaan adalah, menurunnya jumlah penduduk di pedesaan karena migrasi penduduk (depopulasi) dari daerah pedesaan ke kota besar.
Untuk mengurangi dan mengatasi masalah beban itu (terutama untuk masa-masa ke depan), maka pemerintah Jepang mempromosikan penggunaan teknologi baru seperti AI, IoT, cloud, drone, kendaraan otonom dan robot. Society 5.0 adalah tentang penggunaan teknologi tersebut, dengan tujuan akhirnya untuk mewujudkan masyarakat dimana setiap individu dapat hidup dengan nyaman, tanpa beban.
Society 5.0 diharapkan bisa membantu memecahkan masalah seperti tingkat kelahiran yang rendah, populasi penduduk non produktif (usia tua) yang tinggi, kesenjangan regional (antara daerah yang memiliki depopulasi yang tinggi dengan yang tidak), dan jurang perbedaan antara kaya dan miskin.
Kalau berbicara tentang Industri 4.0, maka kita tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang teknologi AI, IoT, dan Big Data. Berangkat dari sini, maka kita bisa mengatakan bahwa masyarakat yang tercipta dari hasil pemanfaatan teknologi yang digunakan untuk Industri 4.0 itu, adalah wujud dari Society 5.0.
Lebih jauh lagi, struktur Society 5.0 diwujudkan dengan sistem yang mengintegrasikan cyber space (dunia maya) dengan physical space (dunia nyata).Â
Pada Society 4.0, manusia secara langsung melakukan analisis atas informasi (data), sehingga kemudian terciptalah "nilai" dari informasi tersebut.Â
Namun dalam Society 5.0, jumlah informasi amat berlimpah sebagai hasil dari sensor yang banyak dipasang di dunia nyata, dan terakumulasi di dunia maya. Tentunya sulit bagi manusia untuk menganalisis data dengan jumlah besar tersebut secara cepat dan efisien. Maka data di dunia maya itu, kemudian dianalisis dan diolah menggunakan teknologi AI.
Hasil dari analisis kemudian diumpan balik kepada manusia melalui media/cara yang lain, misalnya drone, robot dan sebagainya. Sehingga, proses ini akan membawa "nilai" baru dari informasi yang selama ini belum bisa diciptakan bagi industri, dan terutama bagi masyarakat.
Untuk lebih memperjelas apa dan bagaimana Society 5.0 itu, ada baiknya kita juga melihat contoh pengaplikasiannya.
Contoh Society 5.0
Misalnya pada bidang transportasi.Â
Ada seorang ayah, bekerja sebagai salesman. Dia menggunakan mobil jika harus pergi ke tempat klien. Masalahnya, sang ayah bisa pusing jika jalan macet, karena dia akan terlambat sampai ke tempat klien.
Atau kita lihat masalah lain seperti, orangtua terkadang bingung menentukan harus pergi tamasya kemana pada saat liburan sekolah. Atau ada pasangan muda mudi (masih mahasiswa) yang galau menentukan, mau makan malam dimana yang suasananya romantis, tapi tidak "berat" untuk kantong (maklumlah, namanya juga mahasiswa).
Nah, untuk memecahkan masalah tersebut, cloud mengumpulkan data-data dari segala macam jenis transportasi, misalnya data kepadatan lalu lintas jalan raya/tol, jadwal kereta api beserta kepadatan penumpang, data tempat rekreasi beserta jalur akses (baik menggunakan mobil maupun kereta api), data restoran yang enak dan murah beserta informasi lain (seperti suasananya, kepadatan pengunjung), kemudian tidak ketinggalan juga data tentang cuaca.
Data-data yang dikumpulkan itu tidak hanya data real time, namun mencakup juga data dari tahun-tahun terdahulu. Kemudian data yang terkumpul pada cloud tersebut dianalisis menggunakan AI, dan hasilnya akan diumpan balik, misalnya melalui melalui panel navigasi yang terpasang di dalam kendaraan, atau pada gawai, maupun pada alat IoT di rumah seperti smart speaker.
Dengan begitu, maka seorang ayah tidak perlu bingung dan takut telat lagi untuk mengunjungi klien. Dia bisa melihat informasi yang disajikan di layar navigasi (di mobil maupun di rumah), sebagai hasil dari analisis AI tentang kepadatan jalan (termasuk tren dan pola kemacetan jalan setiap jam), cuaca hari itu, dan sebagainya.
Orangtua juga tidak perlu pusing untuk menentukan kemana liburan yang tepat pada saat tertentu (termasuk tidak usah pusing untuk memikirkan mau liburan dengan menggunakan transportasi mana). Mereka bisa melihat berbagai macam pilihan yang telah dianalisis oleh sistem, yang disajikan pada gawai atau layar televisi.
Lalu pasangan muda mudi juga tidak perlu galau lagi, kalau mau makan enak di restoran yang suasananya romantis dengan biaya yang ekonomis, saat mereka kencan. Mereka bisa mendengarkan panduan pilihan restoran hasil analisis AI atas data-data yang telah saya tuliskan sebelumnya, dari smart speaker.
Contoh lain lagi, misalnya pada bidang kesehatan.Â
Ada seorang lanjut usia yang hidup sendirian, karena anaknya sudah menikah dan tinggal di kota lain. Anak tentu khawatir tentang kesehatan orangtuanya. Lalu anak juga khawatir bagaimana supaya orangtua tidak kesepian.
Dengan Society 5.0, maka akan ada banyak sensor yang dipasang di rumah sebagai bagian dari IoT. Misalnya, sensor di pergelangan tangan yang akan mengukur denyut nadi. Ada robot anjing, yang selain dilengkapi dengan sensor pergerakan, dia juga bisa menjadi teman untuk berbicara. Lalu ada televisi yang dilengkapi dengan kamera, sehingga sekaligus bisa menjadi alat untuk komunikasi video.Â
Anak bisa setiap saat berkomunikasi dengan orang tua apabila diperlukan. Atau anak bisa mengecek keadaan orangtua, jika misalnya pergerakannya yang dikirim dari sensor yang terpasang pada robot anjing terasa "aneh" (misalnya ada di satu tempat yang sama selama berjam-jam).Â
Data denyut nadi dari orangtua secara real time akan terkoneksi langung dengan rumah sakit terdekat, sehingga dokter bisa mengetahui kondisi kesehatan dan bisa memberikan pertolongan atau nasihat melalui komunikasi video, bahkan mengirimkan ambulans, jika diperlukan.
Semua data yang dikumpulkan melalui sensor, maupun data dari orang tersebut selama beberapa waktu, akan diakumulasi di cloud. Kemudian AI akan menganalisisnya.Â
Sehingga misalnya, jika kulkas (yang terkoneksi dengan cloud) mengirimkan info bahwa ada bahan makanan yang perlu ditambah, maka AI akan menentukan bahan makan apa yang tepat (sehat dan aman untuk dikonsumsi), sekaligus AI akan mengontak langsung mini market untuk menyuplai bahan makanan tersebut.Â
Bahkan, AI bisa menyusun menu makanan sehat setiap hari yang layak untuk dikonsumsi, berdasarkan data makanan yang sedang disimpan di kulkas. Kulkas juga bisa menampilkan cara membuat menu hasil dari proses AI (termasuk video cara pembuatannya ), yang disajikan di layar pintu kulkas.
Bila bahan makanan yang telah dipilih oleh AI kurang (tidak ada stoknya), maka AI akan mengontak mini market, dan bahan makanan bisa diantarkan langsung ke tempat orangtua menggunakan drone atau kendaraan yang tidak berawak, yang rutenya juga sudah ditentukan oleh AI.
Kalau ingin bepergian, orangtua juga bisa memesan taksi, dengan perintah suara lewat smart speaker. Kemudian AI akan akan mencari data taksi khusus untuk orangtua pada cloud, sambil mencari rute terdekat ke rumah dan mengirimkannya ke perusahaan taksi. Taksi juga bisa berupa kendaraan otonom, yang bisa dimanfaatkan juga oleh orang-orang sekitar sebagai ride sharing.
Begitulah sedikit contoh mengenai Society 5.0.Â
Sekali lagi, Society 5.0 itu adalah penggabungan cyber space dengan physical space, dengan outputnya adalah layanan dengan kualitas tinggi, yang tujuan akhirnya adalah membuat hidup orang menjadi nyaman.
Penutup
Penggunaan istilah dalam penulisan artikel, terutama istilah teknologi seperti Society 5.0 memang menarik, catchy bahkan seksi, sehingga bisa menjadi magnet bagi (calon) pembaca.Â
Namun kita juga harus ingat, penggunaan istilah itu tentunya harus dibarengi dengan pemahaman yang matang, bukan cuma karena latah atau agar kelihatan trendi.
Supaya orang yang membaca juga menjadi tercerahkan, dan mendapatkan pengetahuan yang tepat dan benar. Karena jika informasi yang kita sampaikan tidak tepat dan tidak benar, maka hanya akan memboroskan Internet bandwidth, serta cuma menambah tumpukan informasi yang sia-sia.
Selamat berakhir pekan.
Referensi : Cabinet Office |  JEITA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H