Nasionalisme akan mengkotak-kotakkan umat manusia di dunia berdasarkan negaranya. Muncul kecintaan berlebihan terhadap negara dan bahkan sampai mengesampingkan negara lain karena menganggap negaranya lebih baik.Â
Ujungnya dapat menimbulkan peperangan sebagai dampak yang menyeramkan. Benarkah demikian? Sebagian orang mungkin beranggapan demikian. Itu suatu opini yang patut dihargai. Nasionalisme menjadi pemicu konflik antar negara.
Kita mendengar opini tersebut dan tentunya kita perlu menjadi pemikir kritis dan dialektis. Jika proses berpikir itu masih mengantarkan kita pada posisi pro opini tersebut, mungkin kita perlu melibatkan sedikit kebijaksanaan di dalam proses tersebut.Â
Kebijaksanaan yang dimaksud adalah kembali pada pemikiran yang lebih positif bahwa konsep awal nasionalisme memiliki tujuan yang baik bagi bangsa suatu negara. Nasionalisme dapat menjadi suatu kekuatan bagi bangsa dalam menunjang ketahanan nasional.Â
Nasionalisme dapat menjadi jembatan untuk menumbuhkan civic virtues yang menjadi kekuatan warga negara, apalagi dalam era digital seperti sekarang ini yang mengiringi arus globalisasi, ketika batas-batas negara menjadi abu-abu dalam berbagai aspek, termasuk aspek identitas bangsa. Itulah alasan nasionalisme tetap perlu dibahas dari sisi yang lebih positif dibandingkan sisi yang menyudutkannya.
Mungkin kita pernah bertanya-tanya, siapakah pihak yang memiliki kadar nasionalisme yang paling tinggi di Indonesia ini? Apakah bapak Presiden dan jajaran menterinya? Apakah TNI? Apakah warga di ibu kota? Ataukah warga yang tinggal di sekitar daerah-daerah bekas perjuangan?Â
Kita tidak pernah bisa menjawab pertanyaan ini secara pasti. Meskipun kita bisa melihat indikator nasionalisme melalui tindakan untuk menilai hal tersebut, namun hal itu juga tidak sepenuhnya menjamin.Â
Tidak ada yang bisa menjamin bahwa anggota suatu partai memiliki nasionalisme yang tinggi dibandingkan petani ataupun padagang yang tidak terlibat dalam partai apapun. Â
Tidak ada juga yang bisa menjamin bahwa nasionalisme warga yang berada di daerah ibu kota dan daerah bekas-bekas perjuangan pahlawan memiliki nasionalisme yang tinggi dibandingkan dengan warga yang tinggal di daerah perbatasan suatu negara.Â
Ya, meskipun beberapa peristiwa yang menunjukkan hal itu. Misalnya warga perbatasan lebih senang berbelanja di negara tetangga dan mata uang negara tetangga beredar di wilayah negara kita.
Saya akan mengajak pembaca untuk menilik sedikit bagian warna warni nasionalisme di salah satu daerah perbatasan Indonesia, yaitu di Pulau Miangas.Â