Beberapa tahun yang lalu, istilah "3K" yaitu "Kitanai-Kitsui-Kiken" populer di Jepang. "Kitanai" digunakan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan membersihkan sesuatu yang kotor, misalnya mencuci (piring), petugas kebersihan. "Kitsui" berhubungan dengan pekerjaan yang membutuhkan fisik yang tangguh untuk melakukannya, seperti pekerjaan yang harus dilakukan dengan berdiri terus misalnya penjaga toko, maupun resepsionis. Terakhir, "kiken" berhubungan dengan pekerjaan yang beresiko tinggi, seperti pekerja yang berhubungan dengan industri konstruksi.
Pekerjaan jenis "3K" ini tidak digemari oleh orang Jepang, termasuk orang mudanya.
Menurut Biro Statistik Jepang, sampai dengan bulan Juni tahun ini, jumlah penduduk Jepang muda usia di bawah 15 tahun adalah 15.484.000 orang, usia 15 sampai 64 tahun sekitar 75.581.000 orang dan penduduk dengan usia 65 tahun keatas adalah 35.445.000 orang.Â
Dari data tersebut, kita bisa melihat bahwa jumlah penduduk Jepang yang berusia kerja mengalami penurunan dan jumlah penduduk yang berusia 65 tahun keatas mengalami kenaikan. Akibat turunnya jumlah orang usia "kerja", ditambah dengan berkurangnya secara drastis minat orang muda Jepang untuk bekerja di sektor yang disebut "3K" seperti sudah saya tulis diparagraf sebelumnya, maka saat ini banyak orang asing yang dipekerjakan, atau lebih tepatnya, banyak tersedia lowongan kerja bagi pekerja asing di Jepang.
Jepang menyediakan visa yang jenisnya beragam sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Berbeda dengan negara tetangganya seperti Korea maupun Hongkong, Jepang memang agak sedikit ketat dan memiliki peraturan yang rumit untuk urusan ijin visa pekerjaan.Â
Salah satu contoh, ada kategori visa yang memperbolehkan orang asing bekerja di beberapa sektor industri dalam rangka transfer teknologi. Visa jenis ini bernama "ginou" atau "ginou jisshuu" dalam Bahasa Jepang, yang artinya visa untuk ketrampilan khusus atau visa training. Visa jenis ini adalah visa terbanyak yang digunakan setelah visa belajar (ryuugaku), selain visa permanent residence.
Dengan menggunakan status visa tersebut, saat ini banyak orang asing yang bekerja (dipekerjakan) pada beberapa jenis industri, mulai dari industri manufaktur (misalnya pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan), maupun industri jasa (perawatan kesehatan, restoran dan hotel).
Jangka waktu berlakunya visa jenis ini berkisar antara 1 sampai 3 tahun. Visa jenis ini tujuannya sekilas terkesan bagus, yaitu untuk transfer teknologi, melalui training yang dilakukan pada tempat-tempat dimana kegiatan industri (pabrik) itu berada seantero Jepang.Â
Tapi menurut hemat saya, ini hanya akal-akalan pemerintah Jepang saja untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah dengan mudah. Ujung-ujungnya, terkadang tidak ada transfer teknologi yang dilakukan. Bahkan pada beberapa kasus, seperti yang pernah saya baca di koran maupun melihat berita di televisi, terkadang ada pekerja yang harus bekerja keras dengan libur yang minimal dan gaji dibawah standar.Â
Bagi pelajar, baik yang sedang belajar di sekolah bahasa (biasanya dengan jangka waktu setahun) maupun kuliah di universitas untuk mengambil gelar (yang berjangka waktu maksimal 5 tahun untuk program undergraduate), bisa bekerja sambilan (arubaito) kalau sudah menyerahkan form yang berisi permohonan untuk melalukan kegiatan diluar status visa yang dipunyai saat ini (dalam Bahasa Jepangnya disebut shikakugai katsudou kyoka).Â
Formulirnya tersedia di kantor imigrasi. Dan berdasarkan peraturan, pelajar hanya boleh bekerja selama 28 jam dalam seminggu, atau bila sedang libur panjang hanya boleh bekerja selama 8 jam dalam sehari.