Mohon tunggu...
Syukur Budiardjo
Syukur Budiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Pensiunan Guru Bahasa Indonesia SMP di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Dengan suka hati menulis artikel, cerpen, dan puisi di media massa cetak, media online, dan media sosial. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki Datang (2018) dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018(. Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta Terlarang Raden Sukra

10 September 2019   21:51 Diperbarui: 10 September 2019   22:00 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi Syukur Budiardjo

-- Ketika Kerajaan Kartasura diperintah Amangkurat Kedua.
Memiliki putra Adipati Anom Raden Mas Sutikna.
Sekitar abad ke-17 menjadi penanda kala.
Ketika kesumat mengeram melumat di dalam dada. --

Raden Sukra putra Patih Sindureja
terkesima ketika prajurit Kerajaan Kartasura
datang menangkapnya atas perintah Raden Mas Sutikna
bersama gemuruh hati dengan luka menganga.

Ketika malam dikerat gelap yang pekat
Raden Sukra digiring dengan tangan terikat
dan kedua mata tertutup rapat
menuju daerah laknat tak bersahabat.

Di tengah belantara kelam dan sunyi
Raden Mas Sutikna dan prajuritnya berhenti.
Setelah menyeret Raden Sukra tanpa permisi
hingga luka menganga di kedua kaki.

"Buka tutup matanya!" kata Raden Mas Sutikna
kepada prajuritnya yang setia.
Hingga Raden Sukra tahu dengan siapa
ia berhadapan dan bicara.

"Apa salah hamba, Raden?" kata Raden Sukra gemetar.
Ia memandang sekeliling dengan nanar.
Hatinya tak tentu diliputi gusar berkobar.
Jantungnya kencang berdenyar berdebar.

Raden Mas Sutikna melihatnya dengan mata membara.
Ia lalu bicara dengan suara serak terdengar di telinga.
Dengan gigi gemeretak dan tangan mengepal sekeras baja.
Berkata  Raden Mas Sutikna kepada Raden Sukra.

"Karena keangkuhanmu melukai hatiku di dada!
Kau gunakan ketampananmu untuk memikat setiap wanita
di segenap daerah kekuasaan ayahku Kerajaan Surakarta.
Apakah kau satu-satunya Arjuna di mayapada?"

"Kau pikat istriku hingga ia jatuh ke pelukanmu.
Kau sangat berani! Hingga kau berselingkuh dengan istriku!
Apakah kau tak juga menghormatiku
hingga istriku pun kau selingkuhi tanpa ragu?"

Raden Mas Sutikna berkata dengan darah mendidih.
Meski hatinya menahan galau nan perih,
ia memandang Raden Sukra yang letih
lalu gelap malam merangkak makin ringkih.

"Mohon ampun, hamba, Raden!" Kata Raden Sukra
menghiba meminta kepada Raden Mas Sutikna.
Wajahnya pucat disiram gelap menjelaga
disapu angin dingin rimba belantara.

"Prajurit, habisi dia!
Siksa dia seperti dia telah menyiksa
hatiku sekian lama di dalam petaka
hingga kini tiba waktunya aku pungkasi keangkuhannya!"

Lolong anjing hutan menebar keluh
melindap Raden Sukra yang segera luruh.
Derik jengkerik dan belalang malam menggemuruh
mengguncang Raden Sukra yang meruntuh.

Keris prajurit menikam dada Raden Sukra
hingga darah merah membasahi raganya.
Raden Sukra temui ajal seketika
hingga tubuhnya menggelepar layaknya.

Ketika malam dijemput pagi
Raden Sukra membeku di belantara sunyi.
Raden Mas Sutikna dan prajuritnya pergi
meninggalkan Raden Sukra teronggok mati.

Cibinong, 8 Maret 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun