Saya teringat di Arena West Java Festival, bulan Nopember tahun lalu, di Bandung, Jawa Barat. Saya mengunjungi Stand Kampung Jawa Barat, yang terletak disisi Tenda Utama. Saya berjalan masuk kelorong, disebelah kiri dan kanan berdiri kios ukuran 2,50X 2,50 meter, berjajar panjang 100 meteran. Gerinder, kompor mini untuk memasak air, jadi pelengkap "barista" untuk meracik kopi. Â
Aneka macam, rupa  kemasan kopi, terlihat dimeja. Satu kemasan kopi siap seduh, isi 250 gr  dijual rerata 100 ribu rupiah per 3 bungkus. Uniknya nama produk kopi, diberi nama tempat asal ditanamnya pohon kopi.Â
Perawatan tanaman kopi, agar tumbuh subur,  berbuah lebat, dibutuhkan keahlian. Begitupun perlakuan biji kopi saat pasca panen. Tahap demi tahap pengolahannya, sangat mempengaruhi  citarasa (taste) yang berbeda, baik untuk jenis kopi arabika atau robusta. Aroma kopi menyeruak, saya berkunjung ke stand kopi 'Wanoja Coffee'.
Wanoja, adalah nama kelompok tani kopi di Kampung Sangkan, Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Â Areal tanaman kopi yang dikelola oleh kelompok tani tersebut seluas 65 ha dan melibatkan 60 petani, varietas Arabika. Pendiri Wanoja coffe, Hj.Ety Sumiati pada tahun 2012, memulai usahanya, tiga tahun kemudian tahun 2015, Â Wanoja coffe mendapat juara kedua Kontes Kopi Spesiality Indonesia.Â
Keberhasilan tersebut membuat kopi Wanoja makin diminati konsumen, baik lokal hingga luar negeri, seperti Turki dan Irlandia. Menurut pengelola wanoja coffe, Satrea (23 th), putera ke-4 (empat) Hj.Ety Sumiati, setiap bulan produk green bean, dari proses, wash, natural, honey, keluar dan terjual 5 s.d 7 kwintal perbulan.
Tanaman kopi yang dikelola Satrea, selalu giliran terakhir dipetik, saat panen tiba, karena Satrea ingin produk kopinya berkualitas tinggi dengan petik "matang merah". Agar kualitas dan harganya bagus maka harus diperhatikan pula selektivitas pemetikan.
Begitupun pemupukan pohon kopi, Â Satrea memilih pupuk organik, caranya, dengan beternak hewan domba, kambing di kebunnya. Cara ini, selain menambah pendapatan dari hasil hewan, juga terhindarnya produk kopi dari paparan kimia.Â
Sedangkan ternak domba dan Kambing, mencapai puncak hasilnya terjual saat Idul Adha. Upaya mensejajarkan mutu kopi Jawa Barat dengan penghasil kopi daerah lainnya di Indonesia, terus dilakukan. Sejak Kopi Puntang menjadi juara kontes kopi di Amerika Serikat, beberapa tahun lalu, pamor kopi Kabupaten Bandung terus melesat.
Meski secara volume belum besar, tapi secara kualitas kopi Kabupaten Bandung khususnya sangat baik.
Cuaca cerah, barisan meja lengkap dengan peralatan pembuat kopi berjajar. Beberapa barista sibuk mengolah kopi. Pengunjung pecinta kopi berkerumun melihat, mendengarkan apa yang dilakukan barista gaya sunda dan juri, lewat komentator.
3 orang juri berkeliling menghampiri meja demi meja, mencecap air kopi dari cangkir kecil, menahan sebentar dirongga mulut, lalu menelannya. Indra pencecapnya tentu bekerja, merasakan hasil racikan barista, sesekali Ia, pertanyakan ke barista, juri itupun mencatat pengamatannya dilembar nilai.Â
Juri berkeliling dari barista ke barista yang lainnya. Siang yang riuh, membawa makna, tanam kopi bercucur peluh, siapakah yang menjadi juara? Â Melalui eksibisi, antar daerah penghasil kopi, petani kopi dijabar berlomba setiap tahunnya untuk menjadi pemenang kopi terbaik se-Jawa Barat.Â
Kegiatan ini untuk mendorong petani kopi, dalam meningkatkan mutu hasil produksi kopi  melalui kemitraan, dengan dinas terkait, dilingkungan Pemda Jabar.  Kopi baik untuk kesehatan kandungan kaffein dalam kopi  dapat meningkatkan fungsi otak dan memperbaiki mood, kopi juga menstimuli fungsi saraf dan menambah energi, dan kopi tak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Karena di hadapan kopi, kita semua sama.
Selamat Minum Kopi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H