Smartphone memang "smart" karena hampir tidak ada yang tidak bisa dilakukan dengan smartphone. Misalnya untuk mengambil foto/video, kamera sudah tidak mutlak dibutuhkan karena smartphone juga sudah mampu melakukannya. Bahkan bisa dikatakan kemampuan smartphone dalam mengambil video/gambar sudah setara atau bahkan melebihi kemampuan kamera.Â
Salah satu sebabnya, karena saat ini kemampuan pengambilan gambar/video pada smartphone digabungkan dengan teknologi lain misalnya sensor, sehingga menghasilkan gambar dengan  pencahayaan yang lebih baik/alami. Bahkan untuk meningkatkan kemampuannya, pada beberapa smartphone yang dirilis kepasaran belakangan ini dilengkapi dengan lensa ganda.
Lalu jika kita ingin memutar lagu, atau menonton televisi atau mendengarkan radio bagaimana? Ah, itu sih masalah kecil bagi smartphone. Jika kita amati di televisi, para pencari berita juga sudah jarang menggunakan voice recorder untuk merekam pembicaraan/wawancara. Mereka lebih banyak menggunakan smartphone-nya.Â
Kita juga bisa menambahkan sederet kemampuan smartphone yang lain, misalnya kemampuannya untuk pengaturan jadwal, untuk navigasi, pengganti kamus cetak yang tebal berjilid, maupun untuk mencari berbagai macam informasi hanya dengan memasukkan kata kunci melalui layar keyboard, atau bahkan hanya dengan suara.
Omong-omong, pernah nggak sih pembaca penasaran dan bertanya kira-kira berapa kocek yang harus kita rogoh untuk bisa menikmati semua fungsi smartphone diatas, pada tahun 1985 sebelum ada smartphone? WebpageFX pernah menghitung bahwa untuk menikmati kemampuan semua itu, di tahun 1985 minimal kita harus merogoh kocek sebesar 32 juta dolar!
Dengan berbagai kemampuannya itu, saat ini smartphone mulai menggeser dan bahkan membahayakan kedudukan produk elektronik lain. Dengan kata lain, perkembangan (keberadaan) smartphone adalah sebuah bencana bagi produk elektronik lain.Â
Misalnya kita ambil contoh kamera. Baru-baru ini, produsen kamera Olympus mengumumkan bahwa mereka akan menutup pabriknya di Tiongkok, karena pasar kamera yang terus mengecil. Padahal, pada tahun 2017 yang lalu, Olympus bisa memproduksi 83 ribu kamera dari dua pabriknya di Tiongkok dan Vietnam. Dengan ditutupnya pabrik di Tiongkok, maka produksi kamera dari Olympus akan dipusatkan di Vietnam.
Saat ini, kita tahu bahwa orang lebih suka (atau condong) untuk membeli smartphone baru yang mempunyai kemampuan kamera yang bagus, dibanding dengan membeli kamera baru. Apalagi harga smartphone yang mempunyai kemampuan kamera yang mumpuni juga jauh lebih murah dari harga kamera.
Casio juga mengumumkan pada tanggal 9 Mei yang lalu bahwa mereka akan menghentikan produksi kamera digitalnya. Padahal kita tahu, Casio dengan produknya QV-10 yang dirilis tahun 1995 merupakan pelopor bentuk kamera digital sekarang, yaitu kita bisa langsung check atau melihat foto yang telah kita ambil karena adanya display yang dipasang di belakang kamera.
Produsen navigasi mobil juga merasakan bencana akibat keberadaan smartphone. Produsen navigasi seperti Panasonic di Jepang dibuat pening kepala karena saat ini masyarakat lebih suka menggunakan smartphone untuk navigasi, daripada membeli peralatan navigasi untuk mobilnya.
Lalu ada beberapa produk lain yang mengalami bencana yang sama, misalnya media/music player, voice recorder, televisi/radio portabel , dan lain-lain yang masih bisa ditambah lagi untuk memperpanjang daftar.