Puisi Syukur Budiardjo
-- Ketika Kerajaan Kartasura diperintah Amangkurat Kedua.
Memiliki putra Adipati Anom Raden Mas Sutikna.
Sekitar abad ke-17 menjadi penanda kala.
Ketika kesumat mengeram melumat di dalam dada. --
Raden Sukra putra Patih Sindureja
terkesima ketika prajurit Kerajaan Kartasura
datang menangkapnya atas perintah Raden Mas Sutikna
bersama gemuruh hati dengan luka menganga.
Ketika malam dikerat gelap yang pekat
Raden Sukra digiring dengan tangan terikat
dan kedua mata tertutup rapat
menuju daerah laknat tak bersahabat.
Di tengah belantara kelam dan sunyi
Raden Mas Sutikna dan prajuritnya berhenti.
Setelah menyeret Raden Sukra tanpa permisi
hingga luka menganga di kedua kaki.
"Buka tutup matanya!" kata Raden Mas Sutikna
kepada prajuritnya yang setia.
Hingga Raden Sukra tahu dengan siapa
ia berhadapan dan bicara.
"Apa salah hamba, Raden?" kata Raden Sukra gemetar.
Ia memandang sekeliling dengan nanar.
Hatinya tak tentu diliputi gusar berkobar.
Jantungnya kencang berdenyar berdebar.
Raden Mas Sutikna melihatnya dengan mata membara.
Ia lalu bicara dengan suara serak terdengar di telinga.
Dengan gigi gemeretak dan tangan mengepal sekeras baja.
Berkata  Raden Mas Sutikna kepada Raden Sukra.
"Karena keangkuhanmu melukai hatiku di dada!
Kau gunakan ketampananmu untuk memikat setiap wanita
di segenap daerah kekuasaan ayahku Kerajaan Surakarta.
Apakah kau satu-satunya Arjuna di mayapada?"
"Kau pikat istriku hingga ia jatuh ke pelukanmu.
Kau sangat berani! Hingga kau berselingkuh dengan istriku!
Apakah kau tak juga menghormatiku
hingga istriku pun kau selingkuhi tanpa ragu?"
Raden Mas Sutikna berkata dengan darah mendidih.
Meski hatinya menahan galau nan perih,
ia memandang Raden Sukra yang letih
lalu gelap malam merangkak makin ringkih.
"Mohon ampun, hamba, Raden!" Kata Raden Sukra
menghiba meminta kepada Raden Mas Sutikna.
Wajahnya pucat disiram gelap menjelaga
disapu angin dingin rimba belantara.
"Prajurit, habisi dia!
Siksa dia seperti dia telah menyiksa
hatiku sekian lama di dalam petaka
hingga kini tiba waktunya aku pungkasi keangkuhannya!"
Lolong anjing hutan menebar keluh
melindap Raden Sukra yang segera luruh.
Derik jengkerik dan belalang malam menggemuruh
mengguncang Raden Sukra yang meruntuh.
Keris prajurit menikam dada Raden Sukra
hingga darah merah membasahi raganya.
Raden Sukra temui ajal seketika
hingga tubuhnya menggelepar layaknya.
Ketika malam dijemput pagi
Raden Sukra membeku di belantara sunyi.
Raden Mas Sutikna dan prajuritnya pergi
meninggalkan Raden Sukra teronggok mati.
Cibinong, 8 Maret 2015