Musim panas telah berakhir dan bulan Oktober, dimana Jepang memasuki musim gugur, hanya tersisa beberapa hari lagi. Saya suka musim gugur, dengan beberapa alasan.Â
Kalau boleh saya sebutkan dua diantaranya adalah, pertama karena suhu udara sejuk dimusim gugur membuat saya bersemangat untuk melakukan aktivitas di luar ruangan diakhir pekan, walaupun badan terasa penat. Dan yang kedua, karena daun pepohonan berubah warna dari hijau menjadi kuning, merah, oranye dan warna yang lain, menjadikannya selain enak untuk dinikmati dan dipandang, namun menarik juga untuk dijadikan objek foto.
Biasanya saat musim gugur, saya sering jalan-jalan, baik di sekitar Tokyo maupun ke tempat yang agak jauh untuk momijigari, atau "berburu" daun momiji (maple) yang berwarna-warni. Beberapa tahun yang lalu pada bulan Oktober, saya mempunyai kesempatan untuk berburu momiji di Taman Nasional Oze (selanjutnya saya akan tulis Oze) bersama kawan-kawan.Â
![Salah satu sudut pemandangan di Ozegahara (Dokpri | OlympusXA | Fuji Natura 1600)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/img-0031-5bcf1b8643322f39837e2cd2.jpg?t=o&v=770)
Tentang Taman Nasional Oze
Oze ditetapkan menjadi taman nasional pada tahun 2007, setelah sebelumnya Oze tercatat sebagai bagian dari Taman Nasional Nikko, yang ditetapkan pada tahun 1934. Luas areanya sekitar 37.200 hektar yang lokasinya terletak di perbatasan 4 prefektur yaitu Gunma, Tochigi, Niigata dan Fukushima.Â
Topografinya, selain terdiri dari berbagai macam gunung, diantaranya Gunung Taisyakuzan, Gunung Tashiroyama, Gunung Hiuchigatake dan sebagainya, ada juga daerah rawa yang bernama Ozenuma, dan yang terakhir adalah daerah lahan tanah basah (wetland) terluas di Pulau Honshuu yang bernama Ozegahara.
Daerah lahan tanah basah Ozegahara selain terluas, bahkan sudah didaftarkan dalam konvensi Ramsar. Dan Ozegahara ini merupakan area yang kami jelajahi.
![Pemandangan di Ozegahara (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/dsc06638-5bcf1c17c112fe0267223e2b.jpg?t=o&v=770)
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, dari lahan yang cekung ini berubah bentuk, sebagian menjadi daerah rawa Ozenuma, dan bagian lain menjadi daerah lahan tanah basah Ozegahara. Total luas daerah ini sekitar 760 hektar, dengan perkiraan terbentuk sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Cuaca di Oze tergolong dingin, dimana dengan ketinggian daratan lahan tanah basah yang berada sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut, saat musim panas saja, pada siang hari suhu udaranya bisa berbeda 5 derajat Celsius, sedangkan malam pada malam hari bisa berbeda 10 derajat Celsius lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di Tokyo.
Oze juga kaya akan tumbuhan khas dataran tinggi, diantaranya kita bisa menemukan disana bunga Ozekouhone (sejenis teratai) dan bunga Shiraneaoi. Selain itu, kekayaan tumbuhannya bisa dibuktikan juga dengan keberadaan sekitar 19 jenis tumbuhan yang hanya bisa ditemukan di Oze. Ada juga pohon besar yang bisa kita lihat, seperti pohon kayu jenis Buna dan Dakekanba.
![Genangan air dan bunga teratai Ozekouhone (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/dsc06632-5bcf1bce12ae9403326268e2.jpg?t=o&v=770)
Dengan kekayaan flora dan faunanya, maka di Oze sudah sejak dahulu diadakan gerakan untuk melindungi kekayaan alam. Misalnya dengan gerakan membawa pulang sampah ke rumah (tidak membuangnya di area taman nasional), kemudian adanya pelarangan penggunaan kendaraan pribadi bagi orang yang ingin masuk ke area taman nasional.Â
Saat ini, gerakan untuk melindungi kekayaan alam sudah menjalar ke seluruh lokasi taman nasional maupun tempat wisata keindahan alam seantero Jepang. Dan Oze, tercatat sebagai pionir gerakan itu.
Perjalanan menuju Oze
Karena jadwal perjalanan kami yang agak longgar, maka kami berangkat dari Tokyo siang hari sekitar jam 3. Ada beberapa jalur masuk untuk menuju Oze, karena seperti sudah saya tulis diawal, area Oze berlokasi di 4 prefektur. Kami memutuskan untuk masuk ke Oze melalui jalur dari Hatomachi-touge yang berada di prefektur Gunma.Â
![Taksi yang membawa kami dari penginapan ke Oze (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/dsc06501-5bcf148512ae94760759d927.jpg?t=o&v=770)
Tempat kami menginap adalah ryokan (hotel tradisional), yang jumlah kamarnya hanya sedikit (kalau tidak salah hanya ada 5 kamar). Karena tradisional, maka tempat tidurnya pun menggunakan futon (kasur Jepang) yang diletakkan diatas tatami (lantai yang dibuat dari anyaman rumput igusa).
Biaya penginapan tergolong murah, hanya 5000 yen per-orang sudah termasuk makan pagi, makan siang dan bekal bento untuk dimakan waktu jalan-jalan di area Oze.
Menu makanannya pun enak, seperti yang terlihat di gambar bawah. Kami bisa menikmati sushi, tempura, ikan bakar saus kecap, buah melon dan sebagainya, plus minuman sake hangat. Menu makan paginya ada ikan saba bakar, telur dadar, selada dan yoghurt.
![Menu makan malam dan sarapan (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/makan-5bcf15ad677ffb30407d9982.jpg?t=o&v=770)
Pada hari pertama kami tiba di Oze, setelah memasuki ryokan dan selesai makan malam, kami berbincang sejenak sambil melepas lelah karena duduk sekian lama di dalam mobil. Keesokan hari (hari kedua), kami ber-enam bangun sekitar jam 6 pagi.Â
Setelah bersih-bersih kamar dan diri, kami menerima bekal bento dari sang empunya ryokan yang ramah, yang sempat berpesan agar kami berhati-hati di jalan nanti. Kemudian kami segera berangkat, karena taksi sudah menunggu, menuju pintu masuk taman di daerah Hatomachi-touge.Â
Dalam perjalanan, di kiri kanan jalan dedaunan sudah tampak berubah menjadi warna-warni. Karena penginapan kami agak dekat dengan Oze, kurang lebih 30 menit kemudian kami sampai di Hatomachi-touge.
![Tempat istirahat di kiri dan yamagoya di kanan (Dokpri | OlympusXA | Fuji Natura 1600)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/img-0075-5bcf179b677ffb70a9325eb7.jpg?t=o&v=770)
Memakai jas hujan (jaket anti air) memang hal yang penting, karena Oze merupakan dataran tinggi yang dikelilingi pegunungan, sehingga cuaca bisa berganti dengan cepat antara cerah kemudian bisa mendadak mendung serta terkadang, hujan bisa turun sewaktu-waktu.
Terlihat juga beberapa orang yang sedang melakukan pemanasan, sebagai persiapan agar otot-otot badan tidak kaku, karena memang jarak yang harus ditempuh lumayan jauh. Kami pun tak lupa melakukan pemanasan sebentar. Di Hatomachi-touge ada juga toko kecil yang menjual minuman dan makanan ringan untuk dibawa sebagai bekal dalam perjalan.
Setelah semua anggota rombongan siap, maka kami mulai berjalan. Dari Hatomachi-touge, kami harus menuju ke Yama-no-hana, yang merupakan pintu masuk ke Ozegahara. Jalan menuju ke sana agak menurun, karena kami harus bergerak dari daerah dengan ketinggian kurang lebih 1600 meter ke daerah dengan ketinggian 1400 meter.Â
![Jalur perjalanan dari Hatomachi-touge ke Yama-no-hana (Dokpri | OlympusXA | Fuji Natura 1600)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/img-0072-5bcf179a43322f29f4368eb2.jpg?t=o&v=770)
Walaupun saat kami berada disana hujan tidak turun, namun karena hawa pegunungan yang lembap di musim gugur, maka bebatuan ataupun papan yang menjadi alas jalan menjadi basah. Kami harus berjalan dengan hati-hati karena memijak batu atau papan kayu yang basah terkadang bisa membuat kita jatuh terjengkang.Â
Saya dan beberapa teman sempat terpeleset dan terjatuh di area ini. Namun kami bersyukur bahwa tidak ada akibat yang serius karena itu, walaupun ada rasa sedikit malu.Â
Perjalanan dari Hatomachi-touge ke Yama-no-hana berjarak kurang lebih 3,3 Km, dan kami menempuhnya selama satu jam lebih.
Di Yama-no-hana, ada gedung visitor centre dan tempat peristirahatan yang disebut yamagoya. Bangunan visitor centre menyediakan beberapa informasi antara lain tentang kekayaan flora dan fauna yang terdapat di Oze, statistik jumlah pengunjung, informasi jarak serta waktu tempuh tiap jalur berikut fasilitas yang disediakan (misalnya keberadaan toilet, bangku tempat istirahat) dan informasi lainnya.Â
![Daun yang jatuh di jalan (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/dsc06524-5bcf186e677ffb70cb4cac34.jpg?t=o&v=770)
Selain untuk tempat menginap, yamagoya juga bisa digunakan sebagai tempat untuk beristirahat sejenak, sambil makan bekal yang kita bawa. Kecuali untuk minum, memang di area Oze tidak diperkenankan bagi pengunjung untuk makan apapun sambil berjalan kecuali di tempat istirahat seperti yamagoya ini. Karena, makanan yang tercecer dijalan dikhawatirkan bisa menjadi pemicu perubahan ekosistem.
Sebagai tambahan, sekarang di Yamagoya juga sudah tersedia fasilitas free wifi yang bisa digunakan oleh pengunjung yang datang untuk sekedar beristirahat maupun menginap.
Menyusuri Ozegahara sambil menikmati musim gugur
Yama-no-hana merupakan tempat masuk ke lahan tanah basah Ozegahara. Mulai dari sini, maka dalam perjalanan menyusuri Ozegahara, di depan kami yang tampak hanyalah dataran yang luas yang ditumbuhi rerumputan yang saat kami kesana, sudah menjadi kusa-momiji yang berwarna kecoklatan. Kebetulan cuaca hari itu berkabut, jadi kami seperti berjalan di negeri tanpa batas yang ingin menjangkau ujung kabut yang tampak jauh di depan.
Sekelompok orang yang sudah mendahului rombongan kami terlihat kecil, yang terkadang lalu menghilang seperti ditelan kabut. Sewaktu berjalan menyusuri Ozegahara, kami terkadang berbincang dan bersenda gurau. Namun, kami juga terkadang diam, karena memang kami benar-benar mau menikmati pemandangan.Â
Saya memilih berjalan paling belakang karena saya membawa kamera, sehingga ketika saya (ingin) memotret, otomatis tidak menggangu teman karena di belakang saya tidak ada orang.
![Saya berjalan paling belakang supaya leluasa memotret (Dokpri | OlympusXA | Fuji Natura 1600)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/bontot-oly-5bcf199143322f7cc43c3332.jpg?t=o&v=770)
Kalau saya mengamati rumput yang banyak tumbuh disana, terkadang ada beberapa serangga, atau komunitas kecil serangga di rumput sekitar jalur jalan yang dibuat dengan papan.
Untungnya, saya hanya "sempat" bertemu dengan serangga dan beberapa ekor burung saja. Walaupun beruang Tsukinowaguma merupakan salah satu kekayaan fauna Oze, namun kami "beruntung" karena tidak "sempat" ketemu dengan mereka selama perjalanan.
Di area Ozegahara, kami harus berjalan di atas mokudou, yaitu papan yang dipasang sebagai pijakan untuk berjalan, karena area ini merupakan lahan tanah basah, sehingga tidak mungkin jalan diatas tanah. Terlebih, papan yang dipasang ini juga berfungsi untuk melindungi ekosistem disana.
![Daun pohon di kaki bukit yang berwarna-warni (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/dsc06725-5bcf1aae677ffb469d17d432.jpg?t=o&v=770)
Total panjang mokudou yang ada dalam area Ozegahara adalah 65 Km, dimana helikopter digunakan untuk mengangkut kayu baru ke lokasi dan membawa kayu yang sudah rusak/usang dari lokasi. Oleh karena itu, untuk perawatan mokudou dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, yaitu sebesar 120.000 yen per meter!
Kami berjalan dengan kecepatan sedang (santai) di area ini, karena memang hawa yang sejuk membuat kami betah untuk menikmati berlama-lama jalan kaki. Di area Ozegahara ini kurang lebih ada 6 yamagoya dan bahkan sepanjang mokudou, di beberapa tempat tersedia bangku yang khusus disediakan untuk duduk sekedar melepas lelah sejenak sambil menikmati pemandangan sekitar.
![Bangku untuk istirahat yang terdapat di Ozegahara (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/dsc06618-5bcf1ab843322f29f15ba722.jpg?t=o&v=770)
Kami menghabiskan waktu sekitar 7 jam (termasuk juga waktu yang kami gunakan untuk beristirahat di beberapa tempat) di area Ozegahara untuk berjalan dengan total jarak yang kami tempuh sekitar 20 Km.
Susah payah kami untuk datang kesini terobati dengan pemandangan yang bisa kami nikmati di Oze. Terutama, karena kesibukan kami masing-masing sehingga badan (jasmani) dan pikiran capek dengan kehidupan "keras" yang harus kami jalani, maka Oze seperti bisa "mencuci" bersih segala kecapaian badan dan pikiran.
![Pemandangan Ozegahara (Dokpri | OlympusXA | Fuji Natura 1600)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/img-0030-5bcf1ae96ddcae33395bc352.jpg?t=o&v=770)
Ada berbagai macam jalur yang bisa ditempuh, yang tergantung dari arah akses masuk dan keluar area Oze. Sehingga jika ada pembaca yang berminat untuk pergi ke sana, sebaiknya mempersiapkan rencana dengan matang, mulai dari akomodasi dan transportasi, lalu memilih rute mana yang akan ditempuh nanti, dan sebagainya.Â
Sebagai tambahan, berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan sewaktu mengunjungi Oze :
- Diharuskan untuk membawa pulang segala macam sampah bekas makan dan minuman ke rumah
- Siapkan uang receh 100 yen karena toilet berbayar (walaupun hanya ditaruh kotak uang saja tanpa ada penjaganya)
- Taat peraturan, misalnya menggosok alas kaki (sepatu) dengan benar pada tikar yang disediakan di pintu masuk taman untuk mencegah masuknya biji tanaman liar dari luar taman, tidak makan sembarangan di area taman, dan sebagainya
- Dilarang untuk memetik tumbuhan apapun yang ada di taman
- Jika menggunakan transportasi umum (bus), sebaiknya mencatat jadwal bus, terutama bus yang keluar dari area Oze (karena jadwal yang sedikit)
- Menyiapkan sepatu dan pakaian yang cocok untuk iklim dan cuaca di Oze, serta tidak membawa beban barang yang berlebihan
![Rombongan orang-orang yang berjalan di Ozegahara (Dokpri | Sony DSC-HX5V)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/23/dsc06625-5bcf1ce2677ffb7f312d7077.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI