Bernard Weiner mengembangkan teori atribusi perilaku intrapersonal yang menyoroti prestasi dan memiliki tiga prinsip. Prinsip pertama yaitu atribusi adalah proses tiga tahap: (1) perilaku yang diamati, (2) perilaku ditentukan (disengaja), dan (3) perilaku dikaitkan dengan penyebab internal atau eksternal. Prinsip kedua adalah prestasi dapat dipengaruhi oleh faktor: (1) upaya, (2) kemampuan, (3) tingkat kesulitan tugas, atau (4) keberuntungan.Â
Prinsip ketiga berkaitan dengan dimensi kausal atau penyebab dari perilaku yaitu (1) locus of control, (2) stability, dan (3) controllability. Dimensi lokus mengacu pada persepsi tentang penyebab peristiwa sebagai internal atau eksternal. Dimensi stabilitas mengacu pada apakah penyebab kejadian stabil atau tidak stabil sepanjang waktu dan situasi. Dimensi kontrol mengacu pada apakah penyebab peristiwa berada di bawah kendali individu atau tidak.
Selain dimensi kausal, terdapat pula istilah causal antecedent dan causal consequences. Causal antecedent mengacu pada beberapa anteseden berbasis psikologis yang menimbulkan kepercayaan kausal, seperti hedonic concern.Â
Anteseden kausal juga dapat berupa informasi khusus seperti cerita pengalaman masa lalu dan norma sosial. Sementara itu konsekuensi kausal mengacu kepada konsekuensi yang dihasilkan oleh causal belief (kepercayaan kausal) berupa emosi, ekspektasi kesuksesan dan perilaku.
Berkaitan dengan emosi, dimensi locus akan memberikan konsekuensi psikologis berupa perasaan bangga dan harga diri. Orang-orang merasakan kebanggaan dalam pencapaian mereka, terutama ketika mereka percaya bahwa itu adalah upaya mereka sendiri (internal locus) yang membawa mereka menuju kesuksesan.Â
Dimensi stability berhubungan dengan ekspektasi kesuksesan, yaitu perasaan putus asa atau harapan. Pada atribusi stabil, individu percaya bahwa akan ada hasil yang berbeda di masa depan. Sebaliknya, tidak pada atribusi tidak stabil. Â Sementara itu, dimensi controlabilty berkaitan dengan rasa bersalah dan rasa malu. Individu yang percaya bahwa mereka gagal karena kurangnya usaha mengalami rasa bersalah. Di sisi lain, mereka yang menganggap dirinya tidak layak lebih mungkin mengalami perasaan malu atau emosi yang serupa.
Weiner mengembangkan teori atribusi perilaku interpersonal dengan meneliti motivasi sosial, dalam hal ini perilaku memberikan bantuan. Ada dua poin utama, yaitu mempertimbangkan reaksi emosional pengamat/orang lain terhadap pencapaian ataupun perjuangan seseorang serta mendefinisikan kembali controllability yang disamakan dengan responsibility (tanggung jawab).Â
Kontrol tersebut bisa dibedakan dari tanggung jawab. Ada sebagian tindakan yang dapat dikontrol, tapi individu tidak bertanggung jawab atau tanggung jawab berkurang.Â
Pada saat seseorang membutuhkan bantuan, misalnya, ketika orang lain menilai bahwa situasi yang menimpa orang tersebut karena sesuatu tak terkontrol dan di luar tanggung jawab pribadinya, maka orang lain akan merasa simpati dan cenderung akan menolongnya. Sebaliknya, jika orang lain berpikir bahwa sesuatu yang menimpa orang tersebut berada dalam kontrolnya dan merupakan tanggung jawabnya, orang akan merasa marah (tidak bersimpati) sehingga enggan untuk menolong atau justru menunjukkan agresi.
Analisis Perilaku Tenaga Kesehatan
 Sebagai tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat, tentunya ada kode etik tersendiri yang berusaha untuk dipatuhi serta standar pencapaian sebagai seorang dokter ataupun perawat.Â