Kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang melibatkan berbagai aspek. Keyes & Lopez (2002) mengembangkan suatu model tentang kesehatan mental yang disebut sebagai Complete State Model. Kesehatan mental menurut model ini didefinisikan sebagai level kebahagiaan yang tinggi dari kondisi emosional, psikologis, dan sosial, serta tidak adanya gejala penyakit mental. Model ini membawa gagasan bahwa well-being dan gejala penyakit mental selalu berubah setiap waktu. Dari model tersebut, dapat diketahui bahwa kesehatan mental terwujud apabila seseorang mampu mencapai keseimbangan dan harmoni secara emosional, psikologis, dan sosial.
Kesejahteraan emosioanl atau emotional well-being (EWB) adalah salah satu aspek yang berkontribusi besar dalam mencapai kesehatan mental. Sebelum membahas lebih lanjut terkait EWB tersebut, ada tiga istilah yang perlu untuk dipahami lebih jauh, yaitu affect (afek), emosi dan mood atau suasana hati.Â
Affect (Afek)
Affect adalah istilah umum yang mencakup emosi dan suasana hati (mood). Affect juga diartikan sebagai perasaan mendasar yang dipahami sebagai respon insitingtif seseorang terhadap suatu stimulus, biasanya berdasarkan pada dorongan atau dapat diartikan juga sebagai gairah. Affect meliputi penilaian terhadap suatu kejadian yang menyakitkan atau menyenangkan -  merupakan valensi-dan pengalaman dari dorongan yang otomatis (Snyder & Shane, 2007). Dengan demikian, Affect menunjukkan pengakuan bahwa apa yang Anda alami menyenangkan atau tidak menyenangkan, atau apakah Anda merasa tenang atau gelisah. Beberapa teoritikus melihat Affect sebagai pengalaman emosi yang disadari, sedangkan yang lain melihatnya sebagai pengalaman yang tidak disadari. Kedua pandangan tersebut masih menganggap afek sebagai konsep abstrak, sesuatu yang membangun 'emosi' yang lebih kompleks. Karena mendasari pengalaman emosional, afek merupakan elemen yang mendorong atau memaksa emosi yang dihasilkan.
Emosi dan Mood
Emosi adalah label yang diberikan pada afek yang dialami. Misalnya, Â kita mendefinisikan pengalaman positif dengan dorongan yang bergairah sebagai kegembiraan. Emosi tidak muncul tanpa alasan, tetapi hasil dari penilaian terhadap objek eksternal sebagai sesuatu yang menonjol bagi kebahagiaan kita. Emosi cenderung terjadi baik secara instan atau segera setelah 'sesuatu' terjadi. Selanjutnya, Emosi cenderung intens tetapi bersifat sementara yang dapat disertai dengan ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan sensasi fisik. Emosi memiliki potensi untuk berubah menjadi mood ketika peristiwa pencetus diabaikan. Emosi juga dapat mengubah ataupun menciptakan suasana hati.
Suasana hati tidak sekuat emosi dan dapat memiliki penyebab yang kurang spesifik, kurang langsung atau kurang jelas. Mereka umumnya bertahan lebih lama daripada emosi yang lebih cepat berlalu - dapat bertahan berjam-jam atau bahkan berhari-hari . Suasana hati tidak harus mengikuti hal yang menjadi penyebabnya, misalnya bangun dalam suasana hati yang buruk, yang sumbernya terkadang sulit diidentifikasi. Mood secara luas dapat dibagi menjadi kategori 'positif' dan 'negatif' atau mood yang 'buruk' dan 'baik'. Mood dapat mempengaruhi emosi seseorang dan intensitas emosional dari situasi baru yang menyertai. Dengan demikian, emosi dan suasana hati saling mempengaruhi.
Emotional Well-Being
Emotional well-being merupakan kemunculan afek positif dan ketidakhadiran  afek negatif sehingga tercapai kepuasan hidup (Snyder & Shane, 2007). Kombinasi emotional well-being dan kepuasan hidup akan menghasilkan subjective well-being. EWB  bukan berarti ketidakhadiran emosi, tetapi merupakan kemampuan untuk memahami nilai dari emosi dan menggunakannya untuk menggerakkan hidup menuju arah yang positif. Emotional well-being melibatkan proses identifikasi, membangun, dan mengoperasikan kekuatan psikologis kita daripada fokus pada penyelesaian masalah ataupun kelemahan-kelemahan. Semakin baik kamampuan kita mengatur emosi,  semakin besar kemampuan kita untuk menikmati hidup, mengatasi stress, dan fokus pada prioritas pribadi yang penting.Â
Beberapa manfaat yang diperoleh dari emotional well-being adalah individu dapat mengetahui bahwa kebutuhan-kebutuhan, termasuk kebutuhan emosionalnya adalah hal penting dan bahwa kita patut untuk memiliki hidup yang bahagia dan aman. Saat kita mencapai keseimbangan emosi, kita dapat mengidentifikasi cita-cita kita, melakukan aksi yang postif dan membuat perubahan dalam hidup.
Dengan emotional well-being, kita dapat mengalami hal-hal positif seperti:
1. Healing (penyembuhan) dari stress, kecemasan, depresi, kesedihan, dan masalah-masalah psikologis lainnya
2. Perubahan atau transformasi pola-pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang tidak mendukung.
3. Keyakinan terhadap diri atau kepercayaan diri
4. Pertumbuhan pribadi yang mengantar pada  kehidupan yang autentik.
Terdapat lima bagian penting dalam hidup yang bertujuan memelihara emotional well-being, yaitu:
1. Resiliensi dan Koping (Resilience and Coping), yang merupakan kemampuan untuk menghadapi kejadian dalam hidup dan tekanan-tekanan hidup yang dikaitkan dengan adanya perubahan kondisi lingkungan. Kemampuan koping yang efektif memberikan seseorang kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya dan menambah kepekaan mereka terhadap kesejahteraan emosionalnya.
2. Produktivitas dan Kontribusi (Productive Contributions) yang ditunjukkan dengan tetap aktif, bahagia, dan menikmati apa yang telah hidup berikan. Hal ini juga ditandai dengan upaya mempertahankan self-esteem (harga diri), merasa produktif dan memiliki peran yang bermakna dalam urusan sehari-hari.
3. Hubungan Sosial (Social Connections), yaitu memiliki hubungan yang berarti dengan keluarga, teman, rekan sebaya, komunitas yang lebih luas, serta pekerja/staf. Hubungan yang berarti ini dapat berupa hubungan yang menerima dan memberikan kasih sayang secara tulus.
4. Kesenangan dan Kebutuhan Dasar (Comfort and Basic Needs), yaitu pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar dan tidak adanya masalah-masalah kesehatan. Hal ini juga meliputi kepekaan terhadap privasi, rasa aman dan sejahtera sehingga seseorang dapat merasa nyaman dengan lingkungannya.
5. 'Menikmati' berbagai Stimulus (Enjoying Sensory Enrichment), yaitu memiliki indra ataupun kepekaan yang terstimulasi. Seseorang menikamti habitat ataupun kehidupan di sekelilingnya serta merasa nyaman terhadap sejumlah aktivitas dan dorongan untuk memberikan dukungan emosional dan respek.
Sebagai penutup, Emotional Well-Being dapat dimaknai sebagai keadaan keseimbangan emosional yang dicapai melalui kemampuan untuk mengelola emosi. Pengelolaan emosi meliputi kemampuan kita untuk menilai dan mengekspresikannya. Oleh karena itu, merasakan afek negatif yang kemudian mendasari munculnya label emosi negatif bukanlah hal yang dilarang untuk bisa mencapai kesejahteraan emosional. Kemampuan individu dalam mengelolanya yang kemudian akan menentukan sejauh mana individu akan merasa sejahtera secara emosional. Meskipun demikian, sangat disarankan untuk membangun emosi yang didasari oleh afek-afek positif yang dialami, sehingga dapat terbangun mood yang baik pula. Dengan hadirnya banyak afek positif, kita akan lebih mudah merasakan kepuasan hidup dan kebersyukuran yang mengantarkan kita pada kesejahteraan subjektif atau apa yang juga kita kenal sebagai kebahagiaan.Â
Referensi
Snyder,C.R. & Lopez S. J. (2007). Positive Psychology, the Scientific and Practical Explorations of Human Strengths. Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H